SURABAYA – beritalima.com, Edi Setyawan Bin Mislan, karyawan PT Meratus Line yang bertugas sebagai driver alat Massflowmeter (MFM) menjalani sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Jum’at (17/02/2023).
Dalam persidangan, Edi memastikan kalau dirinya mengaku bersalah. Cuma kata Edi, kenapa yang diperiksa dalam perkara penggelapan BBM tersebut banyak, namun hanya sedikit saja yang dijadikan tersangka.
“Kalau mau adil ya semua. Percuma sekarang saya menjalani seperti ini. Praktek seperti itu (penggelapan BBM) akan tetap ada kalau orang-orang itu masih tetap disitu. Untuk itu saya sangat menyangkannya,” ungkapnya.
Untuk itu sambung Edi, dirinya pernah memberikan masukan kepada manajemen Meratus Line supaya kru kapal gantian, jangan itu-itu saja.
“Soalnya lulusan Sekolah pelayaran tiap tahunnya kan banyak, tapi kenapa yang dipakai itu-itu saja. Soalnya kalau itu tidak diganti maka Akan seperti Itu. Saya juga pernah memberikan masukan kalau bisa kru kapal jangan dari satu institusi. Akademi pelayaran kan banyak kenapa berpatok pada satu saja. Karena memang itu sudah dari mulut ke mulut mereka kalau turun atau pindah kapal yang mereka tanyakan bukan kapalnya enak atau kapalnya baru, melainkan yang mereka tanya kapal ini biasanya dapat berapa,?,” sambungnya.
Dalam persidangan, Edi memaparkan awal mula dirinya bergelut dalam bisnis penggelapan BBM yang tidak dibagikan ke Meratus atau biasa disebut sebagai Poket tersebut. Menurutnya, praktik penggelapan tersebut baru terjadi setelah seniornya yang bernama Guntoro pensiun.
“Sejak Pak Gun masih ada saya sudah melihat gerak-gerik itu. Pak Gun itu senior saya sejak 2015, dia orangnya kencang. Ketika Guntoro pensiun, orang kapal mulai berani menekan saya untuk mengikuti permainan mereka. Mereka yang saya maksud adalah KKM dan Masinis,” paparnya.
Edi juga meceritakan kerja kerasnya KKM dalam melindungi Poket saat manajemen Meratus Line melaksanakan audit. Menurutnya, KKM dan masinis sudah mempunyai keahlian tersendiri dalam mengamankan poket-poketnya, hal itu juga diketahui oleh para Bungker Officer (BO).
“Semuanya sudah tersistem. Maka meski dilakukan sonding awal dan sonding akhir percuma. Bagi KKM bagaimana caranya Poket itu dapat diuangkan. Contoh saya pernah menolak karena ada audit. Tapi KKM bisa mensiasati dengan menjual Poket itu pada malam hari,” ucap Edi.
Menurut Edi, istilah Poket sudah lama di pelabuhan. Yang mempunyai kewenangan terhadap Poket adalah KKM karena merekalah yang mengendalikan pelayaran.
“KKM bertanggungjawab membuat Laporan Penggunaan Bahan Bakar (LPBB) sisa BBM kapal setiap kali pelayaran. Dalam sehari ada 2 sampai 3 Poket yang bisa dijual. Biasanya saya mendapat info dari KKM,” tuturnya.
Pria paruhbaya tersebut melanjutkan, untuk mendapatkan Poket, KKM atau orang kapal biasanya menolak saat diisi 100 KL, pengisian hanya dilakukan pada angka 80 KL karena KKM sudah ada Poket 20 KL. Pengisian hanya di angka 80.
“Biasanya, saat (MFM) diangka 80 KL maka kita diberikan aba-aba oleh orang Mesin, agar pompa di stop. Laptop dikendilikan Nur Habib, Edial dan Anggoro. Sukardi dari Bahana Line sangat aktif bergerak kalau ada Perpoketan. Peran Sukardi setelah MSF stop dia memindahkan selang disaksikan juragan kapal. Penyetoran MSF setelah dilihat kapal sudah mempunyai Poket,” ungkap Edi.
Dalam persidangan Edi juga menceritakan adanya praktik titip jual Poket milik Meratus ke Bahana Line. Menurut Edi, yang menentukan harga titip jual Poket adalah Mohammad Halik, supervisor dari Bahana Line. Halik bisa menentukan harga belum bisa naik atau tidak dilakukan.
“Halik bahkan bisa meng Up setelah koordinasi sama Handoko. Contohnya saat harga jual BBM tidak naik-naik. Posisi KKM Meratus hanya sebatas pasang link harganya saja, misalnya KKM pasang harga Rp1500 sampai Rp 1900, maka oleh Bahana dijual Rp 2500, ungkap Edi.
Terkait keuangan untuk prakti titip jual tersebut, Edi mengaku kerap berkomunikasi sama David Luis Sinaga dan Anggoro Putro saja.
“Pernah saat itu Poket belum terbayar dalam seminggu, setiap saya tagih, David dan Anggoro selalu mengatakan sebentar, uangnya belum turun dari Sukino Tuhuteru, dari situ saya berasumsi jangan-jangan praktik titip jual Poket diketahui manajemen Bahana Line,” ungkap Edi.
Menurut Edi, uang hasil titip jual Poket Meratus ke Bahana tersebut dibagi sama rata. Uang penjualan Poket biasanya baru diterima Edi dari David dan Dody sekitar tiga Hari.
“Erwinsyah diberi jatah Rp 25 juta perbulan. Bungker Officer Nut Habib dkk dapat jatah sekitar Rp 55 sampai Rp 80 juta perbulan. Pemberian uangnya sering saya lakukan secara cash. Asumsi keuntungan dari Poket yang saya terima selama ini sekitar Rp 55 sampai Rp 80 juta perbulan,” paparnya.
Edi memastikan sewaktu dirinya di sekap pernah menyerahkan harta bendanya berupa uang tunai Rp 550 juta dan 3 Sertifikat rumahnya kepada Slamet Raharjo, Dirut Meratus Line supaya tidak dipidanakan.
“Yang Rp 300 juta saya tarik dari rekening istri saya MM yang Rp 250 saya bawah secara tunai dari rumah,” pungkas Edi. (Han)