JAKARTA, Beritalima.com– Walikota Surabaya, Tri Rismaharini yang dipercaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) masuk Kabinet Indonesia Maju (KIM) menggantikan kursi ditinggal Julian Peter Batubara sebagai Menteri Sosial (Mensos) blusukan di bantaran Kali Ciliwung, Matraman, Jakarta pekan ini.
Saat blusukan, Risma menyempatkan berdialog dengan para pemulung dan mengajaknya ikut program Kementerian Sosial (Kemensos). Blusukan yang dilakukan Risma mengingatkan masyarakat, khususnya warga Jakarta kepada Jokowi ketika awal menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Saat, jelas pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul Jakarta, Muhammad Jamiluddin Ritonga, Jokowi blusukan dan dipublis banyak media sehingga langkah yang dilakukan mantan walikota Solo tersebut, masyarakat menyampaikan puja-puja.
Risma dengan blusukannya juga mendapat puja-puja dari sebagian warga, meki tidak sedikit yang mempertanyakan urgensi blusukan Risma untuk kepentingan tugas barunya sebagai Menteri Sosial.
Kalau tujuan untuk mengetahui masalah, Risma sebenarnya dapat saja blusukan dalam senyap tanpa membawa wartawan karena tanpa hingar bingar wartawan, Risma akan dapat informasi yang riil.
Yang menjadi soal sekarang, apa Risma blusukan untuk mendapatkan informasi riil masalah sosial. Namun, kalau blusukan tujuannya untuk pencitraan, tentu ceriteranya bakal lain. “Kalau blusukan buat pencitraan, tentu Risma harus membawa wartawan sehingga blusukan itu bisa diberitakan melalui media massa.”
Menurut penulis buku ‘Perang Bush Memburu Osama’ itu, kalau memang motifnya pencitraan, pola blusukan itu akan terus dilakukan Risma. Malah tidak menutup kemungkinan pola itu akan terus dilakukan Risma untuk pencalonannya pada Pilgub DKI Jakarta mendatang.
Kalau kesitu arahnya, Risma akan menargetkan Gubernur DKI Jakarta sebagai jabatan antara. Jabatan utama yang akan digapainya adalah RI 1 atau RI 2 pada pilpres 2024. Untuk itu, Risma bakal mengikuti pola blusukan Jokowi untuk bisa masuk Jakarta.
Kalau target itu dapat dicapai, pola yang sama juga berpeluang dilakukan Risma untuk menjadi capres atau cawapres. Jadi, blusukan yang dilakukan Risma di Jakarta bukanlah untuk ‘belanja’ masalah. Sebab, di Kementerian Sosial sudah cukup banyak data yang terkait orang miskin. Risma cukup mengundang semua eselon yang ada di Kemensos untuk memetakan persoalan di Kementerian Sosial.
Kalau cara itu masih kurang, Risma dapat juga mengundang semua Dinas Sosial Provinsi dan Kabupaten/Kota. Melalui kepala dinas sosial, Risma akan dapat mempertajam pemetaan sosial di Indonesia. Dari pemetaan itu, Risma dapat menentukan regulasi apa saja yang diperlukan agar masalah sosial dapat diatasi. Regulasi inilah yang menjadi kapasitas menteri, bukan blusukan.
Jadi, lanjut pengajar Isu dan Krisis Manajemen, Metode Penelitian Komunikadi dan Riset Kehumasan ini, blusukan ala Risma lebih pada pencitraan, bukan untuk ‘belanja’ masalah.
“Risma melakukan blusukan tampaknya ingin mengikuti pola Jokowi, yang sekarang sudah jarang dilakukan Jokowi. Karena itu, pola blusukan bukan lagi magnet untuk meningkatkan citra diri. Masyarakat sudah tahu, blusukan ala pejabat bukan lagi murni, tapi hanya untuk pencitraan,” demikian Muhammad Jamiluddin Ritonga. (akhir)