Jakarta —Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto dari F-Demokrat minta aparat penegak hukum menelusuri temuan dana 300 triliun di dirjen pajak dan Kementerian Keuangan yang diungkap Menkopulhukham dan PPATK. Apakah disitu ada tindak pidananya atau tindak Pencucian uang oleh oknum dirjen pajak dan Kemenkeu.
Permintaan itu disampaikan Didik dalam diskusi Dialektika Demokrasi dengan Tema “Akibat Gaya Hedon, LHKPN Pejabat Kemenkeu Jadi Sorotan” di Media Center DPR/MPR, Kamis (16/3/2023) bersama anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad (F-Gerindra), Koordinator Kelompok Subtansi Humas PPATK M. Natsir Kongah dan Pengamat Hukum Ekonomi Salamudin Daeng
Menurut politisi Demokrat ini, Komisi III memang berencana memanggil Menkopolhukham dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk meminta penjelasan soal dana 300 triliun dan puluhan miliar rupiah di brankas Rafael Alun Trisambodo.
”Di awal persidangan ini kami akan memanggil PPATK dan Menkopolhukam untuk meminta keterangan atau menjelaskan terkait dengan standing yang saat ini berkembang di publik,’kata Didik.
Didik mencurigai adanya potensi besar terjadinya tindak pidana pencucian uang (TPPU) di temuan 300 triliun itu. Namun semua itu diserahkan ke aparat Penegak hukum untuk mengungkapkannya.
Soal ditemuakannya 37 miliar di brankas Rafael, Didik minta agar dicek apakah dilaporkan spt nya tidak. ”Pengecekan ini sebetulnya bisa menjadi pintu masuk sebagai predikat crime untuk menelusi adanya potensi TPPU-TPPU yang lain,’katanta. .
Sementara itu hukum ekonomi, Salamudin Daeng mengatakan Mahfud ngomong bahwa uang 300 triliun itu bukan merupakan hasil korupsi tapi merupakan pencucian uang,
”Nah ini sudah terkonfirmasi, data saya yang sejak lama saya membaca soal 11.000 triliun undang-undang tax amnesty.’katanya.
Ketika Mahfud mengatakan ini bukan hasil korupsi tapi hasil pencucian uang maka ini telah memposisikan kementrian keuangan sebagai pusat pencucian uang di dunia.
Menurutnya Menkeu Sri Mulyani tahun 2015 pernah menulia artikel Dirty Money and Development. Cuma punya dua cara, sita oleh negara melalui MLA atau cuci oleh pejabat-pejabat kementerian keuangan.
” Kalau dicuci oleh pejabat-pejabatnya, gampang Pak mereka pintar, mereka tahu cara cuci itu, mengalir pura-pura seperti pajak dicicil pelan-pelan masuk”katanya.
Walaupun penerimaan pajak kita dalam dua dekade terakhir itu udah enggak masuk akal. Penerimaan pajak kita terhadap GDP itu turun, kita dulu pernah 27% . di zaman orde Baru, turun turun turun turun sampai 7%. tahun 2018 itu 8,3% GDP,.
”Jadi itu turunnya itu terlalu sistematis, nah inilah permainan mereka di dalam, jadi kalau mereka ini dipandang pinter sekali untuk mencicil-cicil pemasukan negara dengan teknik semacam itu ada ilmunya,’katanya. (ar)