“Kalau urusan kerakyatan, saya akan perjuangkan, saya akan kejar sampai berhasil. Dan itu sudah saya buktikan berkali-kali”
SURABAYA, Beritalima.com|
Cantik, anggun, smart, berwibawa, rendah hati, dan murah senyum. Inilah sosok DR dra Sri Untari M.A.P ketua fraksi PDIP DPRD provinsi Jatim. Perempuan yang memimpin lebih dari 12.000 anggota koperasi serba usaha Setia Budi Wanita, atau yang lebih terkenal disebut SBW ini, mengisahkan perjalanan dan perjuangan yang panjang dalam meniti karir sebagai Sri Untari Bisowarno yang saat ini menjabat sebagai sekretaris DPD PDIP Jatim dan ketua umum Dekopin.
Pernah bercita-cita menjadi seorang guru, memiliki darah seniman yang gemar menyanyi dan berdeklamasi, penggemar olahraga bola voli dan basket, kemudian bergelut dengan dunia perkoperasian, dan “nyantol” di parlemen dengan atribut PDIP.
Di ruang kerjanya, Untari membuat berbagai program yang berorientasi pada kerakyatan. Wanita yang lemah lembut ini sangat karakteristik. Dibalik kelembutannya sebagai seorang wanita, Untari juga sangat gigih dalam memperjuangkan hak-hak kerakyatan. Dengan berbagai jabatan yang diembannya, Untari terus bekerja tanpa kenal lelah. Meskipun segudang kesibukan begitu banyak menyita waktunya, namun anggota komisi E DPRD provinsi Jatim ini sangat menikmati, sangat enjoy. Karena bagi seorang Untari, pekerjaan itu bukan beban, namun kegiatan yang menyenangkan, sehingga seberat apapun tantangan dan rintangan yang harus dihadapi, Untari selalu berpedoman bahwa semua masalah pasti ada jalan keluarnya. Tinggal bagaimana pihaknya memilah dan memilih solusi terbaik agar bisa meminimalisir jika terjadi “Kerugian”.
“Untuk urusan kerakyatan, saya akan perjuangkan semaksimal mungkin, saya akan kejar sampai berhasil, dan itu sudah saya buktikan berkali-kali dalam kehidupan saya. Saya hanya berpikir, bahwa lebih baik saya prinsipnya expired aku tahu yang kau mau. Saya mencoba memahami maunya orang, lalu saya bisa membantu apa yang diinginkan mereka,” tandasnya.
“Aku tahu kemampuanku sendiri. aku nggak mau karena gengsi, aku melakukan apapun yang sesuai dengan kemampuanku. Kapasitasku sesuai kebutuhannya, karena saya hidup itu menselaraskan dengan akhirat. Sebagai umat Islam kan dokternya 3, taat kepada Allah yang berhubungan dengan manusia dan alam semesta. kebanyakan manusia kan cuman Allah dan alam dan manusia, kita lupa bahwa kita ini adalah bagian dari pada ciptaan Allah yang menyatu dengan alam semesta. Kita lebih banyak mengeksploitasi semua alam yang disiapkan Tuhan untuk kita supaya Harmoni. Harmoni itu alam ini kan ada air, api, udara dan tanah, kemudian bulan dan Bintang. Segala macamnya ini diciptakan punya tugas masing-masing, yaitu mereka tunduk pada perintahNya,” papar Untari.
“Bagi orang Islam kalau mau berpuasa itu kan nggak cuma nahan lapar, sama halnya itu berat, nggak ringan. Ada hukum timbal balik. Ada hukum karma, hukum sebab akibat. Saya pahami itu bagaimana cara hidup kita, apa yang kita pilih, cara hidup kita itu sebenarnya memang tergantung dari pengetahuan dan pengalaman, maka banyak-banyaklah mencari tahu, banyak-banyaklah mengalami. Kalau sudah mengalami, yang kurang baik kita bisa memperbaiki, kalau mengalami yang baik bisa mencatatnya untuk dibagikan kepada yang lain, akhirnya hukum berbagi itu menjadi bagian dari pada pola hidup yang saya terapkan, dan dalam jabatan-jabatan, kalau itu yang diberikan pada saya sudah itu saya terima, Saya nggak pernah mengejar-ngejar. Tapi kalau itu menyangkut kepentingan rakyat kecil akan saya kejar, saya berusaha untuk mengejar sampai berhasil,” terangnya.
Jabatan Adalah Amanah
Menjaga amanah itu sangat penting, Kenapa karena itu pedoman hidup, kenapa karena mereka sebenarnya yang membuat kita ini menjadi sangat berharga dan dihormati orang.
“Di dalam kursi saya ini ada keringat mereka, di kursi ini saya dikasih makan, dikasih minum, di kasih gaji, dikasih transportasi, dikasih kehormatan duduk di depan. Dikasih akses dan fasilitas, dikasih akses informasi ke segenap penjuru. Kalau saya enggak jadi di posisi ini, ndak mungkin semua fasilitas ini diberikan ke saya.Sangat Saya sadari.Yang pertama di posisi saya sebagai anak buahnya ibu Megawati, tanpa tanda tangan beliau saya nggak kan pernah bisa duduk di sini,” tutur Untari.
Lebih lanjut Untari menyebutkan bahwa setelah dirinya ada di DPRD, ia menjadi kader bangsa, dari kader partai menjadi kader bangsa, maka jangan lupa kalau saya berusaha mengingatkan adik-adik saya, saudara-saudara saya, bahwa tanda tangan ibu Megawati itu adalah pokok buat kita. Tidak boleh sampai kemudian melanggar petuah-petuah beliau, melanggar perintah, karena beliau tidak mampu melakukan konsentrasi tinggi, bahwa dalam hidupnya sudah begitu banyak mengalami suka duka kehidupan, masa kecil sampai dengan masa 50 tahun, baru akhir-akhir ini saja bisa menikmati sedikit hasil dari perjuangan beliau.
“Saya sadar sepenuhnya kalau saya sangat menghormati beliau layaknya saya sangat menghormati ibu saya, layaknya menghormati Pemimpin tertinggi saya, apapun perintahnya tidak ada yang jelek, selalu baik untuk kepentingan banyak orang,
Meskipun ada yang marah dengan kami, menuduh kami yang cuman kerja asal-asalan, saya berusaha untuk mendaratkan diri saya sedarat daratnya dengan konsistensi saya sesuai bidang saya. Tentu saja kan bidang membina rakyat kecil dari sisi ekonomi-ekonomi perempuan. Ini kompleks, materi pengetahuannya kompleks. Dari mulai awal menjadi ketua koperasi saya tidak mau macam-macam,” tegasnya.
Masa Kecil Yang Indah
Disela-sela wawancara, Untari mengungkapkan, masa-masa kecil yang dinikmati bersama teman dan keluarga, menyisakan kenangan indah yang selalu diingatnya.
“Saya aktif ngaji, deklamasi, menyanyi di hari ulang tahun teman-teman saya. Saya juga senang olahraga. Saya kemudian ikut Pramuka. Di Pramuka itu saya menemukan sebuah cara untuk membangun kompetensi saya secara mendasar, yang didoktrin untuk mengimplementasikan dasadarma, dan itu masuk dalam kepala saya. Saya dilatih memiliki dedikasi dan tanggung jawab serta mampu beradaptasi dengan lingkungan yang dalam kondisi apapun,” tukasnya.
“Saya diajarin ngaji, kalau malam Jumat itu mendengarkan cerita para nabi, dengan mendengarkan contoh suri tauladan para nabi, kita diberikan sebuah hakikat kehidupan, maka belajarnya dari situ. Anak-anak itu masih dalam usia emas, saat usia emas itu kita mampu diberikan cerita yang baik, contoh yang baik, agar kebaikan-kebaikan itu bisa kita implementasikan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga nantinya akan menjadi sebuah karakter pribadi kita,” sambungnya.
Untari mengungkapkan bahwa roda kehidupan saat berada di jamannya, sangat berbeda jauh dengan kondisi saat ini. Dengan suara berat Untari menyatakan memang sekarang ini dunianya kan aneh, kita dulu enggak sejahat itu kan, kita pulang sekolah main hujan-hujanan enggak pakai baju, bajunya disimpan di dalam tas, enggak ada yang memperlakukan kita dengan perbuatan buruk. Sekarang ini
kejahatan seksual anak sudah sangat memprihatikan.
“Saat kuliah, aktivitasnya banyak tapi sambil kuliah itu saya membantu kakak, kakak saya jadi bidan. Saya kebagian merawat bayi yang baru dilahirkan. Kalau ada waktu luang, aktivitas saya tulis-menulis, jadi saya memang suka berkarya lewat tulisan. Jadi sebenarnya cara kita untuk menjadi orang yang bisa segala itu ya belajar. Saya belajar hidup sendiri, dengan mandiri kita belajar mengatasi segala persoalan kita, ada proses pembelajaran menuju kedewasaan,” imbuhnya.
Dorongan Ibu Menjadi Wanita Karir
Setelah berkeluarga, Untari membuat kesepakatan dengan suami untuk terus bekerja, memiliki kegiatan-kegiatan di luar rumah. Alhamdulillah suaminya, Bisowarno memberikan dukungan penuh, bahkan mendorong Untari untuk mewujudkan impian dan cita-citanya.Tak segan-segan, Bisowarno melepaskan harta bendanya untuk membiayai berbagai kebutuhan Untari.
“Kalau saya kerja prinsipnya ibu saya mengajarkan wong wedok kudu nyambut gawe.
Kami bersaudara 10 orang,10 orang itu 8 laki-laki 2 perempuan, semua pekerja. Tak ada satupun yang tidak bekerja. Saya pernah jadi guru di SMP Islam Malang, lalu jadi kepala sekolah di SMP Pancasila. Waktu masih praktek, saya pernah jadi guru di SMA Katolik, pernah juga jadi penyiar radio KDS 8. Dalam mencari jati diri karena awalnya pengen jadi ASN, namun tes sampai dua kali nggak pernah diterima,” ujarnya.
“Saya dapat penghargaan dari kelembagaan Dinas koperasi. Karena saya mampu mengelolah, membangun strategi yang tepat, sehingga Koperasi ini moncer. Hingga kami mampu membangun gedung 6 lantai dengan biaya Rp 113 miliar. Saya kuliah S2 ini tujuannya adalah saya ingin memperdalam ilmu pemerintahan, karena saya kan ada di DPRD. Aku pengen ngerti teori-teorinya pemerintahan daerah, di Malang tiga kali jadi sekretaris DPC, kemudian jadi wakil ketua. Ketika itulah saya berpikir, bagaimana caranya mendidik kader-kader yang berbasiskan Pancasila, sehingga sistem koperasi memiliki landasan Pancasila. Saya terapkan pendidikan Pancasila, akhirnya orang mengerti bagaimana peran Pancasila, bagaimana posisi Pancasila di koperasi. Saya juga ajarkan mencari perilaku orang sukses, agar mereka memiliki semangat untuk bekerja dan berkarya. Saya sering diminta menjadi pembicara, saya dianggap jadi inspirasi orang karena mereka melihat saya sebagai tokoh yang sukses. Tapi kan saya juga pernah mengalami kegagalan-kegagalan. Dari kegagalan itu saya belajar bangkit kembali dan berjuang mewujudkan impian dan cita-cita saya,” jelas Untari.
Untari menambahkan, pedoman hidup saya prinsipnya mengambil yang baik-baik dari tokoh-tokoh yang baik, ya saya awali pasti dari nabi kami Nabi Muhammad SAW, kemudian bung Karno dan para leluhur-leluhur Indonesia yang baik, yang perkasa- perkasa itu selalu meninggalkan hal-hal yang baik, maka itu saya ambil yang baik-baik.
“Saya coba untuk implementasikan, kalau dari bung Karno itu saya mengambil yang disarikan beliau didalam kata-kata dedication of life, itu adalah kumpulan kalimat bung Karno yang dihasilkan dari kontemplasi tinggi beliau, dan setelah saya telaah dengan mendalam melalui bahasa batin, itu sebenarnya adalah petunjuk bagi orang-orang yang sedang memiliki posisi penting, itu dedikasikanlah seperti itu. Katakanlah posisi nggak penting pun kalau kita punya dedikasi kepada apa yang sedang kita kerjakan, itu akan menjadi sebuah hikmat. Saya seorang manusia biasa, saya tidak sempurna, sebagai manusia biasa saya tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, tapi kebahagiaanku ialah mengabdi kepada Tuhan, mengabdi kepada tanah air bangsa dan negara. Di dalam bangsa itu ada rakyat, di dalam Tuhan itu ada perintah-perintah, di dalam tanah air itu ada alam semesta. Jadi sebenarnya dari kata bung Karno yang sangat mengidolakan Nabi Muhammad SAW, sangat mengidolakan tokoh-tokoh besar dunia. Dari hal tersebut, kita sudah bisa mencari saripati kehidupan, jiwa pengabdian inilah yang menikmati hidupku, membimbing langkah gerak hidupku. Tanpa jiwa pengabdian ini saya bukan apa-apa, tapi dengan jiwa pengabdian ini hidupku bahagia dan bermanfaat. Itu bahasanya aktivis. Kita bisa menggetarkan sesuatu, tapi berbagilah, karena kalau belajar dari alam semesta selalu memberi, alam nggak pernah minta. Air tersedia, matahari tersedia, udara gratis, Jangan cuman mau meminta tapi tidak mau memberi,” pungkasnya.(Yul)