SURABAYA – beritalima.com, Terdakwa Ir. Ishwara Arisgraha dan Ir. Setijo Budianto, Direktur Utama dan Direktur PT Pradiptaya, Jalan Ngagel Tama, Baratajaya, Surabaya ditegur majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada saat menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa.
Pasalnya, kedua terdakwa penipuan kerjasama proyek pembangunan mekanikal dan elektrikal Praxis tersebut berbelit-belit.
“Mohon anda berdua jangan berbelit-belit. Anda bilang tadi proyek itu 540 hari bisa selesai. Tapi kok sampai jatuh tempo dari perjajian kerja ternyata baru anda kerjakan cuma sekian persen saja. Terus apa kendalanya proyek tersebut. Untuk kemunduran proyek tersebut apa ada amandemenya. Proyek itu mundur selama 1 tahun setengah lho, selesai sekitar April 2018,” kata ketua majelis hakim Maxi Sigarlaki. Rabu (16/10/2019.
Mendengar itu, terdakwa hanya menunduk. Lalu terdakwa Ishwara Arisgraha menjawab, tidak ada maksud untuk menipu, tapi wanprestasi.
“Tidak menipu pak hakim, tapi wanprestasi. Untuk kemunduran kerja tersebut sudah dituangkan dalam bentuk surat, kemunduran itu disebabkan ada pondasi yang belum selesai.” kata terdakwa Ishwara Arisgraha kepada ketua majelis hakim Maxi Sigarlaki.
Kemudian, terdakwa Arisgrha menjelaskan bahwa pada Oktober 2016 pihaknya sudah 20 persen mengerjakan proyek. Kemunduran pekerjaan itu
disebabkan ada pekerjaan lain dan tambahan waktu diberikan secara tertulis.
“Kemunduran tersebut dasarnya amandemen. Atas keterlambatan tersebut PT. Primasentosa Ganda selaku pemberi kerja memberikan tambahan waktu secara tertulis,. Ada berita acaranya,” tambahnya tanpa bisa memberikan bukti tertulis.
Sedangkan terdakwa Setijo Budianto, menjelaskan, untuk keterlambatan pekerjaan, pihaknya sudah 3 kali mendapatkan teguran dari pemberi kerja. Kendati dalam kontrak ada jaminan pelaksanaan sebesar 20 persen dari nilai proyek.
“Lalu kami diputus kontrak. Alasannya, pekerjaan tidak ada progres.Padahal untuk pekerjaan yang belum selesai tersebut sudah disepakati dua belah pihak. Memang dalam kontrak pekerjaan dimulai sejak tanda tangan kontrak. Tapi pekerjaan baru bisa kami kerjakan 1 setengah tahun kemudian,” sanggahnya.
Diakhir persidangan, kedua terdakwa membenarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang menyatakan kalau uang proyek ternyata dipakai untuk proyek lain. Sehingga dikenai denda sebesar 5 persen.
“Dalam kontraktor mekanikal enginering, sudah biasa dana dipakai untuk proyek lain,” tandasnya.
Diketahui, kasus ini bermula dari gagalnya kerjasama proyek pembangunan mekanikal dan elektrikal senilai Rp 78.9 miliar antara PT. Primasentosa Ganda dengan PT. Pradiptaya.
Sinarto selaku dirut dan Happy Gunawan
PT. Primasentosa Ganda menerbitkan Surat Perintah Kerja (SPK) pada PT Pradiptaya untuk mengerjakan proyek pembangunan mekanikal dan elektrikal Praxis sebesar Rp 78,9 miliar dengan batas waktu 540 hari sejak SPK diterbitkan.
Dalam SPK Nomor 03/PSG/PRAXIS/SPK/IV/2015 tanggal 28 April 2015 pekerjaan itu meliputi : 1. Spek Pekerjaan Mekanikal & Elektrikal yakni Pekerjaan persiapan pemadam kebakaran, Instalasi AC, Elektrikal Fire Alarm, Tata suara. 2. Provisional Sum, berkoordinasi dengan Main Kontraktor, tidak termasuk unit AC dihunian apartement, area podium, area hotel,l video phone , fiber optic , pekerjaan lift, genset, gondola, plumbing dan STP.
PT. Primasentosa Ganda selanjutnya memberikan sebesar 20 persen dari nilai kontrak yakni senilai Rp 15,3 miliar. Selanjutnya PT Pradiptaya memberikan Bank Garansi Rp 3,9 miliar dan Rp 15,7 miliar kepada PT Primasentosa Ganda.
Tapi pekerjaan tidak dilaksanakan sampai batas waktu yang sudah ditentukan setelah terdakwa menerima pembayaran uang muka 20 persen.
Akibatnya, proyek terbengkalai. Kedua terdakwa justru menggunakan uang muka tersebut untuk mengerjakan proyek lain. PT Primasentosa Ganda akhirnya merugi sampai Rp 13,8 miliar. (Han)