SURABAYA – beritalima.com, Eksekusi rumah jalan Teuku Umar Nomer 18 yang dihuni oleh enam orang lanjut usia (lansia) terjadi tanpa perlawanan. Kamis (10/8/2023).
Para lansia tersebut tak kuasa menahan juru sita Pengadilan Negeri mengeluarkan barang-barang dari dalam rumah. Mulai dari perabot, tempat tidur, meja dan kursi roda untuk diangkut ke mobil bak terbuka.
Sigit Sujatmono, kuasa hukum dari para lansia menilai bahwa eksekusi yang dilakukan oleh juru sita PN Surabaya tersebut tidak mempunyai rasa prikemanusian sama sekali.
Menurutnya, bagaimana mungkin orang yang tidak terlibat, tidak pernah digugat dan tidak pernah diperhadapkan pada suatu persidangan yang adil dan beradap, tiba-tiba harus mematuhi putusan Pengadilan.
“Hari ini kita melihat penegakan hukum yang melanggar hukum Pengadilan Negeri Suranaya melalui juru sitanya. Ini adalah salah satu bentuk pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM). Bagaimana mungkin orang bisa membela dirinya, jika tidak pernah ditaruh dalam suatu persidangan yang fair dan harus tunduk dan patuh terhadap putusan itu,” katanya di sela-sela pelaksanaan eksekusi.
Dijelaskan Sigit, para lansia tersebut sudah tinggal selama 58 tahun di rumah yang di tinggalinya dari almarhum orang tuanya.
“Jadi kalau ada yang mengatakan Pengadilan adalah pintu gerbang terakhir bagi pencari keadilan, itu hanya berlaku hanya bagi mereka yang secara ekonimis mempunyai uang. Jangan berharap keadilian bagi mereka yang tidak mempunyai uang,” sambungnya.
Hal senada juga diungkapkan Hizbul Maulana, yang juga menjadi kuasa hukum para lansia. Maulana memastikan bahwa eksekusi dan pengosongan yang dilakukan oleh juru sita Pengadilan Negeri Surabaya tersebut sudah merugikan. Sebab kata Maulana pada hari ini juga dirinya sedang berproses dalam upaya hukum luar biasa atau sedang melakukan gugatan perlawanan.
“Dimana gugatan perlawanan itu kini sedang berproses di tingkat Kasasi. Ini bukti kami melakukan upaya hukum Kasasi,” katanya sambil menunjukkan berkas Kasasi.
Apalagi jelas Maulana, berkaitan dengan eksekusi tersebut, pihaknya juga sudah mengajukan permohonan penundaan pelaksanaa eksekusi pengosongan kepada ketua Pengadilan Negeri Surabaya.
“Namun hingga saat ini, ketua Pengadilan Negeri Surabaya belum menjawab penundaan pelaksanaan eksekusi pengosongan kami. Maka jika ini dipaksakan, maka ketua Pengadilan Negeri Surabaya kami anggap telah menabrak aturan hukum yang berlaku,” sambungnya.
Terkait sikap tak acuh dari Ketua Pengadilan Negeri Surabaya, Hizbul Maulana pun berjanji tidak akan tinggal diam dan akan melaporkan Ketua Pengadilan Negeri Surabaya.
“Kami akan melaporkan kepada ketua Mahkamah Agung, kepada Bawas MA dan kepada ketua Pengadilan Tinggi Jawa Timur, karena perkara ini belum mempunyai kekuatan yang tetap,” pungkasnya.
Mengakhiri keterangannya pada awak media, Maulana memastikan bahwa sebagai pihak Terlawan atau pihak Ketiga, Kliennya tidak pernah digugat antara Pemohon eksekusi dengan Termohon eksekusi.
Sebelumnya, nasib miris menimpah enam orang lanjut usia (lansia), penghuni rumah di Jalan Teuku Umar No. 18 Surabaya. Mereka secara paksa diusir oleh jurusita Pengadilan Negeri Surabaya dari rumah yang sudah ditempatinya lebih dari 58 tahun.
Para lansia tersebut adalah, Felix George Umboh (73), Grace Oriana Umboh (72), Ivonne Venny Vivian Umboh (70), Maureen C Umboh (69), Jefferson Thomas Umboh (65) dan Franklin Benjamin Umboh (63).
Eksekusi terjadi setelah Pemohon Eksekusi, BS mendaftar di Pengadilan Negeri Surabaya. Hal itu berdasarkan putusan gugatan pemohon yang diduga dimohonkan oleh suami dari seorang Notaris di Surabaya terhadap Felix Umboh.
Para lansia tersebut diketahui merupakan ahli waris (anak kandung) Olga Umboh Jacob (alm), pemilik objek sengketa denga dasar kepemilikan itu berupa Surat Izin Sementara Nomor : 636/IX/1965 29 September 1965, yang diperoleh setelah mencabut Surat Izin Kepala Rumah Nomor: 297/KR/62, 24 April 1962 atas nama Hilda Altje Pinontoan Pussung.
Dalam Surat Izin Kepala Rumah (SIKR) tersebut tercantum pemilik rumah adalah N.V Bouw Mij Atlas, Jl. Sasak Nomor 69 Surabaya, dengan kuasa Ali Ba’agil, Jalan Rajawali Nomor 1 Surabaya.
Almarhum Nyonya Olga telah memberi ganti rugi sebesar Rp 24 juta kepada penghuni sebelumnya yaitu Hilda Altje Pinontoan Pussung tahun 1965.
Perselisihan mengenai hak atas objek itu sendiri terjadi ketika pada 1995, Olga mengajukan permohonan perpanjangan SIKR. Namun, pada 4 dan 11 Mei 2010, tiba-tiba datang surat panggilan dari Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah Pemerintah Kota Surabaya yang ditujukan kepada Olga. Selanjutnya sejak 15 April 2010 Pemkot Surabaya memblokir Surat Ijin Perumahan (SIP) atas objek sengketa tersebut.
Pemblokiran tersebut berdasarkan permohonan dari BS dengan dalih bahwa dia telah membeli objek tersebut atas alas hak SHGB No 971, dengan nama pemilik Hajjah Noorjasni. Dan jual beli tersebut tertuang dalam akta dengan nomer 61/2009, 08 Desember 2009, dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah, A. A. Andi Prajitno.
Pada 12 Februari 2010, terhadap SHGB tersebut telah dibalik nama menjadi atas nama BS. Anehnya, pihak Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah Pemkot Surabaya saat itu menyampaikan penawaran dari BS, untuk memberikan pesangon sebesar Rp 400 juta agar mengosongkan objek sengketa, namun para lansia itu menolaknya. (Han)