SURABAYA – beritalima.com, Reinhard Oliver ST, Kabid pemetaan tata ruang Dinas Cipta Karya Pemkot Surabaya diperiksa sebagai saksi dibidang perijinan pada kasus amblesnya Jalan Raya Gubeng.
Reinhard mengaku tidak tahu saat ditanya oleh Jansen Sialoho ketua tim penasehat hukum tiga terdakwa dari PT Nusa Konstruksi Enjiniring (NKE) terkait statusnya sebagai tersangka dalam kasus ini.
“Saudara tersangka ya, saya menemukan dalam berkas penyitaan barang bukti kalau status saudara tersangka,” kata Jansen Sialoho saat betanya pada saksi Reinhard di ruang sidang Cakra, Senin (21/10/2019).
“Saya tidak tau, saya hanya sebagai saksi dan berkas-berkas saya disita polda,” jawab Reinhard.
Tak lama kemudian, baik jaksa penuntut umum maupun majelis hakim langsung melakukan kroscek pada berkas yang diungkap oleh Jansen Sialoho. Selanjutnya, Ketua majelis hakim R Anton Widyopriyono meminta agar Reinhard untuk melakukan klarifikasi ke penyidik Polda Jatim.
“Silahkan saudara untuk klarifikasi ke penyidik,” ujar hakim R Anton yang disambut kata siap dari Reinhard.
Sebelumnya pada saat diperiksa sebagai saksi, Reinhard mengatakan bahwa salah satu tugasnya adalah memproses pengajuan Surat Keterangan Rencana Kota (SKRK). Sebab setiap pembangunan wajib mengajukan SKRK terlebih dulu.
“SKRK diajukan sebelum pembangunsn dilaksanakan. SKRK itu awalnya, setelah itu baru IMB, kemudian Amdal Lalin dan HO. Kalau syarat tidak terpenuhi maka perijinan tidak dapat diproses,” kata Reinhard.
Dijelaskan oleh Reinhard, pengajuan pembangunan RS Siloam tahun 2013, sedangkan untun pengembangan perijinan RS. Siloam diajukan oleh PT. Saputra Karya (SK). Pada tahun 2013 permohonanya hanya 20 lantai ke atas dan 2 lantai kebawah dengan melampirkan 11 surat tanah Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB).
“Namun pada 2015 dirubah 30 lantai ke atas dan 3 lantai kebawah. Perubahan itu diajukan oleh Pak Edi Sambuaga dan Pak Susanto dengan melampirkan 17 surat tanah,” jelasnya.
Diterangkan Reinhard, perubahan RS. Siloam dari 20 lantai menjadi 30 lantai dan basemen 3 kebawah tersebut disetujui pihaknya sebab sesuai Perwali Nomor 57 tahun 2015 penambahan tersebut masih terpenuhi.
“Untuk jalan Raya Gubeng tata ruangnnya dipergunakan untuk perdagangan dan jasa. PT. Tata Prima Indah sebagai pemilik lahan sedangkan PT. Saputra Karya sebagai pihak yang mengajukan perijinan,” tambah Reinhard.
Menurut Reinhard, perijian RS Siloam ada dua kepala bidang yang bertanggung jawab, yakni bidang tata ruang serta bidang gedung dan bangunan. Namun kedua bidang tersebut tidak dapat menghentikan pembangunan sepanjang tidak ada pelaporan dari masyarakat.
“Sepanjang ada pelaporan kita dapat menghentikan pembangunan. Pihak dinas tidak melakukan pengawasan, hanya berdasarkan pengaduan saja.
iMB untuk PT. SP sudah terbit, namun sekarang ini diamankan Polda Jatim. IMB dapar dicabut bila ditemukan ada pemalsuan data,” tambahnya.
Terpisah, Usai persidangan Rachmat Hari Basuki mengaku tidak tahu dengan status Reinhard. Ia pun meminta awak media untuk bertanya ke Polda Jatim.
“Dalam BAP memang saksi, Untuk keterangan tersangka yang ada dalam berkas penyitaan barang bukti silahkan tanyakan ke penyidik saja,” katanya.
Tak hanya itu saja, Rachmat Hari Basuki juga mengaku bahwa pemohon perijinan yakni Edi Samboaga dan Susanto tidak masuk dalam daftar saksi.
“Tidak ada, keduanya tidak ada dalam berkas perkara,” ujar JPU Rachmat Hari Basuki.
Sementara, Martin Suryana selaku ketua tim penasehat hukum tiga terdakwa dari PT Saputra Karya menganggap hanya kesalahan administrasi.
“Itu perlu klarifikasi saja, karena di berkas tertulis begitu. Jadi kadang-kadang diberkas ini banyak yang nggak sesuai dan menurut hemat saya itu hanya kesalahan administratif,” pungkas Martin Suryana.
Untuk diketahui, Reinhard Oliver ST, bersaksi untuk 6 terdakwa pada kasus Jalan Raya Gubeng Ambles. Dari PT Nusa Konstruksi Enginering (NKE) ada tiga terdakwa yakni Budi Susilo (direktur operasional), Aris Priyanto (site manajer) dan Rendro Widoyoko (project manajer. Sedangkan dari PT Saputra Karya (SP) juga ada tiga terdakwa yaitu Ruby Hidayat, Lawi Asmar Handrian, dan Aditya Kurniawan Eko Yuwono.
Pada perkara ini, Para terdakwa didakwa dengan Pasal berlapis. Pada dakwaan kesatu, mereka dianggap melanggar Pasal 192 ayat (1) ke 1 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Sedangkan dalam dakwaan kedua, mereka disangkakan melanggar 63 ayat (1) UU RI Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1.(Han)