SURABAYA, Beritalima.com-
Guna memperkuat sektor peternakan dan mengakselerasi pemulihan produksi pasca wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) serta Lumpy Skin Disease (LSD), Pemprov Jatim melalui Dinas Peternakan (Disnak) Jatim menggelar Rapat Evaluasi Akhir Pengendalian Penyakit Hewan dan Pembangunan Peternakan.
Kegiatan yang dihadiri 300 peserta dari berbagai instansi terkait ini berlangsung di Hotel Morazen Surabaya, 28–29 November 2024.
Rapat tersebut sebagai upaya Provinsi Jawa Timur mempertahankan posisi sebagai Lumbung Pangan Nasional dengan Gudang Ternak Nasional, meskipun sempat mengalami penurunan populasi sapi disebabkan wabah PMK (Penyakit Mulut dan Kuku) dan Lumpy Skin Disease (LSD) atau cacar sapi/kerbau.
Kegiatan tersebut dalam rangka akselerasi pembangunan peternakan untuk pemulihan produksi ternak pasca wabah PMK dan LSD di Jawa Timur.
Sebagaimana diketahui, Provinsi Jatim menyumbang 62 persen populasi sapi perah nasional dan 28 persen populasi sapi potong.
Sedangkan produksi susu segar mencapai 446.343 ton pertahun atau 54 persen dari total nasional, sementara produksi daging mencapai 102.711 ton per tahun atau 20 persen dari total nasional.
Selain itu, acara ini menjadi momen penting untuk mengevaluasi kinerja pengendalian penyakit hewan, program peningkatan populasi ternak, hingga persiapan fasilitas Rumah Potong Hewan (RPH) menuju sertifikasi halal.
Pj. Gubernur Jatim Adhy Karyono pada sambutannya saat membuka acara mengatakan, dalam menjaga status provinsi Jatim sebagai gudang ternak dengan pemasok daging dan susu surplus, maka pemerintah mendorong peningkatan produktivitas ternak melalui pengawasan ketat terhadap pemotongan sapi produktif, pengelolaan lingkungan peternakan, serta investasi di sektor peternakan.
Menurutnya, rapat evaluasi akhir ini sebagai upaya untuk mendapatkan solusi bersama, terutama dalam mengendalikan dan mengantisipasi adanya penyakit hewan menular, seperti PMK, LSD, dan lainnya.
“Selain itu ada kebijakan yang harus kita lakukan untuk memperkuat koordinasi dan kerjasama serta sharing anggaran antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota) terkait dengan adanya perubahan kebijakan pengalokasian anggaran dekonsentrasi dari pusat (Kementan) berupa refokusing pada tahun 2025,” katanya.
Adhy menyampaikan, pihaknya tidak ingin proses pengendalian penyakit menular maupun inseminasi buatan terganggu karena kebijakan tersebut.
“Dengan adanya evaluasi ini, maka harus ada solusi dan seluruh Kepala Dinas Peternakan seluruh Kabupaten/kota hadir mengambil kebijakan dan memberikan masukkan sama-sama untuk menyelesaikan masalah,” harapnya.
Adhy mengakui kalau saat ini Provinsi Jatim sangat cepat dalam menangani PMK.
“Dan ini semua pengalaman kita. Karena Jatim sebagai gudang ternak dan pemasok daging dan susu surplus, maka keberadaannya harus diperhatikan. Keberadaan lumbung pangan nasional bisa terkoreksi hanya karena penyakit,” ujarnya.
Di tempat yang sama, Kepala Disnak Jatim Indyah Aryani menyampaikan, tujuan dilakukan pertemuan evaluasi akhir pengendalian penyakit dan pembangunan peternakan adalah untuk melakukan evaluasi kinerja pengendalian penyakit PMK dan LSD melalui vaksinasi pada tahun 2024 dan melakukan sosialisasi rencana tindak lanjut pada tahun 2025;
Dikatakan, meskipun wabah PMK dan LSD belum sepenuhnya tuntas, upaya bersama telah berhasil mengendalikan dampaknya.
“Melalui vaksinasi dan kerja keras berbagai pihak, Jawa Timur mampu menunjukkan capaian signifikan dalam pengendalian penyakit hewan,” paparnya.
Indyah Ariyani menjelaskan bahwa penyakit menular saat ini memang masih menjadi fokus, baik PMK maupun LSD. Meskipun sudah jauh terkendali, namun vaksinasi perlu digencarkan untuk mengantisipasi penyebaran virus.
“Tidak banyak sih, tidak seperti PMK. Ini spoting-spoting tapi relatif terkendali. Beberapa di Tuban tapi sudah teratasi,” ujar Indyah.
“LSD sendiri pengendaliannya dengan vaksinasi. Memang sudah ada beberapa vaksin kami alokasikan ke kabupaten/kota, namun memang jumlahnya belum mencukupi sehingga kita butuh sharing anggaran,” terangnya.
Rapat ini juga menyoroti langkah ke depan dalam pembangunan sektor peternakan. Termasuk akselerasi program inseminasi buatan, penataan RPH halal, serta penguatan investasi peternakan untuk mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Pada kesempatan ini juga dilakukan pemberian penghargaan kepada pemerintah daerah dan individu berprestasi di bidang peternakan, seperti Sertifikasi ISO 37001:2016 untuk sistem manajemen anti-penyuapan, penghargaan kepada daerah dengan pelaporan kelahiran hasil inseminasi buatan terbanyak.
Kemudian sertifikat halal RPH ruminansia untuk 7 kabupaten/kota, serta penyerahan simbolis buku Road Map Perbibitan Sapi Potong dan Sapi Perah Jawa Timur 2025–2029.
Indyah berharap kegiatan ini dapat menjadi momentum bagi Jatim untuk terus memimpin dalam sektor peternakan di Indonesia.
Menurutnya, dengan sinergi antara pemerintah, organisasi profesi, dan masyarakat peternakan, Jawa Timur siap menghadapi tantangan ke depan demi menciptakan industri peternakan yang tangguh, berkelanjutan, dan berdaya saing.(Yul)