Jakarta — Aanggota Komisi III DPR Arsul Sani minta pemerintah tetap melakukan pendekatan hukum. Bukan pendekatan militer dalam menyelesaikan kasus KKB dan KST Papua. Hal ini Agar konflik tidak meluas dan mereka tidap dapat dukungan dari luar negeri.
”Dengan cara hukum, maka konflik tidak meluas dan dukungan luar negeri terhadap juga berkuranG, ”kata Arsul Sani dalam dialelektika demokrasi “KKB Berulah lagi, Dimana Kehadiran Negara? bersama anggota Komisi I DPR RI F-Golkar Dave Akbarsyah Laksono dan Ketua Komite II DPD RI yang juga Ketua MRP Yorrys Raweyai di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta, Rabu (20/7/2022)
Apalagi, proses panjang integrasi ke Indonesia sudah dilalui dengan berbagai langkah dan kebijakan sejak 1961 hingga saat ini. Namun harus terus melakukan komunikasi dan membangun 4 hal penting untuk Papua (pendidikan, kesehatan, ekonomi kesejahteraan dan infrastruktur).
“Apa yang disebut ketidakadilan inilah yang harus dituntaskan,” kata anggota Komisi III DPR RI FPPP Arsul Sani
Lebih lanjut Arsul Sani menilai berbeda dengan penanganan Aceh. Selain wilayahnya lebih kecil, sukanya juga tidak sebanyak di Papua yang mencapai ratusan suku meliputi pesisir dan pegunungan, dan masing-masing memiliki otoritatif sendiri. “Kalau di Aceh ada satu tokoh yang bisa menyatukan. Tapi, tidak demikian dengan Papua,” ujarnya
Sehingga apapun yang terjadi, Arsul Sani mendukung pemerintah menegakkan hukum dan bukan militer. Walaupun dalam menjalankan tugasnya aparat kepolisian bisa dibantu atau diback up oleh TNI seperti amanat UU No.34 tahun 2004 dan UU Terorisme meski belum diterapkan untuk KKB. “Jadi, penegakan hukum berbasis kejahatan itu yang harus dilakukan dan itu berlaku di seluruh dunia,” jelas Arsul Sani
Sebaliknya kata Arsul, kalau pendekatan militer maka isu sparatis dan pemisahan dari NKRI akan menguat di mata internasional. Yang terpenting lagi, harus ada koordinasi yang baik antara TNI, Polri dan Intelejen di Papua sambil menyosialisasikan konsep pembangunan yang benar untuk Papua ke depan. “Jangan sampai terjadi tumpang-tindih,” ungkapnya
Dave Laksono juga mendukung langkah penegakan hukum dan pendekatan kultural tersebut. Disamping pemerintah harus lebih proaktif hadapi KKB sejalan dengan pembangunan yang berkesinambungan untuk pendidikan, kesehatan, ekonomi dan infrastruktur tersebut
Sementara itu kehadiran militer bukan saja secara temporer, melainkan permanen. Seperti Korem, Kodim, dan lain sebagainya. Bukan juga Satgas. Hal itu agar pendekatan kultural, kebudayaan, agama dan sebagainya akan lebih bisa dirasakan dan menyentuh rakyat Papua. “Kita tak boleh putus asa untuk terus dialog. Kalau pada masa pemerintahan ini belum selesai, ya pemerintahan berikutnya. Begitu seterusnya,” jelas Dave Laksono
Yorrys menegaskan bahwa konflik dan kekerasan di Papua ini bukan persoalan baru. Hal itu sudah terjadi sejak proses integrasi dengan NKRI tahun 1961, dan organisasi Papua Merdeka (OPM) itu muncul tahun 1965. Sampai pasca reformasi 1998 pihaknya kembali berdialog dengan BJ Habibie dan Gus Dur.
“Gus Dur bilang; apapun yang diinginkan akan diberikan untuk rakyat Papua, kecuali merdeka dari NKRI,” kata Yorrys
Simbol-simbol budaya termasuk bendera Kejora pun diberikan oleh Gus Dur, sehingga rakyat Papua mengibaratkan Gus Dur seperti malaikat yang datang dari langit. “Rakyat Papua merasa jatidirinya dikembalikan dan Gus Dur menjadi tokoh yang sangat dimuliakan,” kata Yorrys
Negara ini sudah hadir dengan menggelontorkan Rp1380 triliun untuk 4 juta orang Papua. “Lalu kenapa masih ada konflik, kemiskinan, ketertinggalan dan lain-lain itu? Apa sistemnya yang salah atau ada masalah lain? Makanya, DOB (daerah otonomi baru) pun justru dibutuhkan untuk mewujudkan keadilan itu,” ungkapnya
Kalau soal penembakan kata Yorrys, tentu sulit dihentikan karena KKB itu ada di pegunungan. Mereka ini belum tersentuh pendidikan dan agama. Melacak keberadaan mereka pun hanya dengan telapak kaki. “Berbeda dengan yang ada di pesisir; mereka ini sudah tersentuh peradaban dengan masuknya guru, penginjil, dan sebagainya,” tegasnya.
Presiden Jokowi sejak Oktober 2014 sudah mendekati hati rakyat Papua, karena akan membangun Papua dengan hati, budaya, transparan dan menyelesaikan pelanggaran HAM berat. Juga diibaratkan seperti malaikat. “Jokowi juga sudah mulai mewujudkan janjinya. Tapi, kenapa masih ada pernembakan? Demi meninggalkan legacy, maka Presiden harus komitmen dengan penegakan hukum, melaksanakan DOB dan MRP mendukung ini,” jelasnya. (Ar)