SURABAYA, Beritalima.com-
Dalam upaya untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak di Indonesia, pemerintah baru-baru ini mengeluarkan kebijakan baru.
Kebijakan tersebut melarang produsen susu formula untuk memasarkan produknya melalui iklan atau memberikan diskon kepada konsumen.
Kebijakan tersebut tertuang pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Kebijakan itu menjadi langkah signifikan dalam mendukung program pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan bayi, sesuai dengan rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Menurut Dosen Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair), Dr Ernawaty drg MKes menyebutkan bahwa kebijakan itu memiliki landasan yang kuat dari sudut pandang kesehatan masyarakat.
“ASI eksklusif selama enam bulan pertama sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Pemberian ASI memiliki manfaat jangka panjang, baik bagi bayi maupun ibu, dapat mencegah berbagai penyakit,” ujar Erna.
Mengurangi Dominasi Susu Formula
Erna menjelaskan bahwa salah satu tujuan utama dari kebijakan itu adalah untuk mengurangi dominasi susu formula di pasar yang sering kali memengaruhi keputusan para ibu untuk tidak memberikan ASI.
“Produsen susu formula memiliki anggaran pemasaran yang besar dan cenderung mengarah pada penciptaan persepsi. Bahwa susu formula adalah alternatif yang sama baiknya dengan ASI. Padahal, ASI adalah yang terbaik untuk bayi,” tambahnya.
Kebijakan pelarangan iklan itu juga sejalan dengan upaya global untuk memperkuat regulasi terkait pemasaran produk pengganti ASI. WHO sendiri telah mengeluarkan Kode Internasional Pemasaran Produk Pengganti ASI yang melarang segala bentuk promosi produk pengganti ASI, termasuk susu formula.
“Indonesia sudah mengambil langkah yang tepat dengan mengadopsi kebijakan ini. Meskipun tantangan dalam implementasi masih ada,” jelas Erna.
Potensi, Dampak, dan Tantangan
Dalam wawancaranya, Erna mengaku optimis bahwa dalam jangka panjang, akan ada peningkatan dalam angka pemberian ASI eksklusif di Indonesia. Namun, ia juga mengingatkan bahwa edukasi masyarakat harus terus diperkuat.
“Kebijakan ini perlu didukung oleh edukasi yang komprehensif kepada masyarakat mengenai pentingnya ASI dan bagaimana cara pemberiannya yang benar. Tanpa edukasi yang memadai, kebijakan ini mungkin tidak akan mencapai tujuannya secara maksimal,” paparnya.
Selain itu, Erna juga menyoroti tantangan dalam pengawasan dan penegakan kebijakan. Menurutnya, produsen susu formula mungkin akan mencari cara lain untuk mempromosikan produknya secara tidak langsung. Seperti melalui influencer atau platform digital.
“Oleh karena itu, pengawasan perlu diperketat. Pemerintah harus siap menghadapi kemungkinan pelanggaran kebijakan ini,” tegasnya.
Sebagai solusi, Erna merekomendasikan adanya program yang mendukung ibu menyusui. Seperti penyediaan fasilitas menyusui di tempat kerja dan ruang publik, serta pemberian informasi yang lebih luas mengenai manfaat ASI.
“Masyarakat perlu didorong untuk menciptakan lingkungan yang mendukung ibu menyusui. Sehingga angka pemberian ASI eksklusif dapat terus meningkat,” pungkasnya.(Yul)