Duka Al Khoziny, Saat Cobaan Menerpa Santri Pencari Ilmu, Sang Pelita Kehidupan

  • Whatsapp
Lia Istifhama Senator Indonesia Anggota DPD RI

Oleh : Lia Istifhama – Anggota DPD RI

إنَّ المَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا لِطَالِبِ الْعِلْمِ رِضاً بِما يَطْلُبُ (رواه الطيالسى عن صفوان بن عسال)

Bacaan Lainnya

“Sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayap mereka kepada penuntut ilmu karena ridha kepada apa yang dituntutnya.” (HR. Thayaalisi dari Shafwan bin ‘Asal, Kitab Al-Jami’us Shaghier, hadis nomor 2123).

Para pencari ilmu, para santri yang meletakkan niat jihad mencari ilmu dengan penuh kesantunan, dengan naungan cahaya sayap-sayap malaikat, kini dirundung duka. Tangis dan rintihan menyayat hati terdengan di balik reruntuhan Mushalla Pondok Pesantren al Khoziny, Buduran Sidoarjo, salah satu pondok pesantren tertua di Jawa Timur yang berdiri pada tahun 1920an tersebut.

Musibah yang menyayat hati terjadi pada 29 September 2025. Tepatnya, menimpa sekitar 200 santri, sang pelita kehidupan, yang saat itu menjalankan ibadah sholat Ashar, dengan secara singkat dan tiba-tiba tertimpa material bangunan akibat proses pengecoran yang sama sekali tidak matang. Akhirnya, jiwa suci para santri pun yang menjadi korban. Mereka di tengah khusyuknya sholat, tanpa daya harus tertimbun material bangunan, bahkan hingga lebih 24 jam, tepatnya 30 September, dikabarkan 60an santri yang terduga tertimpa reruntuhan.

“Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in” yang berarti “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan”. Penggalan Surah Al-Fatihah ayat 5 kiranya menjadi harapan utama agar para santri yang tertimpa reruntuhan memiliki daya kekuatan dan dapat diselamatkan oleh tim evakuasi yang merupakan kolaborasi masif antara Pemprov Jawa Timur dengan BNPB.

Kekuatan yang sama tentu menjadi harapan kita pada proses pemulihan sekitar 98 santri yang mengalami luka-luka akibat musibah tersebut. Situasi trauma anak-anak tentu menjadi empati bersama karena mereka berhak masa depan yang indah sebagai penerus bangsa, pengejawantahan syubbanul yaum rijalul ghod, bahwa mereka yang saat ini pemuda, kelak mereka-lah yang menjadi pemimpin. Maka betapa musibah tersebut kiranya menjadi resiliensi diri agar kelak mereka menjadi generasi tangguh nan kuat.

“Dari sahabat Anas ra, ia berkata, Rasulullah saw bersabda, ‘Tiada seorang muslim yang ditinggal meninggal dunia oleh 3 anaknya yang belum mencapai dewasa melainkan Allah akan memasukannya ke dalam surga oleh kemurahan rahmat-Nya terhadap mereka,’” (HR Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah).

Hadis tersebut tiada lain menjadi pelipur duka pada wali santri yang mana putra tercintanya meninggal akibat musibah tersebut. Tiga santri sang cahaya kehidupan, yakni Maulana Alfan Abrahimafic, Mochammad Mashudulhaq, dan Muhammad Soleh meninggal dunia setelah sebelumnya berjuang di tengah reruntuhan. Kini mereka tak lagi merasakan sakit dan getirnya perjuangan, melainkan keluarga yang ditinggalkan tentu melalui proses berat untuk merelakan kepergian mereka. Maka untaian doa dan keyakinan bahwa merekalah penjemput orang tua di pintu surga, menjadi sebuah oase di tengah kepedihan.

Musibah al Khoziny adalah musibah kita semua. Karena setiap senyuman sang pencari ilmu merupakan senyum ketulusan nan kesucian yang menjadi penghias kehidupan, sedangkan setiap tangis rintihan kesakitan mereka adalah suara yang membuat hati kita tersayat.

Dalam Kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim sang Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari yang selesai disusun pada waktu subuh hari Ahad 21 Jumadal Tsaniyah 1343 H, menggambarkan betapa mulianya para santri yang menempuh ilmu di tengah jarak yang memisahkan mereka dengan keluarga.

Salah satu hadits Nabi Muhammad SAW yang tertuang dalam kitab itu, adalah yang diriwayatkan Sayyidina Ali ra, bahwa Nabi saw bersabda:

سألت جبريل عن اصحاب العلم فقال :

هم سرج أمتك فى الدنيا والأخرة , طوبى لمن عرفهم والويل لمن انكرهم وابغضهم . (كواشى)

“Pernah saya bertanya kepada Jibril tentang orang – orang yang berilmu, maka dia menjawab : Mereka adalah pelita – pelita umatmu di dunia dan akhirat, Beruntunglah orang – orang yang mengenal mereka dan celakalah orang yang mengingkari dan membenci mereka.”

Maka dari musibah al Khoziny kita pun mengambil pembelajaran penting, sebuah hikmah tentang pentingnya penjagaan dan perlindungan kita pada para pencari ilmu, terkhusus santri yang menjadi potret anak bangsa dengan perpaduan ilmu dan moralitas agama. Dan musibah yang terjadi, menjadi haturan do’a kita agar seluruh korban yang selamat senantiasa mendapatkan pertolongan Allah SWT, sedangkan keluarga dari santri yang meninggal, mendapatkan ketabahan yang luar biasa dan keikhlasan bahwa anak-anak mereka meninggal dalam khusnul khotimah yaitu di tengah kemuliaan shalat ashar, maka Insya Allah mereka pun menjadi insan kamil di sisi Allah SWT.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda; لَنْ يَلِجَ النَّارَ أَحَدٌ صَلَّى قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ، وَقَبْلَ غُرُوبِهَا

“Tidak akan masuk neraka seorang pun yang mengerjakan shalat sebelum matahari terbit (yakni shalat subuh), dan sebelum matahari terbenam (yakni shalat ashar). (HR. Muslim, 634)

 

 

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait