JAKARTA, Beritalima.com, Peraturan Pemerintah (PP) No:43/2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bisa dimanfaatkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) anti korupsi.
Itu mengemuka dalam diskusi Empat Pilar MPR dengan tema ‘PP 43/2018 dengan TAP MPR Nomor XI/1998 Sinergi Berantas Korupsi? di Press Room DPR RI Gedung Nusantara III Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (12/10) dengan pembicara anggota MPR RI Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani dan pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar.
Arsul, anggota Komisi III DPR RI ini menilai PP tersebut bukanlah hal baru. Hanya pergantian saja dari PP yang ada sebelumnya. “Ini cuma penyempurnaan saja. Artinya lebih didetilkan angka hadiahnya,” jelas Arsul.
Dia malah mengkhawatirkan, dengan PP tersebut akan lahir lembaga-lembaga swadaya masyarakat anti korupsi yang akan memanfaatkan PP tersebut. “Jangan sampai nanti lahir LSM yang bergerak di bidang pemberantasan korupsi dan kualifikasinya tidak jelas. Mereka bisa memanfaatkan masalah korupsi ini. Ini ke depan harus diantisipasi,” jelas Arsul.
Karena itu menurut politisi PPP itu, PP ini harus diatur dengan peraturan lebih kanjut. Kalau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan peraturan yang dibuat KPK. Begitu juga dengan kepolisian dan kejaksaan.
Bukan itu saja jelas Arsul, PP tersebut juga belum memberikan jaminan keamanan bagi bagi si pelapor karena hanya memuat soal pemberian penghargaan. Karena itu, dia lebih cenderung UU yang ada diperkuat dengan merevisi UU tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). “Kalau menurut saya, dengan merevisi UU Tipikor,” ujar Arsul Sani.
Abdul Fickar Hadjar mengamani pernyataan Arsul Sani tersebut. Karena menurut dia, selagi ada kekuasaan pasti ada korupsi. Dia mencontohkan seorang kepala daerah yang terpilih akan memikirkan untuk mengembalikan modal saat menjadi calon kepala daerah.
“Begitu juga sama dengan anggota DPR, mereka akan memikirkan bagaimana cara untuk mengembalikan modal. Jadi selagi ada kekuasaan maka korupsi itu akan ada. Inilah yang akan dimanfaatkan LSM dengan adanya PP ini,” jelas Fickar.
Selain itu, Abdul Fickar Hadjar juga mengkritisi PP tersebut dikeluarkan Pemerintahan Jokowi saat waktu kampanye Pilpres 2019. Mengapa PP tersebut tidak dikeluarkan sebelum atau setelah masa kampanye.
“Kenapa tidak sebelum kampanye. Saya yakin ini PP sudah selesai sebelum kampanye. Meski pemerintah punya kewenangan tapi tidak dikeluarkan pas kampanye. Sama dengan bantuan sosial lainnya kepada masyarakat harusnya ditahan. Memang pemerintah berkuasa punya kewenangan, tapi secara etik politis harusnya ditahan dulu sampai pemilu ini selesai,” demikian Abdul Fickar Hadjar. (akhir)