SURABAYA, Beritalima.com-
Di tengah persiapan ibadah haji, menjaga kesehatan menjadi prioritas utama. Berkumpulnya jamaah dari lebih dari 180 negara di Tanah Suci meningkatkan risiko penularan meningitis meningokokus. Oleh karena itu, vaksinasi memegang peranan penting dalam langkah pelaksanaan ibadah.
Sejarah mencatat, meningitis di Mekkah pada 1980, 1999, dan 2021. Kejadian itu memperkuat pentingnya vaksin meningitis untuk jemaah haji. Alih-alih hanya menjadi syarat administratif visa, vaksinasi justru berfungsi sebagai ‘jas hujan’ penularan meningitis dari kerumunan jamaah haji.
Terlebih, banyaknya jumlah jamaah tidak memungkinkan untuk melakukan cek kesehatan secara individu. Hal ini oleh dikarenakan penyakit meningitis memiliki angka kematian dan kecacatan yang tinggi.
Menanggapi hal tersebut, Dr Abduloh Machin dr SpN(K), dokter spesialis Neurologi dari Universitas Airlangga (Unair), turut memberikan penjelasan. Ia menyebutkan tiga penyebab paling umum dari meningitis bakterial akut, yaitu Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis, dan Haemophilus influenzae.
Lebih lanjut dokter Machin menyebutkan, meningitis biasanya ditandai dengan gejala seperti nyeri kepala hebat, demam, mual, dan muntah. Bahkan, menurutnya, pasien meningitis bisa membuat kesadaran menurun dan mengalami kejang.
“Meningitis sendiri adalah penyakit infeksi yang menyebabkan peradangan pada selaput otak, medulla spinalis, dan jaringan otak. Sehingga dapat menyebabkan kesadaran menurun hingga koma pada penderitanya. Seringkali pasien yang sembuh dari meningitis akan mengalami kecacatan,” ujarnya.
Jenis Vaksin dan Dosis
Dokter Machin mengungkapkan bahwa vaksin meningitis mengandung patogen yang telah dilemahkan untuk memicu respons imun tubuh. Ia menyebutkan bahwa jemaah haji diwajibkan untuk diberikan vaksin Meningokokus Quadrivalent (A,C,Y, W135).
Lebih lanjut, dokter Neurologi Unair itu menyebutkan dua jenis vaksin meningitis yang beredar di indonesia. Yaitu, vaksin polisakarida dan vaksin polisakarida konjugat.
“Vaksin polisakarida memiliki durasi proteksi 3 hingga 5 tahun dan merupakan pilihan untuk jamaah yang berusia diatas 55 tahun. Sedangkan, vaksin polisakarida konjugat digunakan secara terbatas pada usia 11 hingga 55 tahun,” ungkapnya.
Saat ini, pemerintah arab saudi mewajibkan vaksin meningitis dilakukan maksimal sepuluh hari sebelum keberangkatan dan berlaku selama dua tahun. Menurunnya, kekebalan tubuh terhadap meningitis akan terbentuk secara optimal dalam 10-14 hari.
“Biasanya, dua minggu setelah vaksinasi meningitis, antibodi akan terbentuk sempurna dan bisa bertahan hingga dua tahun. Untuk timeline vaksinasi pada anak-anak, sebaiknya harus dengan konsultasi dengan dokter spesialis anak,” ujarnya.
Lebih lanjut, dokter Machin menilai bahwa vaksinasi meningitis dapat diberikan dengan dosis tunggal. Setelah vaksinasi, sambungnya, pasien akan mengalami demam ringan sebagai bentuk proses adaptasi tubuh.
Selain vaksinasi, dokter Machin juga menyarankan para jamaah haji untuk menggunakan masker dan menjaga kebersihan selama beribadah di Mekkah. Menurutnya, hal itu berguna untuk mencegah penularan meningitis selama ibadah haji.
“Mengingat penularan meningitis yang terjadi melalui droplet, sangat disarankan bagi jamaah haji untuk tetap memakai masker selama berada di Mekkah. Selain itu, para jamaah sebaiknya selalu menjaga kebersihan dengan langkah-langkah sanitasi dasar,” ujar dokter Machin.
Dalam mendukung program vaksinasi, saat ini Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA) turut mengembangkan vaksin meningitis. Menurut dokter Machin, vaksin milik RSUA sedang memasuki uji klinis.
“Saat ini kami sedang melakukan uji klinis vaksin meningitis dan diharapkan hasilnya baik. Sehingga, masyarakat akan memiliki banyak pilihan jenis vaksin meningitis yang akan digunakan,” ujar dokter Machin.(Yul)