Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) mendesak langkah konkret untuk menindak tegas para mafia tanah. Mengingat, mafia tanah bukan hanya meresahkan namun sudah semakin semena-mena merampas hak tanah rakyat.
Hal itu dikatakan anggota Komisi III DPR F-PDIP I Wayan Sudirta. Mwnurutnya, bukan hanya saja menindak, namun perlu juga ada perbaikan sistem agar menghilangkan praktek yang menguntungkan para mafia tanah di Indonesia.
“Yang jadi soal adalah ketika Pak Jokowi yang menerima amanat dengan membentuk satgas-satgas seperti Kapolri, menteri ATR/BPN juga jaksa Agung ada tiga satgas luar biasa, satu satgas saja juga bisa, kalau 3 satgas harusnya luar biasa, kalau tiga satgas bersatu pasti bisa, tapi kalau tiga satgas ini bersatu membela mafia tanah, enggak ada yang dapat diharapkan,” tegas Wayan, dalam diskusi Forum Legislasi DPR bertajuk “RUU Pertanahan: Komitmen DPR Berantas Mafia Tanah”, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (15/3)
Sementara itu, Anggota Komisi II F-Gerindra Sodik Mujahid yang membidangi Pertanahan menjabarkan hasil survei Komisi II bahwa mafia tanah berasal dari beberapa oknum, yakni pertama, oknum BPN; kedua, oknum-oknum pejabat akte tanah termasuk pensiunan-pensiunannya.
Ketiga, camat, lurah dan pemerintah daerah; keempat, ada juga masyarakat atau tokoh-tokoh tuan tanah. Lalu, terakhir yang menjadi kekhawatiran adalah oknum-oknum penegakan hukum; oknum polisi, oknum jaksa dan oknum hakim.
“Maka semakin lengkaplah mafia tanah itu, bagaimana kita mengatasinya,
yaitu dengan cara penegakan kekuatan hukumnya sudah ada satgas tetapi belum maksimal kerjanya. Maka benar, jika ada Komisi pemberantasan mafia tanah, itu luar biasa bagus dan kami dukung,” tegas Sodik.
Hadir juga dalam diskusi tersebut korban mafia tanah, Lilisanti Hasan warga Kalimantan Barat yang mengaku sudah menempuh segala daya upaya, namun belum menemui hasil.
Ia bercerita tahun 2019 tiba-tiba tanahnya seluas 7.968 persegi diklaim oleh PT Bumi indah raya, masuk ke dalam pagar tanahnya dengan memasang patok-patok (tanda hak milik).
Bukan hanya itu, ia juga diancam dan ditakut-takuti bahwa tanahnya akan diberikan kepada petinggi negara. Singkat cerita dalam proses hukumnya, tanggal 4 Maret 2021 PT Bumi Indah Raya memenangkan gugatan Lilisanti Hasan di PTUN Pontianak, lalu tanggal 24 Agustus 2021 di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta Lili juga menang banding. Namun, di level kasasi MA, pengadilan menerima gugatan PT Bumi Indah Raya.
“Saya sudah melakukan berbagai daya upaya, mengirim surat dokumen ke semua kantor-kantor, ini bukti dari saya mengirim surat ke mana-mana, saya mengirim surat ke KSP, ke bapak Presiden kementerian Agraria, kemenkopolhukam, Komisi yudisial, ke Ombudsman, ke KPK, ke badan pengawas Mahkamah Agung ke mahkamah agung dan kesatgas mafia tanah, kemana lagi harus mencari keadilan? Saya mohon kepada bapak Presiden Joko Widodo, Bapak sudah berjanji mau memberantas mafia tanah,” ujar Lilisanti sembari terisak.
Lebih lanjut, Praktisi Hukum sekaligus Koordinator Perekat Nusantara Petrus Selestinus menilai pengadilan menjadi titik paling lemah ketika kita bicara tentang pemberantasan mafia tanah.
“Presiden tidak bisa memerintahan hakim atau MA supaya tnduk kepada perintah presiden, kesulitan kita sekarang menintervensi kekuasaan peradilan itu dan itu dilarang oleh undang-undang, larangan ini yang membuat hakim-hakim seenaknya memutus seperti yang dialami oleh Ibu Lili. Saya sepakat perlu ada satu lembaga yang secara independen sekuat dan segagah KPK khusus menangani masalah pertanahan ini,” tandas Petrus. (ar