JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi IV DPR RI, Dr H Andi Akmal Pasluddin mengatakan, petani sayur dalam negeri mengeluh akibat impor besar-besaran produk pertanian tersebut dari China sejak tahun lalu.
Laporan dari petani yang saya, ungkap wakil rakyat dari Dapil II Provinsi Sulawesi Selatan itu kepada Beritalima.com, Jumat (24/7) siang, sejak terjadinya impor besar-besaran sayur mayur dari China, harga sayur petani dalam negeri anjlok.
“Brokoli hanya dihargai Rp 1.500 sampai Rp 2.000 per kg. Padahal sebelumnya petani brokoli mampu menjual hasil panen mereka Rp 21.000 per kg. Demikian pula dengan sawi putih. Petani sawi putih kini hanya mampu menjual produk pertanian mereka Rp 1.000 perkg. Ini karena sawi dan brokoli asal China tidak hanya memenuhi super market tetapi juga ada yang sampai ke pasar tradisional,” kata Andi Akmal.
Dikatakan anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut, impor sayur-sayuran dari China melonjak tajam sejak tahun lalu. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor sayur- sayuran sepanjang 2019 menjadi 770 juta dollar AS atau setara dengan Rp 11,3 triliun (asumsi kurs Rp 14.700 per dollar AS). Data yang dkumpulkan Andi Akmal, impor buah-buahan asal China meningkat 191,41 persen menjadi USD 47,5 juta selama pandemi Covid 19 ini.
Pada masa reses kali ini, anggota Komisi IV DPR RI terjun ke lapangan untuk chek keluhan petani akan maraknya sayur impor. Karena ada sesuatu yang belum pas antara kebijakan dan kenyataan di lapangan. “Pada satu sisi, pemerintah mendorong ekspor sayur dan buah khusunya ke Jepang, tetapi pada sisi lain ada keluhan petani akan harga sayuran produk dalam negeri jatuh akibat impor”, tegas Akmal.
Namun anehnya, lanjut Andi Akmal, di tengah ‘banjirnya’ saya impor dari China, Pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) mendorong peningkatan eskpor hortikultura, khususnya sayur dan buah-buahan Indonesia ke Jepang.
Politisi kelahiran Bone, Sulawesi Selatan, 30 Desember 1974 tersebut berpendapat, seharusnya Indonesia ini tidak perlu impor sayur mayur termasuk dari China karena negara ini Indonesia adalah negara agraris. “Impor yang sepertinya dibiarkan Pemerintahan Jokowi hanya bakal merusak pasar dalam negeri dan merugikan petani Indonesia,” kata dia.
Tidak hanya sayur mayur, buah-buahan asal China juga masuk dengan mudah ke Indonesia. Data yang dkumpulkan Andi Akmal, impor buah-buahan asal China meningkat 191,41 persen menjadi USD 47,5 juta selama pandemi covid 19 ini.
“Pada musim reses ini, kami dari Komisi IV terjun ke lapangan untuk chek para keluhan petani akan maraknya sayur impor ini. Karena ada sesuatu yang belum pas antara kebijakan dan kenyataan di lapangan. Di satu sisi pemerintah mendorong ekspor sayur buah, disisi lain ada keluhan petani akan harga sayuran produk dalam negeri jatuh akibat impor”, tegas Akmal.
Malah, lanjut Andi Akmal, sebagai negara agraris, Indonesia punya potensi sangat besar untuk memenuhi pasar sayur mayur dan buah-buahan termasuk ke Jepang yang selama ini salah satu pangsa pasar produk pertaian Indonesia.
Andi Akmal sangat setuju pemerintah membantu para petani lokal untuk mampu mewujud ekspor sayur dan buah. Karena Indonesia telah menjadi pemasok sayuran dengan pangsa pasar sangat kecil di Jepang yakni 0,9 persen. padahal Impor produk sayuran Jepang selama kuartal I 2020 mencapai USD 576 juta, sedangkan impor buah Jepang selama kuartal I 2020 mencapai USD 750,9 juta.
Ditegaskan, meski Indonesia berada di urut 13 negara-negara pemasok sayur buah ke Jepang, ini karena potensi alam kita belum optimal di garap dengan serius. Hamparan sinar matahari sepanjang tahun dan lingkungan yang lembab mestinya mampu menghasilkan produk-prouduk hortikultura yang khas yang tidak dimiliki negara-negara empat musim.
Saya ingatkan, kata Andi Akmal, sejak 2014, ketika presiden RI yang saat ini menjabat mencalonkan yang pertama kali, pernah berkomitmen untuk menghentikan impor pangan. Indonesia punya modal untuk menuju kedaulatan pangan.
“Semoga keluhan para petani yang saya terima dapat di respon dengan baik dengan memperbaiki tata niaga pangan terutama sayur dan buah di pasaran. Jangan sampai petani sudah susah payah menanam, tersakiti dengan harga jual yang rendah akibat impor produk yang sama,” demikian Dr H Andi Akmal Pasluddin. (akhir)