JAKARTA, Beritalima.com– Pengelolaan hutan harus sejalan dengan konstitusi. Artinya, penyelenggaraan kehutanan harus mengandung jiwa dan semangat kerakyatan, berkeadilan serta berkelanjutan.
Karena itu, ungkap Ketua Komisi IV DPR RI, Edhy Prabowo, UU No: 41/1999 tentang Kehutanan sudah tidak sesuai lagi dengan prinsip penguasaan dan pengurusan hutan serta tuntutan perkembangan zaman.
Soalnya, ungkap wakil rakyat dari Dapil Provinsi Sumatera Selatan itu dalam implementasinya, banyak terjadi persoalan dalam pengelolaan hutan seperti berkurangnya luas kawasan hutan, alih fungsi kawasan hutan, hingga konflik dengan masyarakat adat.
Padahal, jelas Edhy usai memimpin Focus Group Discussion (FGD) pembentukan Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU Kehutanan di Kantor Gubernur Sumatera Selatan, Palembang, kemarin.
Masyarakat adat, kata laki-laki kelahiran Muara Enim, 24 Desember 1971 itu, bagian dari budaya yang harus kita akui keberadaannya. RUU ini akan perkuat mereka, sebab masyarakat adat adalah bagian dari kearifan lokal. Ini yang harus kita hidupkan.”
Dijelaskan, mengelola hutan saat ini bukan hanya masalah hewan dan tanaman semata, tetapi juga bicara persoalan kepentingan manusia yang tinggal di hutan. Karena itu, kehadiran RUU Kehutanan akan mengakui eksistensi hutan adat.
Dalam draft RUU Kehutanan telah dicantumkan perubahan status hutan menjadi hutan negara, hutan hak dan hutan adat. Ada banyak masukkan terkait ini.
“Secara prinsip, kita tahu masalahnya. Namun, siapa yang akan mulai. Sebenarnya, jika perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) itu niatnya ingin hidup berdampingan dengan masyarakat, masalah sosial tidak akan terjadi,” jelas Edhy.
Pada kesempatan serupa, anggota Komisi IV DPR RI dari Dapil Provinsi Jawa Tengah, Fadholi mengatakan, RUU Kehutanan mensikronkan antara aspek kelestarian dan pemanfaatan ekonomi dari wilayah hutan.
Menurut politisi kelahiran Kendal, Jawa Tengah, 21 Januari 1960 itu, pengelolaan hutan perlu dilakukan dengan asas manfaat, lestari, kerakyatan dan keadilan.
Penguasaan hutan oleh negara bukan merupakan pemilikan, tetapi negara memberikan wewenang kepada pemerintah untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan.
Karena itu, perlu ada satu perlindungan dengan baik dan juga perlu diatur agar hutan bisa dimanfaatkan masyarakat secara luas. “UU ini nantinya diharapkan bisa mengatur kepentingan pemanfaatan hutan sehingga dapat digunakan untuk kemaslahatan umat. Jangan sampai hutan ini dikuasai dan diperuntukkan hanya buat akses perusahaan.”
Menurut dia, penataan masyarakat adat akan menjadi salah satu skala prioritas dalam pembahasan RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan ini.
Pemukiman dan perkebunan adat akan diatur, apalagi perusahaan yang mengelola hutan dan belum mendapatkan izin secara resmi. “Masyarakat adat termasuk di pinggiran hutan harus mendapat perlindugan dan pemanfaatan hutan dengan maksimal,” demikian Fadholi. (akhir)