KUPANG, beritalima.com – Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Nusa Tenggara Timur mengundang para pelaku pariwisata atau ahli pariwisata (Sumba Hospitality Foundation dan Swiscontack) membahas dan mendesain pembangunan pariwisata berkelanjutan sesuai karakter wilayah di Nusa Tenggara Timur.
Para pelaku pariwisata yang diundang diskusi di Kantor Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif NTT, Senin (17/6), yaitu Direktur Yayasan Sumba Hospitality Foundation, Redempta T. Bato serta Rudi dan Ferry, Konsultan Swiscontac di Bali.
Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nusa Tenggara Timur, Wayan Darmawa mengatakan, rapat bersama dengan para pelaku pariwisata ini adalah dalam rangka mendesaian pembangunan sesuai dengan karakter wilayah.
“ Hasil kesepakatan kita adalah dalam rangka membangun pariwisata berkelanjutan menjaga betul terkait dengan lingkungan, bagaimana pariwisata budaya kita jaga jangan sampai tergeser, baik itu secara materialnya, struktur maupun fungsi dan tata pengelelolaannya. Demikian juga terkait dengan sumber daya, terutama terkait dengan pemuda – pemuda yang ada di depan bagaimana mereka bisa ada ruang akses pembangunan ekonomi di pedesaan dengan memanfaatkan potensi pariwisata,” kata Wayan Darmawa.
Dikatakan Wayan, pihaknya mengundang Ketua Yayasan Sumba Hospitality Foundation dan Swiscontac sebagai pelaku pariwisata berkelanjutan yang telah bergerak di lapangan.
Mereka juga punya konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan yang sejalan dengan kebijakan Bapak Gubernur NTT, bagaimana dalam waktu sisa 4,5 tahun ke depan bisa menghasilkan sebuah perkembangan pariwisata yang lebih baik.
“ Untuk itulah saya mengundang khusus Pak Ferry dan Rudi yang datang dari Bali dan Ibu Dempta dari Sumba untuk mendiskusikan sebuah model pembangunan pariwisata berkelanjutan,” kata Wayan menambahkan.
Dikatakan Wayan, fokus pariwisata berkelanjutan ini adalah seluruh wilayah NTT. “ Jadi pendekatan kita berbasis kewilayaan. Misalnya bagaimana pembangunan pariwiata berkelanjutan sesuai karakteristik Sumba, Flores, Timor. Demikian pula bagaimana pembangunan pariwisata berkelanjutan karakteristik pulau, misalnya Sabu, Rote, Lembata, Alor. Ini suatu karakteristik yang berbeda dengan yang lain,” jelas dia.
Menurut Wayan, saat ini Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif NTT sedang menyiapkan Peraturan Gubernur (Pergub) yang berkaitan dengan Desa Wisata, Pergub Ekonomi Kreatif, dan Pergub Pariwisata Ekstrim. “ Ini yang kita siapkan sehingga Pergub – pergub inilah kita ingin mendapatkan masukan informasi sehingga Pergub yang kita siapkan betul – betul operasional dan bisa digunakan sesuai dengan kebutuhan masing – masing wilayah,” ujarnya.
Ketua Yayasan Sumba Hospitality Foundation, Dempta T. Bato mengatakan, pihaknya membangun yayasan ini adalah untuk merespon situasi pariwisata di Sumba. Dimana Sumba ke depannya adalah tujuan destinasi baru. Dalam jangka panjang pariwisata di Sumba akan sangat berkembang.
“ Sementara kami sadar benar apa yang terjadi di Sumba saat ini, persiapan untuk bagaimana masyarakat lokalnya bisa mengambil manfaat dari pada pariwisata itu juga belum berjalan,” ujarnya.
Dalam pariwisata berkelanjutan kata dia, bagaimana memberikan keuntungan kepada masyarakat lokal. Karena kalau pariwisata itu tidak menyertakan keuntungan bagi masyarakat lokal maka orang – orang luar akan banyak mengambil manfaat lebih besar.
“ Kita berharap bagaimana mempersiapkan masyarakat lokal. Caranya, yaitu menyiapkan orang muda, karena dalam jangka pendek kita melihat yang paling siap untuk bisa bekerja di sektor pariwisata. Maka visi besar dari Sumba adalah membangun model pariwisata berkelanjutan dengan salah satunya adalah melalui pendidikan bagi anak – anak. Kita ingin bahwa pariwisata itu membawa keuntungan kepada anak – anak Sumba,” kata Dempta.
Ia mengatakan, pertemuan antara pelaku pariwisata dengan Kadis Parekraf adalah mengajak berpikir bersama bagaimana mendesain satu model pariwisata berkelanjutan satu NTT.
“ Tentunya setiap pulau memiliki karakteristik – karakteristik sendiri, tetapi grand desainnya disiapkan supaya ada referensi supaya tau arahnya. Misalnya kita ngomong pariwisata Labuan Bajo model pengembangan seperti apa, sasaran market kita dimana, mempromosikan seperti apa, bagaimana mempersiapkan komunitas tersebut, semua aspek itu masuk dalam grand desain,” kata dia menambahkan. (L. Ng. Mbuhang)