CINDERAMATA. Direktur Utama Bank NTT, Harry Alexander Riwu Kaho, menyerahkan goody bag berupa hasil UMKM Binaan Bank NTT kepada Primus Dorimulu, Direktur Beritasatu Media Holdings. Hadir Bayu Prawira Hie yang adalah Digital Transformation Expert, bersama para tokoh media, beberapa saat seusai live talk show di studio Beritasatu TV Jakarta, Kamis (16/6) petang.
(Foto: Humas Bank NTT)
JAKARTA, beritalima.com 16 Direktur Utama Bank NTT, Harry Alexander Riwu Kaho, Kamis (16 Juni 2022), diundang hadir dalam Special Dialog, sebuah acara yang didesain khusus oleh manajemen Beritasatu TV Jakarta, untuk menampilkan tokoh-tokoh nasional yang geliatnya menginspirasi negeri.
Sembilan hari yang lalu, Primus Dorimulu, Direktur Beritasatu Media Holdings, yang juga presenter dalam program ini, menghadirkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Firli Bahuri dalam topik Firli Menjawab Keraguan Publik. Disana selama 50.36 menit Firli berbicara mengenai strateginya memberantas korupsi. Program ini juga panggung yang disiapkan untuk tokoh nasional yakni kepala negara hingga para menteri.
Dan, pada Kamis (26/6/2022) petang, Primus mendatangkan tiga narasumber berkelas, yang membahas sebuah topik special, yakni ‘Digitalisasi Bank untuk mendukung UMKM Provinsi’. Yang membanggakan adalah, Dirut Bank NTT Harry Alexander Riwu Kaho, diundang hadir mewakili sederetan pemimpin perusahaan daerah (BPD) di Indonesia, dalam program yang disiarkan secara live dari studio Berita Satu TV, Kamis pukul 16.00-17.00 Wita. Hadir bersama Alex dalam live talkshow di studio, Primus Dorimulu sebagai presenter dan Bayu Prawira Hie yang adalah Digital Tranformation Expert, sedangkan mengikuti secara daring, Wiweko Probojakti yang adalah Direktur TI, Konsumer dan Jaringan BPD Jawa Tengah.
Sebagai pengantar, Primus melontarkan pertanyaan mengenai apakah digitalisasi perbankan sudah menjadi kebutuhan nasabah ataukah belum, serta bagaimana prospek digitalisasi UMKM di NTT. Dijawab oleh Alex bahwa dunia sudah familiar dengan digitalisasi, berbeda dengan NTT yang karena kondisi topografi serta geografis berbeda-beda. Namun ini bukan kendala karena merupakan tantangan bagi sektor perbankan seperti Bank NTT untuk menyiasatinya. Bank NTT lalu secara masif berkolaborasi dengan semua pihak.
“Sehingga digitalisasi ini bisa dirasakan manfaatnya oleh semua pihak termasuk UMKM. Pandemi COVID menghantam fondasi ekonomi NTT dari level normal dari sebelumnya terkoreksi normal, hampir minus. Namun dalam kerja-kerja bersama dalam spirit yang sama, untuk membangun kembali fundamental ekonomi berbasis UMKM maka kolaborasi menjadi sebuah strategi untuk membangun sebuah ekosistem yang dalam ekosistem itu digitalisasi bisa dilakukan secara inklusi dengan berbagai pihak termasuk UMKM,”tegas Alex.
Memang digitalisasi membutuhkan kerja keras, sehingga Bank NTT pada 2019 melakukan review dan kajian untuk segera beradaptasi dengan kemungkinan terjadinya hal-hal yang tak diinginkan.
Ketika BI menghadirkan terobosan sistem pembayaran yang lebih modern, yakni penerapan QRIS ini menjadi salah satu terobosan untuk gaya atau model digitalisasi yang akan berkembang. “Bank NTT segera melakukan upgrade core banking sehingga bisa mengakomodir potensi-potensi peluang di kemudian hari. Setelah itu tahapan berikutnya adalah mereview tenaga-tenaga IT bank special hire maupun organik untuk mampu mendesain program-program yang berbasis potensi unggulan di NTT. Karena jika Bank NTT mau bersaing namun jika tak memiliki karakteristik yang kuat, maka akan tergerus dan tenggelam,”tegas Alex menambahkan produk dan layanan yang disiapkan oleh Bank NTT seperti melakukan diversifikasi produk, pendekatan-pendekatan yang tepat untuk usaha-usaha yang berbasis potensi lokal.
