SURABAYA – beritalima.com, Dian Seicillia menangis sejadi-jadinya. Dia menilai tuntutan 4 tahun 6 bulan
yang dibacakan Jaksa Gede Willy Pramana terhadap Irwan Tanaya dan Benny Soewanda dalam kasus keterangan palsu tidak masuk akal. Dian Seicillia adalah istri dari terdakwa Irwan Tanaya.
Jaksa Gede Willy Pramana, dalam tuntutannya menyatakan terdakwa Irwan Tanaya dan Benny Soewanda bersalah melanggar Pasal 266 ayat (1) Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dengan pertimbangan memberatkan, bahwa kedua terdakwa berbelit-belit selama persidangan. Lalu, perbuatan terdakwa itu berpotensi menghilangkan gaji pelapor Richard Sutanto sebesar Rp 58 juta. Sementara pertimbangan yang meringankan adalah kedua terdakwa belum pernah dihukum dan mereka merupakan tulang punggung keluarga.
Usai persidangan, keluarga Irwan Tanaya yang hadir dalam persidangan merasa kasus keterangan palsu ini merupakan dendam yang dibungkus dan dikemas dengan hukum.
“Pak Jokowi tolong pak. Anak saya dijerumuskan ke sel. Padahal, anak saya tidak salah. Kami butuh keadilan pak presiden. Tolong bantu kami agar hukum di Indonesia ditegakkan seadil-adilnya,” kata ibu terdakwa Irwan, Swee usai persidangan di PN Surabaya, Rabu (19/1/2022).
Ditempat yang sama, juru bicara tim penasihat hukum terdakwa, Drs Bima Putera Limahardja, SH menilai ada kejanggalan dalam tuntutan itu. Bisma menilai ada pertimbangan jaksa yang tidak ada dalam dakwaan. Yakni, pelapor yang merasa dirugikan karena gajinya Rp 58 juta hilang. “Pertimbangan itu tidak pernah sama sekali tertuang dalam dakwaan sebagai obyek perkara. Di dakwaan hanya tertuang kalau Richard Sutanto mengalami kerugian sebesar 200 lembar saham. Total kerugian yang dialami saksi pelapor itu sebesar Rp 200 juta,” katanya selepas sidang.
Parahnya lagi tegas Bisma, di persidangan awal, Richard sendiri tidak mengakui isi dakwaan JPU. “Pelapor tidak mengetahui isi dakwaan. Ia malah menyalahkan dakwaan jaksa. Kalau korban atau pelapor saja sudah membantah, terus persidangan ini jalan atas dasar apa? Apalagi sampai tuntutan,” tegas Bisma.
Juga saksi penting yakni notaris Adhi Nugroho tidak dihadirkan dalam persidangan. Padahal, berkaitan pemberian keterangan palsu sesuai dalam pasal 266. “Kenapa notaris sebagai sosok yang menerbitkan akte tidak dihadirkan dalam pemeriksaan ataupun dalam persidangan. Anehnya lagi, kenapa kasus ini dinyatakan lengkap di kejaksaan,” ucapnya.
Lalu, kalau Richard mengaku ada kerugian, fakta yang ditemukan selama persidangan, saham yang dituduhkan tadi tetap ada. Selain itu, ahli juga mengatakan kalau RUPS luar biasa itu dilakukan sudah sesuai dengan SOP. “Ahli juga menegaskan kalau kasus ini harus ada keterangan notaris,” bebernya.
Karena itu, Bima menegaskan kalau tuntutan jaksa itu tidak sesuai dengan fakta persidangan. Karena itu, tim penasihat hukum terdakwa itu akan melaporkan kondisi yang mereka alami itu ke presiden RI dan ke Kejaksaan Agung. “Hukum jangan tajam ke bawah dan tumpul ke atas dong,” tegasnya.(Han)