SURABAYA, Beritalima.com|
Salah seorang dosen di Departemen Bahasa dan Sastra Inggris UNAIR Dewi Meyrasyawati SS MA M Hum tidak pernah menyangka akan menerima penghargaan Golden Squirrel Tail dari Vrije Universiteit Amsterdam Belanda. Pasalnya, penerima penghargaan sebelumnya adalah staf lokal dari Belanda.
Golden Squirrel Tail merupakan penghargaan tahunan dari Department of Social and Cultural Anthropology, Vrije Universiteit Amsterdam. Departemen tersebut adalah tempat Dewi menempuh pendidikan doktoralnya saat ini. Dewi dinilai telah memberikan kontribusi besar terhadap departemen sehingga mendapat penghargaan tersebut.
Di Mata Rekan
Meski begitu, banyak staf dari departemennya yang menilai Dewi adalah sosok pekerja keras. Sebut saja salah satunya yakni Research Manager departemen tersebut Dr Marina de Regt.
Dalam speech-nya, Dr Marina melihat Dewi sebagai perempuan pekerja keras. Hampir setiap hari Dewi selalu pergi ke kampus.
“Mungkin menurut para board, hal itu menjadi etos kerja yang luar biasa. Terutama bagi perempuan,” ungkap Dewi.
Selain menempuh pendidikan S3-nya, Dewi harus membagi fokus dengan memperhatikan keluarganya. Dua anaknya ikut tinggal di Belanda, sementara suaminya menetap di Indonesia bersama seorang anak mereka yang lain.
Perbedaan budaya antara Indonesia dan Belanda juga menghantarkan Dewi meraih penghargaan tersebut. Penduduk Indonesia dikenal ramah, sedangkan Belanda lebih individualis.
Ke-Indonesia-an
“Sempat salah seorang supervisor saya datang di Indonesia untuk ikut field work riset saya mengenai Perempuan Berhijab. Budaya kita (Indonesia, Red) kan kalau ada tamu pasti disambut dengan baik. Beliau kemudian senang dengan keramahtamahan tersebut dan menjadi penilaian positif tersendiri baginya,” papar Dewi.
Selain itu, Dewi acapkali mengenalkan dan membagikan masakan Indonesia kepada staf kampus.
“Makanan orang Belanda biasanya minimalis ya. Sementara masakan kita kan lebih kaya akan rasa. Jadi, mereka sangat senang untuk mencicipinya,” imbuh Dewi.
Cerita Dewi, para staf sangat menggemari nasi goreng dan mi goreng. Selain itu, karena masyarakat Belanda adalah penggemar sayur, tidak jarang Dewi banyak menambahkan sayur pada masakannya.
Dewi juga beberapa kali terlibat dalam penyelesaian masalah di departemen. Seperti perbedaan perspektif dalam menanggapi isu rasisme warna kulit, misalnya. Melalui forum deep democracy (permusyawaratan), Dewi menyampaikan pentingnya kembali bersatu dan tidak terpecah belah.
“Karena, sejak awal mereka menyambut baik kedatangan saya. Jangan sampai perbedaan perspektif tersebut merubah kesan baik saya terhadap mereka. Untuk itu, saya selalu menegaskan bahwa kami ini keluarga yang tidak boleh terpecah,” ujarnya.
Dewi juga membagikan kisahnya ketika menjadi korban rasisme di Australia dan bagaimana ia menanggapi hal tersebut dengan melihat dari perspektif yang berbeda. Berkatnya, isu tersebut kemudian memudar dan mereka kembali berdamai.(Yul)