Dia bersyukur karena masyarakat mau beradaptasi. Apalagi dengan rasio elektronik dan rasio kelistrikan di NTT yang mulai membaik, membuat habid berubah dengan cepat termasuk masyarakat di pedesaan.
Alex merinci, setidaknya 6.000 UMKM binaan Bank NTT yang sudah bisa menggunakan layanan digital. Ini mengacu pada meningkatnya transaksi-transaksi digital dari hari ke hari. Ada beberapa kegiatan yang dihadirkan untuk mendukung digitalisasi terhadap layanan perbankan seperti Festival Desa Binaan Festival PAD dimana seluruh peserta sudah harus familiar dengan transaksi digital.
“Kami memantaunya dari kanal-kanal pembayaran ada peningkatan yang sangat signifikan. Trend kita menunjukkan pertumbuhan yang hampir mencapai 30 persen dan kita melihat adanya prospek yang sangat baik,”tegas Alex yang menambahkan saat ini Bank NTT memiliki kurang lebih 9.000 agen digital sejak 2019-2022. Dan ini sebuah lompatan eksponensial untuk pertumbuhan yang sangat luar biasa karena mereka punya modal sendiri dan bisa mempergunakan jasa layanan bank untuk berkreasi. Mereka pun bisa mengembangkan pola pembayaran yang ada. Ada Agen Dia Bisa, dikembangkan ke Lopo Dia Bisa, lalu Lopo Dia Bisa ini combine antara agen DIA Bisa dan UMKM yang ada sehingga disitulah marketplace itu ada karena mereka mengupload setiap produknya. Bank NTT memfasilitasi mereka dengan membuatkan E-Katalog.
“Untuk menjaga sustainable, maka kita terus mengembangkan keahlian warga, seperti packaging diperindah. Lewat kerjasama dengan Dekranasda, kita berkolaborasi sehingga lebih berkualitas dan layak di pasar. Seperti kolaborasi dengan KADIN NTT, UMKM kita menembus pasar di Singapura, Timor Leste dan sebagainya,”ujar Alex.
Pihaknya bersyukur karena NTT memiliki gubernur, bupati dan kepala daerah yang sangat peduli serta punya komitmen yang kuat misalnya untuk pemenuhan modal inti minimum yang mana semua sudah komit agar pada tahun 2023, pemenuhan modal inti ini terpenuhi Rp 3 Triliun. Di bagian akhir, Alex berkesimpulan bahwa dari sisi industri perbankan, apa yang sudah dilakukan oleh regulator dan tuntutan market itu tidak masalah. Namun dari sisi lain untuk menghidupkan sustainable perbankan dimana ada konsumer dan konsumen itu adalah UMKM, maka salah satu yang harus dilakukan oleh regulasi apalagi untuk daerah seperti NTT, yakni harus diberlakukan semacam relaksasi dalam regulasi sehingga merangsang pertumbuhan-pertumbuhan UMKM lebih bergairah.
Jika regulasi diterapkan secara umum tentu sulit sehingga dibutuhkan perlakuan khusus.
Sementara itu Bayu Prawira Hie saat itu mempertegas bahwa memang BPD dimiliki oleh Pemda dengan sasaran adalah ASN. Hal ini bagus dan menjadi modal income yang reguler namun dia menyarankan agar jangan lupa bahwa misi sebuah BPD adalah menjadi agen pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu adalah tepat jika bank mulai menyasar sektor UMKM. “BPD ini benar-benar harus merangkul masyarakat, selain karena misinya, juga agar mereka bisa berkembang serta terciptanya keeratan BPD dengan masyarakat. BPD harus membangun sentimen dari masyarakat sehingga mereka pun mau agar banknya harus lebih bagus. Ini tugas bagi BPD. Agar BPD tidak saja menyasar kredit konsumtif dan produktif”, pungkasnya. (*)