JAKARTA, Beritalima.com– Puluhan petambak garam di Kabupaten Pamekasan dan Sumenep, Madura, Jawa Timur menyampaikan keluh kesah mereka kepada Ketua DPD RI, AA La Nyalla Mahmud Mattalitti. Selain para petambak, La Nyalla juga bertemu dengan para kepala desa, pengurus Muslimat dan Fatayat NU serta pengurus Kadin setempat.
Aduan itu disampaikan di sela masa reses Ketua DPD RI itu di Madura selama dua hari, Rabu dan Kamis (18-19 Maret 2020).
Kepada La Nyalla, para petambak garam di Pamekasan mengaku, sudah tidak tahu lagi harus berbuat apa karena sudah menyampaikan kepada semua instansi di level kabupaten hingga provinsi, tetapi tidak membuahkan hasil.
“Kami sebenarnya ingin bisa bertemu Presiden, supaya mendengar langsung dari kami pak. Kami di sini sudah sangat susah dan menderita pak. Sudah tidak mampu membiayai sekolah anak kami pak,” ungkap koordinator petambak garam Pamekasan, Iswanto.
Dikatakan, produksi garam petambak di Madura sesuai standar mutu dengan NHCL up 97. Artinya sudah cukup memenuhi syarat untuk industri aneka pangan dan diolah menjadi garam konsumsi. Namun, pemerintah tetap membuka kran impor, sehingga harga garam petambak jatuh dan tidak terserap. “Harga garam sekarang di kisaran Rp 300. Bahkan bahkan ada yang di bawah itu. Jauh di bawah harga pokok produksi. Kan mati semua kami,” urai Iswanto.
Aduan senada terkait garam juga diterima La Nyalla ketika di Sumenep. Asosiasi Masyarakat Garam (AMG) juga menyampaikan hal yang sama. Atas aduan itu, La Nyalla berjanji akan menyampaikan kepada Presiden agar ada revisi Perpres No: 71/2015, tentang penetapan dan penyimpanan barang kebutuhan pokok penting, dimana saat ini, garam tidak termasuk di dalamnya.
“Garam juga kebutuhan pokok dan komoditas penting karena tidak hanya untuk dikonsumsi, tetapi juga industri. Karena kalau masuk dalam Perpres tersebut, akan ditetapkan standar harganya juga. Baik harga pokok produksi (HPP) maupun harga eceran tertinggi (HET). Artinya para petambak lebih terlindungi dan memiliki kepastian,” ungkap dia.
La Nyalla juga akan memanggil PT Garam untuk mendengar dari sisi mereka. Apa problemnya, sehingga hasil panen petambak garam rakyat tidak terserap semuanya. “Langkah terakhir, mungkin kami akan meninjau ulang UU Aneka Pangan. Karena beberapa cluster industri pengguna garam kan dihapus dalam UU itu sehingga tidak harus menyerap garam rakyat. Tetapi boleh menggunakan garam impor.”
Yang tidak kalah penting, lanjut La Nyalla adalah dukungan pemerintah dalam hal meringankan biaya logistik. Mulai dari pengumpulan garam rakyat, hingga pengiriman ke sentra industri. Sebab, secara teori impor memang lebih efisien.
“Misalnya, untuk kawasan industri di Sumatera, tinggal impor dan bongkar di pelabuhan Belawan. Selesai. Lebih murah daripada harus ambil di Madura. Nah ini menjadi domain pemerintah untuk membantu,” ujar mantan Ketua Umum Kadin Jawa Timur itu.
Muslimat dan Fatayat NU Sumenep berharap La Nyalla agar menyampaikan kepada instansi terkait dan Pemerintah Pusat, tentang perlunya armada ambulance laut di Sumenep, khususnya di pulau-pulau berpenghuni yang jarak tempuh ke Sumenep cukup jauh.
“Ambulance laut tersebut sangat diperlukan bagi ibu yang akan melahirkan yang harus dirujuk ke rumah sakit di Sumenep. Beberapa kasus ibu hamil meninggal karena kritis terjadi di perjalanan laut di perahu penumpang,” ungkap Ketua Muslimat Sumenep Hj Eva Cholifah. (akhir)