JAKARTA, Beritalima.com– Badan Kerja Sama Parlemen (BKSP) DPD RI menyambut baik keputusan pemerintah Norwegia untuk memberikan pembayaran pertama perdagangan karbon (Carbon trading) kedua negara 56 juta dolar AS atau sekitar Rp. 813,3 milyar kepada Indonesia.
Norwegia melalui Menteri Lingkungan Hidup (LH) 3 Juli mengumumkan memberikan pembayaran berbasis hasil dari skema kerja sama Reduction of Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) atau Pengurangan Emisi dari Penggundulan Hutan dan Penurunan Fungsi Hutan yang ditandatangani kedua negara di Oslo, Norwegia 26 Mei 2010. “Kami menyambut baik pengumuman itu. Ini membuktikan kerja sama internasional kedua negara memiliki manfaat konkrit kepada negara dan daerah,” kata Ketua BKSP DPD RI, Gusti Farid Hasan Aman.
Dalam keterangan pers Biro Humas dan Pemberitaan DPD RI, senator dari Dapil Kalimantan Selatan itu mengatakan, dalam kerja sama perdagangan karbon 2010 itu, Indonesia akan mendapat 1 milyar dolar AS atau 6 milyar Krona Norwegia (NOK) bila berhasil mengurangi emisi melalui skema REDD+.
Indonesia diharapkan berkomitmen untuk mengurangi ekploitasi sektor kehutanan dan lahan. Perdagangan karbon yang diharapkan dicapai 4,8 juta ton CO2e (karbondioksida) untuk 2106-2017, setelah dilakukan penilai independen Norwegia ternyata mencapai 11,2 juta ton CO2e.
Saat ini harga per ton perdagangan karbon 5 dolar AS atau sekitar Rp. 72.617/ton. “Isu kehutanan kompleks. Namun, Indonesia menunjukkan mampu untuk membuat kebijakan pro-lingkungan apabila mendapat dukungan dunia internasional, jadi bukan komitmen sepihak saja dari sebuah negara,” kata Dr. Richard Hamonangan Pasaribu,
Wakil Ketua BKSP DPD RI dari Dapil Kepulauan Riau itu mengatakan, dana Norwegia itu bakal dimasukkan ke Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) yang telah dibentuk Oktober 2019 yang lalu. Badan itu bertugas mengelola dana-dana lingkungan (environmental funds). “Sebagai negara kepulauan terbesar dan memiliki hutan tropis yang luas, Indonesia memiliki cadangan karbon penting dalam menghadapi perubahan iklim,”kata Wakil Ketua BKSP DPD RI, Tuagus Ali Ridho Azhari,.
Perjanjian Paris mengenai Perubahan Iklim, Indonesia menyatakan siap untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) 29 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen bantuan internasional. “Kami berharap komitmen negara sahabat seperti Norwegia dapat diikuti oleh negara-negara lain. Degradasi hutan, perubahan iklim, perlu komitmen global, pembiayaan dan pengembangan teknologi ramah lingkungan yang berkelanjutan,” kata Wakil Ketua BKSP DPD RI dari dapil Sulawesi Tenggara, Wa Ode Rabiah Al Adawiyah.
Perjanjian Paris mengalenai Perubahan Iklim telah disahkan melalui UU No: 16/2016 yang berarti komitmen Indonesia terkait penurunan emisi, pengendalian hutan dan perubahan iklim telah berada pada level UU dan menjadi subyek pengawasan parlemen Indonesia.
“Kami berharap dana itu dikelola untuk mengembangkan sektor kehutanan berkelanjutan. Di sektor kayu misalnya, kita berhasil mengembangkan sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) sebelum diekspor ke Uni Eropa. Jadi, kita mampu melakukan pembangunan berbasis lingkungan, dan akan tercapai lebih cepat apabila ada komitmen bilateral dan multilatera nyata mengenai perubahan iklim,” demikian Gusti Farid Hasan Aman. (akhir)