Disinyalir Otoriter dan Refresif, Kajari Gunakan Satpam Nggak Menghargai Tugas Jurnalis

  • Whatsapp

Jakarta | beritalima.com — Kini sorotan tajam diarahkan pada Kejaksaan Negeri Jakarta Timur sebelumnya harmonis sejumlah awak media bisa meliput namun sekarang ini mendapat perlakuan tidak pantas berupa teguran dan larangan peliputan di area Kejari Jaktim.

Ironis, ketika wartawan tengah duduk di Pos Yankum sekitar pukul 17.30 wib, tepatnya diseberang pintu gerbang utama ditegur langsung oleh petugas keamanan.

“Semua aktivitas, termasuk awak media, sudah tidak diperbolehkan berada di area gedung setelah pukul 16.00 WIB,” ujar salah satu Satpam kepada awak mdia, Kamis (7/8/2025).

Dari pengakuan sumber informasi, teguran itu tidak hanya sekali bahkan kembali ditegur dengan intonasi yang tinggi. “Ini sudah bukan jam kantor. Tolong hargai kami bertugas. Sesuai instruksi, kalian sudah tidak ada kepentingan di sini. Silakan tinggalkan tempat ini,” terang Satpam yang diulang sumber informasi yang dirahasiakan.

Namun teguran itu informasinya berdasarkan instruksi lanhsung dsri Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Timur yang baru, Dedy Priyo Handoyo yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Bagian Pengembangan Pegawai pada Biro Kepegawaian Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung.

Dengan latar belakang Kajari tersebut harapan media membawa semangat untuk berkomunikasi yang fair dan kolaboratif namun kebalikannya awak media justru merasakan suasana tertutup dan minim ruang dialog.

Lanjutnya, awak media mencoba menghubungi Dedy Priyo Handoyo baik telepon langsung maupun melalui pesan whatsapp ternyata hingga berita diturunkan tidak ada respon.

Padahal, kebijakan yang membatasi akses media di ruang publik milik negara, apalagi tanpa kejelasan regulasi tertulis, berpotensi melanggar prinsip keterbukaan informasi publik sebagaimana tertuang dalam UU No 14 Tahun 2008.

“Kami tidak mengganggu jalannya pekerjaan. Kami hanya duduk di ruang terbuka, tanpa mengakses area internal. Tapi kami malah diperlakukan seolah-olah sebagai ancaman,” ujar salah satu jurnalis yang enggan disebut namanya.

Upaya awak media untuk menunggu dan menemui langsung Kajari pun tidak membuahkan hasil.

Langkah sepihak yang tertutup ini menimbulkan pertanyaan serius:

Apa yang sebenarnya sedang disembunyikan? Mengapa media dipersempit ruang geraknya di tempat yang seharusnya terbuka untuk publik?

Sebagai institusi penegak hukum, Kejaksaan semestinya menjadi contoh dalam menjunjung tinggi transparansi, profesionalisme, dan akuntabilitas. Bukan sebaliknya—menutup diri, membatasi akses pers, dan membiarkan pertanyaan publik menggantung tanpa jawaban.

Jurnalis : Dedy Mulyadi

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait