Surabaya, beritalima.com-Dokter Harryanto Budhi (54), Dokter Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas 1 Surabaya di Porong atau Lapas Porong, jalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.Senin (25/4/2016), Dalam perkara narkotika.
Sidang di ruang Garuda PN Surabaya itu, Dalam dakwaannya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ferry Rahman dari Kejari Surabaya disebutkan, perkara tersebut terungkap, saat Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Kota Surabaya melakukan penangkapan terhadap Andry Heriyanto dan Ainur Rofiq. Saat ditangkap, petugas berhasil mendapatkan total satu tablet obat dengan merk suboxone, tiga butir alprazolam, 1 buah alat suntik. “Saat diperiksa, Andry Heriyanto mengaku bahwa obat-obatan itu dibeli dari terdakwa. Pembelian dilakukan dengan cara memesanan lebih dulu melalui ponsel,” katanya.
Dari keterangan Andry juga terungkap bahwa selama ini terdakwa juga melayani pembelian barang haram itu dibeberapa tempat seperti mall, rumah makan, dan parkiran mobil. “Andry membeli obat suboxone 2 mg kepada terdakwa dengan harga Rp 45 ribu. Jika ingin membeli lagi, maka pembelian harus 4 mg dengan harga Rp 90 ribu,” terangnya.
JPU Ferry menambahkan, dari keterangan Ainur terungkap untuk mendapatkan obat suboxone dari terdakwa, maka pembeli harus mempunyai kartu komunitas dari Yayasan Binahati terlebih dahulu. “Saat Andry dan Ainur datang ke rumah terdakwa, ternyata terdakwa tidak pernah melakukan pemeriksaan kondisi fisik dan psikososial terhadap keduanya. Bahkan Ainur tidak pernah diberi resep oleh terdakwa,” imbuhnya.
Berdasar dari keterangan Andry dan Ainur, BNN Kota Surabaya akhirnya menggeledah rumah terdakwa di Jalan Jemur Andayani XVII, Surabaya pada 11 Januari lalu. “Dari penggeledahan itu, petugas berhasil menyita sekitar 40 tablet obat suboxone 8mg, 40 tablet obat alprazolam, satu buah alat pemotong obat, satu bendel surat pesanan narkotika, satu bendel faktur kimia farma, satu ikat salinan resep narkotika bulan Januari 2016, satu kotak catatan rekam medis pasien, 8 tablet camlet, dan 70 tablet xanax,” ujarnya.
Bahwa perbuatan terdakwa dianggap tidak sesuai atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, yaitu Pasal 43 ayat 4 Undang-undang nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. “Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa penyerahan narkotika oleh dokter hanya dapat dilaksanakan, salah satunya yaitu untuk menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan memberikan narkotika melalui suntikan,” jelas JPU Ferry.
Atas perbuatannya, terdakwa dijerat pasal 124 ayat 1 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan pasal 122 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Usai jaksa Ferry membacakan dakwaannya, terdakwa langsung menyatakan tidak akan mengajukan eksepsi. Kepada majelis hakim, terdakwa meminta agar hakim langsung menggelar sidang pada agenda pembuktian dengan dihadirkan saksi-saksi.
Sementara itu, Rudy Sapoelete, kuasa hukum dokter terdakwa mengaku tidak mengajukan eksepsi lantaran ingin agar persidangan bisa berjalan cepat. “Kami akan buktikan bahwa dakwaan jaksa tidak benar melalui saksi-saksi di persidangan nantinya,” katanya usai sidang. (Hend)
# Dokter Harryanto Budhi (rompi merah) terdakwa perkara narkotika.