Ditjenpas Sosialisasikan Permenkumham No.7 Tentang Remisi Koruptor

  • Whatsapp

JAKARTA – Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) sosialisasikan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) RI Nomor 7 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Permenkumham RI Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.

Sosialisasi ini disampaikan kepada seluruh Kepala Divisi Pemasyarakatan (Kadivpas), Kepala Unit Pelaksana Teknis (Ka. UPT) Pemasyarakatan, beserta jajaran secara virtual dari Ruang Rapat Dr. Sahardjo, Kantor Pusat Ditjenpas, Kamis (3/2).

Terbitnya Permenkumham RI Nomor 7 Tahun 2022 merupakan tindak lanjut dari putusan Mahkamah Agung (MA) RI Nomor: 28P/HUM/2021 tanggal 28 Oktober 2021 yang menyatakan Pasal 34A ayat (1) huruf a dan ayat (3) serta Pasal 43A ayat (1) huruf a dan ayat (3) Peraturan Pemerintah (PP) RI Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas PP RI Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang mempunyai kekuatan hukum tidak tetap. Melalui pertimbangan tersebut, Ditjenpas perlu melakukan sosialisasi terhadap Permenkumham RI Nomor 7 Tahun 2022.

Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas), Reynhard Silitonga, meminta seluruh Kadivpas dan Ka. UPT Pemasyarakatan memedomani 3+1 Pemasyarakatan Maju, yakni, Tiga Kunci Pemasyarakatan Maju dan Back to Basics sehingga Permenkumham RI Nomor 7 Tahun 2022 dapat terimplementasi dengan baik dengan tetap memenuhi hak-hak WBP.

“Kunci Pemasyarakatan Maju 3+1 perlu dipedomani sebagai syarat implementatif dalam menyosialisasikan Permenkumham ini,” tegas Dirjenpas.

Reynhard juga menegaskan kepada seluruh Kadivpas dan Ka. UPT Pemasyarakatan bahwa dalam pelaksanaan sosialisasi nantinya agar selalu responsif dan memperhatikan permasalahan yang ada di lapangan serta segera temukan solusinya.

“Saya sampaikan kepada Kadivpas dan Ka. UPT, temukan masalah dan selesaikan masalah dengan cepat. Ini adalah kunci menjadi insan Pemasyarakatan yang hebat,” ucap Reynhard.

Ditjenpas telah melakukan langkah responsif untuk menghindari kekosongan hukum apabila dalam 90 hari kerja tidak terdapat upaya pencabutan pasal-pasal dalam PP RI Nomor 99 Tahun 2012 sehingga aturan pelaksanaan terhadap pasal-pasal yang dilakukan pencabutan harus segera disesuaikan dan secara operasional siap untuk mengakomodir perubahan yang diamanatkan oleh putusan MA tersebut.

Alhasil, Ditjenpas mengeluarkan Permenkumham RI Nomor 7 Tahun 2022 sebagai perubahan kedua atas Permenkumham RI Nomor 3 Tahun 2018 yang mengatur tentang syarat dan tata cara pemberian Remisi, Asimilasi, dan Integrasi.

“Permenkumham RI Nomor 3 Tahun 2018 adalah peraturan pelaksana yang terdampak dari putusan MA ini sehingga terdapat penyesuaian beberapa ketentuan di dalamnya dan reformulasi beberapa materi yang selaras dengan putusan MA agar sepenuhnya dapat dijalankan para pelaksana di UPT Pemasyarakatan,” tambah Dirjenpas.

Reynhard juga mengingatkan jangan ada pihak-pihak yang mencari celah atau mencoba peruntungan dengan mengail di air keruh untuk kepentingan pribadi maupun kelompok. Semua sudah diatur dalam peraturan, maka laksanakan sesuai koridor hukum.

“Saya berpesan kepada seluruh insan Pemasyarakatan agar tetap melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya,” pesan Dirjenpas.

Sejalan dengan itu, Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi, Thurman Hutapea, menyampaikan agar seluruh insan Pemasyarakatan melaksanakan dengan baik Permenkumham RI Nomor 7 Tahun 2022 tanpa ada penyimpangan, khususnya kepada WBP.

“Laksanakan dengan baik Permenkumham RI Nomor 7 Tahun 2022 ini. Jangan ada hak narapidana yang terabaikan,” ucap Thurman.

Sementara itu, Ketua Tim Pembentuan Permenkumham RI Nomor 7 Tahun 2022, Junaedi, meminta seluruh Kadivpas dan Ka. UPT Pemasyarakatan memahami konsideran ini dengan sebaik-sebaikanya sehingga dalam penyampainnya nanti tidak terdapat kesalahpalahan atau miss understanding serta tidak mencederai pemenuhan hak-hak WBP.

“Saya harapkan seluruh Kadivpas dan Ka. UPT wajib memahami dan memperhatikan dengan baik konsideran dari Permenkumham ini agar dalam implementasinya tidak menimbulkan persepsi yang berbeda,” harapnya.

Junaedi juga menyatakan tidak ada pembatalan PP RI Nomor 99 Tahun 2012, namun ada diktum dalam pasal yang termaksud dalam Pasal 34A ayat (1) huruf a dan ayat (3) serta Pasal 43A ayat (1) huruf a dan ayat (3) PP RI Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas PP RI Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak WBP mempunyai kekuatan hukum tidak tetap.

“Jadi, saya katakan tidak ada pembatalan PP RI Nomor 99 Tahun 2012, hanya saja ada beberapa pasal dalam diktum ini yang mengalami perubahan dan pembatalan sesuai putusan MA,” tegas Junaedi.

Junaedi menambahkan hal ini dilaksanakan sebagai bentuk pemenuhan hak-hak WBP tanpa mengurangi esensi dari poin-poin pada pasal yang tercantum dalam PP RI Nomor 99 Tahun 2012. Selain itu, Permenkumham ini sifatnya implementatif sehingga dapat langsung dilakasanakan di UPT tanpa menunggu petunjuk teknis dari Permenkumham ini.

“Permenkumham ini dapat langsung diimplementasikan. Jadi, tidak usah menunggu petunjuk teknisnya,” ucap Junaedi.

Selanjutnya, Junaedi menyampaikan Permenkumham RI Nomor 7 Tahun 2022 memunculkan inovasi baru terkait objektivitas dalam melaksanakan penilaian pembinaan narapidana, yakni Sistem Penilaian Perilaku Narapidana yang diharapkan meningkatkan public trust terhadap perkembangan perilaku narapidana di Lapas maupun Rutan.

“Ini adalah perintah langsung dari Pak Dirjen agar dilaksanakan dengan baik sehingga dalam penilaiannaya masyarakat dapat menilai secara objektif terkait perkembangan perilaku narapidana di Lapas/Rutan,” tutup Junaedi.

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait