BONDOWOSO, beritalima.com – Legislatif Bondowoso menginisiasi rencana peraturan daerah (Raperda) pondok pesantren (Ponpes). Bahkan, sudah hampir beberapa hari terakhir ini, F-PKB melakukan public hearing terkait Raperda Ponpes tersebut.
Dalam kesempatan public hearing, pada Selasa (23/11/2021) Ketua F-PKB, Tohari memastikan, Raperda tersebut merupakan fasilitasi pesantren. Artinya, menfasilitasi kebutuhan-kebutuhan Ponpes dengan menyesuaikan kemampuan keuangan daerah.
Dicontohkannya, fasilitasi yang dimaksud yakni seperti sarana prasarana, kesejahteraan guru dan lain sebagainya. Namun, ditegaskan bahwa kehadiran Raperda tersebut tidak mengatur apa yang sudah jalan di Ponpes.
“Kita tidak akan mengatur cara bagaimana Pesantren dalam pembelajaran, kurikulum, kemudian kekhasan pesantren, kitab yang dibaca, pagi harus gimana. Kita tidak mengatur itu,” tuturnya.
Lebih-lebih lahirnya Raperda Ponpes ini, kata Tohari juga merujuk pada adanya UU nomer 18 tahun 2019 tentang pesantren. Yang mana dalam salah satu pasal di undang-undang tersebut, mengamanatkan untuk pendanaan pesantren dapat diambilkan dari APBD.
Sementara itu, seperti diketahui Pesantren, guru ngaji, Madrasah Diniyah dan lain sebagainya menjadi kewenangan Kementerian Agama. Bukan Pemerintah Daerah.
Namun demikian, selama ini sendiri memang di Bondowoso ada beberapa bantuan-bantuan sosial yang bersumber dari APBD diberikan kepada guru ngaji, madrasah diniyah.
“Sehingga dengan juga didorong dari adanya Perpres tentang pendanaan pesantren. Maka Perda ini tidak boleh tidak harus dibuat,” tuturnya.
Ia menyebutkan, target Raperda Ponpes ini sebenarnya diharapkan selesai tahun ini. Namun, karena memang terbentur oleh pandemi Covid-19 maka baru akhir tahun 2021 baru berproses lagi.
Wakil Ro’is Suriah PCNU Bondowoso, KH. Mas’ud Ali, yang turut hadir dalam public hearing, mengharapkan agar kehadiran Raperda ini tak menyebabkan konflik sosial. Sebagai akibat muncul sekolompok orang yang memaksakan diri untuk mendirikan sebuah lembaga keagamaan yang disebut pesantren.
Untuk itu, dirinya mengharapkan peraturan terkait pesantren dari sisi fisik turut diatur. Pasalnya, ia melihat dalam Raperda tersebut tidak satu pasal pun yang mengatur tentang pendirian Ponpes.
“Jadi sekalian saja, mengatur tentang pendirian Ponpes. Sekaligus mengatur bantuan tentang Ponpes,” ujarnya.
“Seperti pendirian rumah ibadah itu dari pemerintah daerah (ijinnya, red),” pungkasnya.(*/Rois)