Duplik Dokter Meiti, Pasrah dan Berharap Tidak Masuk Penjara Cukup Membayar Denda

  • Whatsapp

SURABAYA, beritalima.com — Dokter spesialis patologi klinik National Hospital Surabaya, dr. Meiti Muljanti, kembali menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya dengan agenda pembacaan duplik, Selasa (18/11/2025).

Duplik tersebut diajukan setelah Jaksa Penuntut Umum menuntut dirinya dengan pidana enam bulan penjara terkait dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap suaminya, dr. Benjamin Kristianto.

Dalam duplik yang dibacakan di hadapan majelis hakim, Meiti menegaskan bahwa tindakannya terhadap suaminya dilakukan secara spontan sebagai bentuk pembelaan diri. Ia mengaku telah mengalami kekerasan dari suaminya selama 20 tahun pernikahan.

“Saya melakukan itu karena membela diri. Selama berumah tangga saya yang menjadi korban,” ucap Meiti di ruang sidang.

Salah satu poin yang disoroti Meiti adalah keaslian rekaman CCTV yang diajukan JPU sebagai alat bukti. Ia menyebut kemungkinan adanya rekayasa teknologi, mengingat masifnya penggunaan perangkat berbasis artificial intelligence.

“CCTV itu baru sah sebagai alat bukti jika telah diperiksa di laboratorium forensik. Untuk itu saya menolak penggunaannya karena keasliannya belum pasti,” tegasnya.

Meiti juga menolak kesaksian sopirnya yang dihadirkan sebagai saksi oleh JPU. Menurutnya, posisi sopir berada di luar ruangan dan terhalang mobil serta tembok dengan jarak sekitar delapan meter, sehingga tidak dapat melihat langsung kejadian.

“Saksi satu-satunya hanyalah suami saya sendiri. Dalam hukum, satu saksi bukan saksi, unus testis nullus testis,” ujarnya.

Menanggapi tuntutan enam bulan penjara dengan perintah agar segera ditahan, Meiti menyatakan pasrah dan berharap majelis hakim mempertimbangkan keadilan.

“Saya tidak dapat melawan suami dan tidak dapat melawan JPU. Jika saya dinyatakan bersalah, saya berharap putusan yang seadil-adilnya dan seringan-ringannya. Syukur-syukur tidak masuk penjara, atau cukup membayar denda,” harapnya.

Ia juga menegaskan bahwa tindakannya tidak direncanakan, melainkan refleks, dengan mendasarkan pembelaannya pada Pasal 49 KUHP.

“Saya masih memperjuangkan nasib perkawinan saya yang kini sedang kasasi di Mahkamah Agung. Juga memperjuangkan harta gono-gini,” tambahnya.

Sebelum menutup sidang, Ketua Majelis Hakim Ratna Dianing Wulansari menanyakan kembali apakah kedua pihak membuka peluang untuk berdamai. Pertanyaan itu kembali dijawab tegas oleh Meiti.

“Tidak, Yang Mulia,” jawab Meiti.

Dalam tuntutannya, JPU menilai Meiti terbukti melanggar Pasal 44 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT. Kasus ini berawal dari insiden pada 8 Februari 2022 di rumah mereka di kawasan Wiyung, Surabaya.

Di persidangan terungkap bahwa pertengkaran terjadi ketika Meiti datang menjenguk anak mereka yang sedang sakit. Saat berada di dapur, cekcok memuncak hingga Meiti disebut menyiram suaminya dengan minyak panas dan memukul lengan serta tangannya menggunakan penjepit masak.

Sidang akan dilanjutkan dengan agenda pembacaan putusan (Han)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait