SURABAYA – beritalima.com, Ronald Talaway, menyesalkan sikap Kejaksaan Tinggi Jawa Timur melakukan pencekalan terhadap kliennya dalam kasus dugaan penyalahgunaan aset Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, yakni Gelora Pancasila.
Menurut Ronald, Kejati Jatim terlalu terburu-buru menetapkan status cekal terhadap Prawiro Tedjo, Ridwan Soegijanto dan Wenas Panwell. Pasalnya, ketiga kliennya tersebut baru dua minggu lalu menjalani pemeriksaan sebagai saksi. Itupun dalam hal pengumpulan bahan keterangan (pulbaket). “Saya akan berkirim surat ke Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk meninjau kembali penetapan status cekal terhadap klien kami,” katanya, Senin (26/2/2018).
Ronald juga menjelaskan, saat ini perkara gedung Gelora Pancasila yang ada di Jalan Indragiri ini masih dalam kasasi di Mahkamah Agung. Kasasi ini dalam sengketa perdata. “Nah, kan tidak bisa satu perkara perdata dan itu belum selesai kemudian di perkarakan secara pidana. Kita tidak tahu ada masalah apa ini. Kalau korupsi, yang mana. Pemerintah tidak dirugikan, justru klien kami yang dirugikan,” ujarnya sedikit bertanya.
Belum lagi nama-nama kliennya yang dicekal tersebut diumumkan secara terbuka. Padahal, kata dia, nama saksi ketika mereka dikenakan status cekal harusnya disamarkan. Pengumuman nama secara terbuka itu dianggap merugikan nama baik ketiga saksi. “Kami memiliki sejumlah bukti yang lengkap bahwa aset gedung Gelora Pancasila itu bukan milik Pemkot Surabaya. Pemkot Surabaya sudah memperkarakan aset gedung ini sejak 1995 lalu dan selalu kalah. Ketika kami ingin mengurus sertifikat, pemkot menggugat lagi. Akhirnya sertifikat tanah tidak jadi-jadi karena masih sengketa,” keluh Ronald.
Bukti-bukti yang sudah disiapkan diantaranya, surat dari wali kota Surabaya perihal tanah lokasi di Gelora Pancasila. Dalam surat yang keluar di tahun 1994 itu menyebutkan, gedung Gelora Pancasila yang ada di Jalan Indragiri Nomor 6 Surabaya bukan aset Pemkot Surabaya. Surat ini dengan surat gubernur Jatim di tahun yang sama. Surat itu menyebutkan, gedung Gelora Pancasila bukan aset Pemprov Jatim. Biaya pembangunan gedung juga dari dana masyarakat. “PT Setia Kawan Abadi (Prawiro Tedjo, Ridwan Soegijanto, Wenas Panwell) beli gedung Gelora Pancasila dari Yayasan Gelora Pancasila. Ini swasta. Jadi jual beli antar swasta,” tandas Ronald.
Untuk diketahui, kasus ini bermula dari laporan Wali Kota Tri Rismaharini ke beberapa penegak hukum mulai Kejaksaan, Kepolisian hingga KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Risma melaporkan 11 aset Pemkot Surabaya yang jatuh ke tangan swasta. Beberapa di antaranya dalam upaya kasasi terus berusaha dipertahankan Risma.
Ada pun 11 aset tersebut di antaranya PDAM Jl Basuki Rahmat 119-121 Surabaya , PDAM Jl Prof Dr Moestopo No 2 Surabaya, Gedung Gelora Pancasila Jl Indragiri No 6 Surabaya , Waduk Wiyung di Kelurahan Babatan Kecamatan Wiyung , tanah aset Pemkot Surabaya Jl Upajiwa Kelurahan Ngagel Kecamatan Wonokromo (Marvell City/PT Assa Land) dan Kolam Renang Brantas Jl Irian Barat No 37-39.
Sedangkan untuk kasus aset Gelora Pancasila, Kejati Jatim sudah meminta keterangan kepada semua pihak terkait, termasuk dari Pemkot Surabaya. Sehingga pada awal Februari 2018, penanganan kasus yang semula level penyelidikan, kini naik menjadi penyidikan. Sayangnya pada level penyidikan ini Kejati Jatim belum menetapkan tersangka, dengan alasan masih Dik (Penyidikan) umum. (Han)