Djarot: PPHN Miliki Peran Strategis Dalam Keberlanjutan Pembangunan Nasional

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) memiliki peran strategis dan penting dalam keberlanjutan pembangunan di tanah air. Soalnya, tanpa adanya haluan negara dipastikan bakal terjadi ketidak senambungan atau keselarasan pembangunan.

Hal itu mengemuka dalam diskusi Empat Pilar MPR dengan tema ‘Urgensi PPHN Dalam Pembangunan Nasional’ dengan nara sumber Djarot Saiful Hidayat (Ketua Badan Pengkajian MPR RI), Taufik Basari (Ketua Fraksi Nasdem MPR RI) dan Guru Besar Fakultas Hukum/Tata Negara Universitas Parahiyangan (Unpad), Prof Dr Asep Warlan Yusuf di Press Room Gedung Nusantara III Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (13/9).

Dikatakan Djarot, salah satu persoalan mendasar dihadirkannya PPHN karena muncul ketidakselarasan dan ketidakberlanjutan pembangunan antara pusat dengan daerah, bahkan antara gubernur, bupati dengan walikota. Bahkan ganti pemerintahan, berganti pula arah pembangunan.

“PPHN memiliki peran strategis untuk mencapai cita-cita pembangunan nasional dan pembangunan daerah. Sebab, tanpa adanya Haluan Negara, terjadi ketidakselarasan antara visi misi presiden dengan pendahulunya dan gubernur, bupati/wali kota seperti yang terjadi sekarang ini.

Pada masa Orde Baru, Indonesia mempunyai haluan negara yakni Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Karena semangat reformasi yang memunculkan amandemen UUD 1945, salah satunya menghapus GBHN.
Djarot mengaku penghapusan GBHN merupakan salah satu hal yang dianggap kebablasan. “Ketika sudah tidak ada lagi yang namanya haluan negara, yang ada UU, sekarang kita mengalami ketidakselarasan antara visi misi gubernur visi misi Bupati walikota, visi misi presiden, tidak ada lagi keberlanjutan antara presiden sekarang dengan presiden berikutnya. Demikian juga gubernur, walikota, bupati keberlanjutannya tidak ada.”

Badan Pengkajian MPR, kata Djarot, sudah melakukan serangkaian diskusi dengan para pakar, para akademisi forum rektor, dengan masyarakat, tokoh-tokoh masyarakat sejak tahun hingga saat ini dan semuanya mengatakan mendukung dan mengakui keberadaan dan kehadiran haluan negara adalah urgen dan sangat penting.

Haluan negara ini sebagai peta jalan, mau menuju kemana bangsa dan negara Indonesia selama 20 tahun ke depan atau bahkan 50 tahun ke depan diarahkan. Itu semua harus dirumuskan melalui haluan negara sehingga yang kita pikirkan dan diskusikan di badan pengkajian adalah setelah ini apakah ada jaminan, landasan yang sudah ditetapkan dilaksanakan, bisa dilanjutkan oleh penggantinya,” ujar Djarot.

Kehadiran PPHN, kata dia, tidak ujuk-ujuk dimunculkan tetapi merupakan rekomendasi MPR RI periode sebelumnya (2009-2014 dan 2014- 2019). Namun, perdebatan dalam pembahasannya saat ini adalah apakah PPHN dibentuk melalui TAP MPR RI atau cukup oleh Undang-Undang (UU) saja.

PDIP, kata Djarot, salah satu fraksi yang menginginkan PPHN dimasukkan lewat TAP MPR RI agar bersifat kuat karena tidak bisa di-judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). “Kalau melalui TAP MPR RI lebih kuat dan tak bisa digugat ke MK.”

Persoalannya, kata Djarot, kalau penetapannya melalui TAP MPR RI maka harus dilakukan amandemen terbatas khusus untuk PPHN. Khususnya pasal 3 dan pasal 23 UUD 1945.

Pada kesemapatan yang sama, Taufik Basari malah menilai amandemen khusus untuk PPHN belum perlu, karena belum melalui proses yang masif. Yaitu, melalui uji publik yang harus melibatkan seluruh elemen masyarakat, agar aspirasi itu benar-benar dari bawah (buttom up) bukan suara elit (top down).

Saat ini, ungkap Taufik, Fraksi NasDem sedang melakukan survei dan pada Oktober 2021 nanti akan diumumkan ke masyarakat apakah amandemen PPHN itu sebenarnya merupakan keinginan masyarakat atau bukan.

“Pada prinsipnya, semua isu dan pertanyaan yang berkembang di tengah masyarakat harus terjawab lebih dulu, agar tak ada yang khawatir dengan amandemen terbatas PPHN itu. Saya setuju bahwa PPHN itu penting dan strategis,” kata dia.

Asep Warlan Yusuf sependapat bahwa PPHN memiliki peran penting dan strategis. Namun, ia menegaskan penetapannya tidak harus dirumuskan melalui amademen terbatas UUD 1945, karena kondisinya belum memungkinkan. Kecuali benar-benar darurat; dimana proses demokrasi, perekonomian, politik itu tidak jalan, dan sudah melibatkan seluruh elemen masyarakat.

Untuk itu, Guru Besar Fakultas Hukum/Tata Negara Universitas Parahyangan Bandung ini mengusulkan penetapan PPHN bisa dilakukan dengan mengubah TAP-TAP MPR RI yang masih berlaku.

“TAP-TAP MPR yang ada saat ini mungkin secara substansial juga dapat disempurnakan. Baik yang terkait dengan perencanaan pembangunan, demokrasi, HAM, perekonomian, politik, Pendidikan, budaya dan sebagainya,” demikian Prof Dr Asep Warlan Yusuf. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait