Jakarta, beritalima.com| – Setelah bertahun-tahun terkatung-katung, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) ditagetkan bisa rampung pada 2025. Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Selly Andriany Gantina menyatakan komitmennya agar RUU ini tuntas pada 2025 dan resmi menjadi undang-undang.
RUU ini diyakini bisa menjadi “payung hukum” yang selama ini absen bagi jutaan pekerja rumah tangga (PRT) di Indonesia. Dalam prosesnya, DPR mengklaim melibatkan masyarakat luas dan pemerintah untuk memastikan aturan benar-benar komprehensif, mulai dari penyempurnaan, pembulatan, hingga harmonisasi regulasi.
Selly menekankan, RUU ini memuat poin penting mengenai standarisasi upah layak bagi PRT, serta jaminan sosial yang hingga kini masih menjadi mimpi di atas kertas. Banyak PRT yang bekerja seumur hidup tanpa perlindungan BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, apalagi akses bantuan sosial. “Dan itu harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan baik itu BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan maupun bantuan sosial dari kementerian terkait,” ucapnya di Jakarta (30/9).
Tak hanya itu, pengawasan terhadap implementasi undang-undang juga akan melibatkan struktur terkecil masyarakat, mulai dari RT hingga RW, untuk memastikan tidak ada lagi pekerja rumah tangga yang dieksploitasi diam-diam.
Meski DPR berjanji menuntaskan RUU PPRT pada 2025, pertanyaan besar tetap menggantung: mengapa harus menunggu tahun depan? Padahal, wacana RUU ini sudah bergulir lebih dari satu dekade. Sementara itu, ribuan PRT masih menghadapi diskriminasi, jam kerja tak menentu, upah rendah, hingga pelecehan tanpa ada mekanisme hukum yang jelas untuk melindungi mereka.
RUU PPRT, jika benar disahkan, bisa menjadi tonggak sejarah pengakuan negara terhadap profesi PRT yang selama ini dipandang sebelah mata. Namun, publik berhak waspada agar janji legislator ini tidak kembali hanya jadi retorika politik menjelang Pemilu.
Jurnalis: rendy/abri






