Dipidana Penggelapan Uang, Endry Tandiono Gugat PT Indocon Sukses Abadi Miliaran Rupiah

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com, Sidang perdana kasus penggelapan uang PT Indocon Sukses Abadi (ISA) Jalan Dupak No. 61 Kota Surabaya, mulai diglelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, dengan agenda pembacaan surat dakwaan.

Pada persidangan kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Tanjung Perak I Gede Willy Pramana, menghadirkan Endry Tandiono sebagai terdakwa.

Dalam dakwaannya, JPU menyebutkan bahwa terdakwa Endry Tandiono sewaktu menjabat sebagai Direktur PT ISA telah melakukan tindak pidana penggelapan yang menyebabkan Soendoro Soetanto dan Winarto Prayogo, Komisaris Utama dan Komisaris PT ISA mengalami kerugian sekitar Rp 767.188.137.
 “Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 374 KUHP,” ucap jaksa Gede Willy Pramana saat membacakan surat dakwaan di ruang Cakra, Kamis (23/7/2020).

Dalam dakwaan terungkap, PT ISA yang bergerak dalam perdagangan alat-alat teknik dan bangunan didirikan pada Maret 2012, dengan Komisaris Utama Soendoro Soetanto, Komisaris Winarto Prayogo  dan terdakwa Endry Tandiono menjabat sebagai Direktur. 

Selain memiliki saham dan memegang jabatan sebagai direktur di PT ISA, ternyata terdakwa Endry Tandiono dan istrinya yang bernama Fetty Susana  juga memiliki toko penjualan alat-alat teknik dengan merek Hicon yang diberi nama Toko Mitra Aneka (MA).

Sejak Pebruari 2014 sampai dengan September 2016 Toko MA secara berkala membeli barang dari PT ISA dengan cara mencicil selama 90 hari atau tiga bulan.

Meski nyatanya cicilan pembayaran dari Toko MA kepada PT ISA tidak dibayar secara benar sesuai sistem pembayaran yang ada di PT ISA.

Kendati cara pembayaran Toko MA amburadul bahkan ada beberapa item barang yang belum terbayar, namun oleh terdakwa Endry Tandiono, Toko MA tetap diberikan kemudahan melakukan pembelian di PT ISA.

Pada saat PT ISA mengalami kesulitan keuangan, Sri Hartati Sutanti yang adalah akunting PT ISA menemukan data bahwa Toko MA tidak melakukan pembayaran sejumlah Rp 1.455.523.050 kepada PT ISA. Sebaliknya perhitungan dari Toko MA dinilai kalau PT ISA tidak melakukan pembayaran sejumlah Rp 1.450.066.227 kepada Toko MA.

Celakanya, pada 10 Januari 2017, selisih perhitungan tersebut dimanfaatkan oleh terdakwa Endry Tandiono untuk klop-klopan antara Toko MA dengan PT ISA. Hingga akhirnya Toko MA dinyatakan masih punya kelebihan uang sejumlah Rp 11.691.365, di PT ISA.

Mengetahui kejadian tersebut Komisaris Utama dan Komisaris PT ISA memerintahkan pada J.B Amiranto melakukan audit keuangan dan terungkap bahwa sejak bulan Pebruari 2014 sampai dengan bulan September 2016 Toko MA sebenarnya tidak melakukan pembayaran sejumlah Rp 2.633.820.498 kepada PT ISA.

Sedangkan sejak April 2014 sampai dengan bulan Nopember 2016 PT ISA juga melakukan pembelian barang dari Toko MA dan tidak dibayar sejumlah Rp 1.866.632.361 akibat kondisi keuangan perusahaan yang tidak baik.

“Dari perhitungan tersebut diketahui  terdapat selisih uang yang belum dibayarkan oleh Toko MA sejumlah Rp 767.188.137 kepada  PT ISA,” pungkas Jaksa Gede Willy membacakan dakwaan.

Ditemui selesai persidangan, Agus Salim Ghozali dan Basuki selaku kuasa hukum terdakwa Endry Tandiono, sepakat menilai adanya upaya kriminalisasi terhadap kliennya terkait kasus dugaan penggelapan tersebut. 

Menurur Salim Ghozali, dalam kiprahnya Soendoro Soetanto dan Winarto Prayogo yang menjabat sebagai Komisaris Utama dan Komisaris PT ISA, tidak menjadi penyeimbang di perusahaan. Bahkan faktanya menurut Salim Ghozali, keduanya terrnyata kerap ikut campur baik didalam maupun di luar PT ISA. Termasuk mengatasnamakan aset-aset PT ISA menjadi nama pribadi keduanya.

“Ini kriminalisasi. Kasus ini seharusnya masuk keranah perdata, sebab Klien saya Endry Tandiono sama-sama mempunyai saham di PT ISA,” ujar Salim Ghozali di PN Surabaya.

Sementara itu, Basuki kuasa hukum Endry Tandiono lainnya mengatakan, sebetulnya pada kasus ini tidak ada kerugian keuangan yang diderita oleh PT ISA. 

Munculnya angka Tujuh Ratusan Juta dalam didakwakan Jaksa dinilai Basuki sebagai komulatif bunga yang dibebankan secara sepihak oleh PT ISA terhadap Kliennya.

“Tidak ada kerugian, kan sudah ada klop-klopan. Angka itu hanya komulatif bunga, ingat PT ISA bergerak di bidang teknik, jadi mereka tidak mempunyai hak memberikan bunga. Sebab bunga adalah hak vetonya Bank Indonesia,” tambahnya.

Kepada awak media, Basuki juga menyatakan kalau perseteruan antara Kliennya dengan Soendoro Soetanto dan Winarto Prayogo sudah dilayangkan gugatan perdata dengan nomer perkara691/Pdt.G/2020/PN Sby.

“Yang digugat Winarto Prayoga, Soendoro Soetanto, Johanes Limardi Soenarjo dan Jono Suwito Teguh serta BPN kota Surabaya sebagai pihak turut tergugat,” pungkasnya. (Han)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait