PADANG,beritaLima — Gelaran Dayung Palinggam Festival (DPF) II tahun 2016 telah berakhir pada Minggu (3/12) kemarin. Kegiatan olahraga tradisional tersebut berakhir dengan insiden saling lempar batu yang melibatkan supporter dan pemain.
Mengomentari hal itu, Anggota DPRD Kota Padang, Azirwan kepada wartawan, Selasa (6/12) sangat menyayangkan kejadian tersebut. Dikatakan, DPF adalah olahraga tradisional dayung anak nagari dan telah dijadikan agenda rutin pemerintah kota yang dianggarkan pada APBD Kota Padang.
Dengan demikian, pertandingan tersebut tidak lagi bersifat kedaerahan, tapi sudah termasuk agenda pemerintah kota dan berhak diikuti seluruh anak nagari. Karena itu, sangat disayangkan bila terjadi aksi kericuhan saling lempar batu.
Peristiwa yang terjadi, kata Azirwan, harus jadi evaluasi untuk pelaksanaan tahun berikutnya. Kericuhan yang terjadi pada acara tersebut dinilai karena perencanaan dari panitia dalam menyelenggarakan program kurang baik. Apalagi, event tersebut sudah yang kedua kalinya dilaksanakan di tempat yang sama.
Hal yang sama disampaikan Ketua Komisi IV DRPD Kota Padang Surya Jufri Bitel. Menurutnya, dengan adanya insiden aksi lempar batu pada tersebut, ia menilai pihak panitia pelaksana belum siap dalam menyelenggarakan eventyang menjadi kebanggaan masyarakat Kota Padang. Pihak panitia seharusnya memprogramkan kegiatan itu secara matang sebelumnya. Begitu juga Dinas Pariwisata Padang yang menjadi penanggung jawab dari kegiatan tersebut agar mengevaluasi kembali kegiatan tersebut.
“Kita tidak mau lagi peristiwa ini berulang kembali. Apalagi kemarin pas bertepatan dengan kunjungan dari rombongan Asia Tenggara. Ke depannya, peristiwa yang terjadi menjadi bentuk evaluasi bagi DPRD Padang dalam melakukan penganggaran terhadap kegiatan dayung anak nagari tersebut,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Kota Padang, Medi Iswandi mengatakan, peristiwa seperti itu tidak akan terulang lagi. Dikatakan, PDF adalah olahraga tradisi yang harus dilestarikan dan tidak harus diwarnai dengan pertengkaran maupun permusuhan antar kampung.
“Rasa persaudaraan dan sportifitas harusnya menjadi hal utama yang dipegang dalam mengikuti perlombaan ini,” ujarnya.
Insiden yang terjadi pada penyelenggaraan PDF II yang dilaksanakan di bantaran Sungai Seberang Palinggam kemarin, kataya, bukanlah sesuatu yang harus disoroti secara negatif. Pemerintah menilai, banyak hal positif yang perlu dicermati. Inti dari penyelenggaraan adalah untuk mengangkat nilai-nilai budaya tradisional yang seyogianya dapat dijadikan alat pemersatu dan menjalin silaturrahmi antara satu kampung dengan kampung lainnya.
“Apalagi pemerintah sedang giat-giatnya menggalakkan pariwisata, sudah tentu kegiatan budaya tradisional akan menjadi perhatian serius pemerintah dalam rangka peningkatan pendapatan ekonomi masyarakat,” kata Medi.
Ia tidak menyalahkan siapa-siapa dalam hal itu. Medi Iswandi juga minta agar tidak membesar-besarkan persoalan itu lagi. Sebab, kerugian yang dialami dapat berimbas pada perpecahan antara sesama saudara.
“Jadi kegagalan FDP II ini merupakan tanggung jawab bersama dan menjadi bahan evaluasi dan introspeksi masing-masing pihak pada tahun berikutnya,” ungkapnya.
(pdm/bim/rki)