Jakarta, beritalima.com| – Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PKB KH. Maman Imanulhaq menilai pelaksanaan haji 2025 paling sepi pesertanya. Jadi, ia menyarankan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap penyelenggaraan haji 2024.
Ia menyoroti berbagai persoalan teknis dan struktural yang terjadi tahun ini, serta mendesak percepatan revisi Undang-Undang Haji guna memperkuat peran Badan Haji dan menyesuaikan diri dengan transformasi sistem haji Arab Saudi yang semakin digital dan kompleks.
“Bayangkan, timeline haji 2026 sudah keluar. Arab Saudi menetapkan mulai 8 Februari, dengan pemberangkatan pada April. Artinya kita harus siap jauh-jauh hari,” kata Maman dalam diskusi bersama media dan pengamat haji di Komplek Parlemen, Jakarta (11/6).
Maman menyebut pelaksanaan haji tahun ini merupakan paling sepi dalam 30 tahun terakhir. Hal itu, menurutnya, merupakan dampak dari perubahan besar yang terjadi di Arab Saudi, termasuk sistem syarikah dan digitalisasi yang belum sepenuhnya dapat diadaptasi oleh semua pihak—baik di Saudi maupun Indonesia.
“Saya dikritik, kenapa tidak segalak dulu? Padahal masalah banyak, mulai dari jamaah jalan kaki dari Muzdalifah ke Mina, tidak dapat tenda, hingga kisah jamaah hilang. Tapi akar masalahnya adalah transformasi radikal di Arab Saudi yang bahkan mereka sendiri belum sepenuhnya siap,” terangnya.
Ia menyoroti sistem syarikah yang menggantikan model muassasah, yang tidak memperhitungkan kompleksitas sosial budaya Indonesia. Akibatnya, satu kloter bisa tersebar ke beberapa hotel tanpa koordinasi memadai.
“Kita butuh Badan Haji yang benar-benar kuat, yang memahami ekosistem haji Indonesia dan bisa berkomunikasi intens dengan pihak Arab Saudi,” tambahnya. Maman mengangkat isu digitalisasi dan dampaknya pada sistem pendataan jamaah. Ia menyinggung kasus-kasus seperti data jamaah yang hilang, jamaah tidak tercatat saat tiba di Jeddah, hingga masalah input embarkasi.
Tak kalah penting, sambungnya, adalah aspek istitoah atau kelayakan kesehatan jamaah. “Ada 203 jamaah yang wafat, sebagian besar karena penyakit berat. Ini bukti bahwa kelayakan kesehatan belum berjalan dengan baik. Ada yang nekat berangkat meski sakit parah, bahkan sampai menyuap agar bisa berangkat,” ungkapnya.
Dalam konteks regulasi, Maman mendesak revisi UU Haji agar memperjelas posisi regulator, eksekutor, dan pengawas. Ia juga menyoroti perlunya pengawasan ketat terhadap haji Furoda yang dikelola travel swasta dan rentan penyimpangan.
Sementara itu, pengamat haji Ade Marfuddin mengapresiasi langkah Maman Imanulhaq dan Komisi VIII dalam mendorong pembaruan regulasi. Ia menyebut haji hari ini bukan hanya ibadah, tapi juga arena global, manajemen mega proyek, dan panggung transformasi peradaban Islam.
Jurnalis: Rendy/Abri

