DPR Soroti Rendahnya Tingkat Keamanan dan Tingginya Kekerasan di Sekolah

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Lemahnya keamanan serta tingginya kekerasan di lingkungan sekolah di tanah air menjadi sorotan para wakil rakyat di Komisi X DPR RI yang memang membidangi pendidikan, pemuda, olah raga, budaya, parawisata dan ekonomi kreatif.

Bahkan pimpinan Komisi X DPR RI yang juga politisi senior Partai Golkar, Hetifah Saifudian prihatin dengan rendahnya tingkat keamanan di lingkungan pendidikan di Indonesia.

Menurut wakil rakyat dari Provinsi Kalimantan Timur itu, memperingati Hari Anak Nasional 23 Juli 2019, seluruh elemen masyarakat termasuk pemerintah harus bisa membuat lingkungan sekolah menjadi tempat belajar yang aman dan menyenangkan buat anak-anak sebagai generasi penerus bangsa.

Menurut dia, keamanan sekolah menjadi penting untuk menciptakan generasi yang berkualitas. Namun, sayang kondisi aman itu belum bisa tercapai karena menurut hasil riset Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (Yappika), siswa-siswi di Indonesia dalam keadaan tak aman saat proses pembelajaran di kelas.

Sebab, kata Ketua Umum Kesatuan Perempuan Partai Golkar (KPPG) itu, banyak ruang kelas yang rusak, baik ringan maupun berat. Bahkan data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) serta Yappika menyebutkan, jumlah ruang kelas Sekolah Dasar di Indonesia ada 1.057.269. Dari jumlah itu, 18.6 persen rusak sedang hingga berat.

Jumlah ruang kelas SMP 346.597. Dari jumlah itu 16.6 persen ruang kelas rusak sedang dan berat. Akibatnya, hingga 2017, ada 6,6 juta anak terancam bahaya karena belajar di ruang kelas rusak.

Bahkan, sepanjang 2014-2016, terdapat 93 kasus SD rusak yang memakan 54 korban luka dan 1 korban meninggal. “Itu hanyalah puncak gunung es dari persoalan SD rusak di Indonesia,” Hetifah dalam keterangan tertulis melalui WhatsApp (WA) kepada Beritalima.com, Selasa (23/7) malam.

Hatifah menceritakan, ada satu daerah di Bogor dimana murid harus pulang ke rumah jika ingin buang air akibat di sekolah tidak ada fasilitas MCK yang layak. Mereka yang rumahnya jauh, akhirnya memilih buang air di semak-semak belakang sekolah. “Murid tidak mendapat fasilitas yang menjadi haknya,” tegas perempuan berhijab ini.

Untuk mewujudkan sekolah aman bagi siswa, Hetifah meminta agar ada kajian mendalam terhadap kebutuhan anggaran dan target kegiatan. Selain itu juga perlu peningkatan anggaran rehabilitasi dan melakukan pemenuhan insfratruktur pendidikan dasar.

Itu penting karena alokasi anggaran pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB) dan rehabilitasi ruang kelas SD dan SMP cenderung menurun beberapa tahun terakhir. Dari 0,41 persen dalam APBN 2014, turun menjadi 0,37 persen dalam APBN 2015 dan 0,21 persen dalam APBN 2016.

Masalah lain, banyak ketidaksesuaian data. Berdasarkan riset Yappika di Kabupaten Bogor, Serang dan Kupang, banyak ketidaksesuaian Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Ketidaksesuaian itu berdampak kepada belum berhasilnya Dapodik sebagai upaya mewujudkan kebijakan berbasis data tunggal dalam program pembangunan bidang pendidikan.

Masih rendahnya tingkat keamanan di lingkungan sekolah, baik langsung maupun tidak langsung, kata Hetifah, juga berdampak kepada tingkat kekerasan terhadap anak di sekolah.

Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan, sepanjang 2018, terjadi 445 kasus kekerasan pada anak di dunia pendidikan. Rinciannya, 228 berupa kekerasan seksual, 144 kasus tawuran dan 73 kasus kekerasan lain-lain. “Kasus kekerasan seksual yang paling tinggi. Kekerasan itu dilakukan guru dan teman sesama murid,” kata Hetifah.

Hal ini sangat memprihatinkan karena dampak yang ditimbulkan akibat kekerasan seksual itu sangat serius, sepertitrauma, malas ke sekolah, dendam dan sebagainya.

Beberapa kajian menyebutkan, faktor yang menyebabkan terjadi kekerasan seksual di sekolah karena korban dan pelaku. Faktor korban, biasanya terjadi karena si anak berpotensi menjadi korban kekerasan.
Ini terjadi bila anak penakut, suka mengalah dalam pergaulan bersama teman dan sifat rendah diri. Faktor pelaku, minimnya pemahaman terhadap tayangan-tayangan baik dilayar kaca maupun di media sosial, faktor balas dendam, minimnya penerapan atas nilai-nilai agama dan moral.

Pelecahan seksual ada dua macam: Pertama, pelecehan verbal, seperti: memberikan komentar, siulan, seruan bernada melecehkan. Kedua, non verbal atau tindakan yang lebih berani misalnya menyentuh, meraba, penyerangan seksual, menguntit, pemerkosaan, sampai menunjukkan alat kelamin.

Untuk itulah mencegah kekerasan anak di sekolah menjadi mutlak dilakukan. Pemerintah perlu mengadakan pelatihan guru, sehingga tidak ada lagi guru yang dipukul siswa atau sebaliknya. “Hukum berat guru yang melakukan tindak kekerasan seksual,” kata Hetifah.

Sanksi tegas telah diatur dalam UU No: 35/2014 tentang Perlindungan Anak. Pasal 82 menyebut, setiap orang yang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul dipidana penjara paling singkat lima tahun, paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar.

Hetifah juga mendorong Kemendikbud, Kemenag membuat program edukasi kepada peserta didik, terkait kesehatan reproduksi, penyadaran bahwa ada bagian tertentu di tubuhnya yang tidak boleh disentuh siapapun kecuali dirinya.

Karena kasus kekerasan seksual cukup tinggi terjadi di ruang kelas, perlu dipasangi CCTV. Media massa juga harus didorong menyediakan informasi positif, layak dan inspiratif bagi anak.

Dengan menjadikan lingkungan sekolah sebagai tempat yang aman dan nyaman, hak anak seperti tertuang dalam Pasal 9 UU 35/2014. Setiap Anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakat.

Setiap Anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan Kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain akan bisa tercapai. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *