SURABAYA – beritalima.com, Meski tidak hadir dalam persidangan, Ir. Klemens Sukarno Candra dan Budi Santoso divonis 3,5 tahun penjara atas kasus Sipoa laporan No LPB/1576/XII/2017/UM/JATIM. Atas vonis tersebut kuasa hukum Klemens dan Budi berencana mengajukan upaya hukum banding.
“Mengadili, menyatakan terdakwa Ir Klemens Sukarno Candra dan terdakwa Budi Santoso terbukti bersalah terbukti secara sah melakukan tindak penipuan secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan,” kata Ketua Majelis Hakim I Wayan Sosiawan di Pengadilan Negeri, Surabaya. Kamis (14/2/2019).
Dalam perkara ini, majelis hakim berpendapat bahwa unsur-unsur tindak pidana penipuan sesuai Pasal 378 KUHP dan atau Pasal jo Pasal 55 ayat 1 yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada Klemens dan Budi Sudah sudah terpenuhi.
“Unsur-unsur itu antara lain ; dengan maksud untuk menguntungkan diri secara melawan hukum, menggerakkan orang untuk menyerahkan barang sesuatu, dengan menggunakan salah satu upaya penipuan (dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan),” jelas Wayan.
Hakim juga menimbang hal-hal yang memberatkan dan meringankan dalam putusan ini. Hal yang memberatkan bahwa perbuatan yang sudah dilakukan oleh Ir Klemens Sukarno Candra dan Budi Santoso dianggap majelis hakim dapat menghilangkan kepercayaan publik dalam penjualan properti.
“Sementara itu, hal-hal yang meringankan adalah Ir Klemens Sukarno Candra dan Budi Santoso belum pernah dihukum dan bersikap sopan di persidangan,” ucap Wayan.
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan 4 tahun yang diajukan JPU Novan Aprianto sebelumnya.
Terhadap vonis tersebut, Klemens dan Budi melalui dan kuasa hukumnya berencana mengajukan banding.
“Kami berniat langsung mengajukan banding, tapi sebelumnya akan kami pelajari lebih dulu semua fakta persidangan yang menjadi dasar vonis hakim. Kami ingin dalami dulu. Kami ingin konsulatasikan dulu dengan Klien kam.” kata Franky Desima Waruwu, salah satu tim penasehat hukum Ir Klemens Sukarno Candra dan Budi Santoso, usai sidang.
Sebab, kata Franky banyak fakta persidangan yang diabaikan majelis hakim. Salah satunya tentang keterlibatan Yudi Hartanto, Direktur utama (Dirut) PT Bumi Samudra Jedine (BSJ) periode Februari 2014 sampai April 2015.
“Dalam salah satu pertimbangan hakim, disebutkan bahwa ada pihak-pihak lain yang disebut harus ikut bertanggung jawab, seperti nama Yudi Hartanto. Pertimbangan itu hakim tersebut diperkuat lagi dengan keterangan ahli saat dihadirkan dipersidangan, yang menyatakan bahwa sesuai pasal 92, 97 dan pasal 155 UU No 49/2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) bahwa semua direksi secara total bertanggung jawab,” sebut Franky.
Tak hanya itu, Franky juga menjelaskan, baik dalam meja persidangan maupun pada saat penyidikan di Polda Jatim, saksi ahli pernah menyampaikan bahwa semua direksi secara jabatan melekat tanggung jawab hukum baik pidana maupun perdatanya.
“Artinya semua direksi harus bertanggung jawab. Klemens jadi dirut 2014, lalu dilanjut sama dirut Yudi Hartanto 2014-2015 dan dilanjutkan lagi sama dirut Budi Santoso 2015-2017,” jelas Franky.
Fakta lain juga disebutkan Franky, bahwa Yudi Hartanto pada saat menjabat sebagai Dirut PT BSJ tersebut, sempat menandatangani dan mengeluarkan uang sebesar Rp 30 miliar, untuk uang muka pembelian tanah seluas 40.000 M2 sebagai akses jalan dari PT Ranti Panca Jaya.
“Meskipun menurut direktur keuangan PT BSJ sebenarnya bukan Rp 30 miliar, tapi Rp 38 miliar.” pungkas Franky.
Kasus ini bermula dari laporan Syane Angely Tjiongan dengan nomor laporan LPB/1576/XII/2017/UM/JATIM. Dalam LP itu, mewakili 71 orang pembeli apartemen Royal Avatar World di Jalan Wisata Menanggal Waru Sidoarjo.
Mereka melaporkan dugaan penipuan jual beli apartemen Royal Avatar World. Untuk penyebabnya, janji pihak developer yang rencananya hendak merampungkan pembangunan apartemen di 2017, ternyata tak sesuai janji.
Seharusnya, pada tahun 2017 kemarin, sudah serah terima unit apartemen kepada para pembeli. Namun sampai sekarang, tahap pembangunan apartemen belum juga dilakukan, meski beberapa pembeli telah membayar.
Bahkan total uang yang masuk developer mencapai Rp 12 miliar sesuai bukti kuitansi pembelian yang ada. Tak terima dengan hal itu, para korban lantas melaporkan keduanya ke SPKT Polda Jatim. (Han)