SURABAYA, beritalima.com| Sidang kasus pemotongan insentif pegawai di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dengan terdakwa Sekda Pemkab Gresik, Andhy Hendro Wijaya (AHW) berlanjut. Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang diketuai I Wayan Sosiawan menolak eksepsi atau nota keberatan yang diajukan pihak AHW.
“Menyatakan keberatan penasehat hukum dan terdakwa tidak diterima. Menyatakan surat dakwaan penuntut umum telah memenuhi syarat formil dan materil, sah menurut hukum, memerintahkan penuntut umum melanjutkan pemeriksaan perkara,” kata ketua majelis hakim, Wayan Sosiawan membacakan keputusan sela di Pengadilan Tipikor, Surabaya, Jum’at (24/1/2020).
Menurut Wayan, poin keberatan yang diajukan penasehat hukum sudah memasuki pokok perkara sehingga tidak dapat diterima.
“Pendapat tim penasehat hukum yang menyatakan dakwaan batal demi hukum, tidak dapat diterima. Memerintahkan jaksa melanjutkan sidang dengan menghadirkan saksi-saksi,” sambung Wayan.
Andhy Hendro Wijaya ditetapkan tersangka berdasarkan pengembangan dari pertimbangan putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya atas terdakwa M. Muchtar, Plt Kepala BPPKAD Gresik pada Kamis 12 September 2019 lalu.
Terdakwa Andhy Hendro Wijaya didakwa dengan pasal berlapis. Pada dakwaan ke satu, Jaksa mendakwa dengan Pasal 12 huruf e, Jo Pasal 18 UU Tipikor, Jo Pasal 64 KUHP, Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan dalam dakwaan ke dua, Terdakwa Andhy Hendro Wijaya didakwa melanggar Pasal 12 f, Jo Pasal 12 huruf f, Jo Pasal 18 UU Tipikor, Jo Pasal 64 KUHP, Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Menanggapi putusan sela yang dibacakan majelis hakim itu, kuasa hukum terdakwa AHW. H. Hariyadi menyatakan menerima putusan sela dari majelis hakim.
“Saya mengapreasiasi putusan sela hakim. Saya menyadari putusan sela jarang diterima hakim, sebab sudah masuk materi perkara. Dan saya tidak mengajukan banding,” ucap Hariyadi usai sidang.
Selain itu, menurut Hariyadi, penolakan eksepsi tersebut secara tidak langsung membuat dirinya akan dapat sedini mingkin menyiapkan saksi-saksi meringankan dalam persidangan tersebut nantinya, termasuk saksi-saksi ahli.
“Selain saksi meringankan, juga ada saksi ahli. Saksi ahli itu penting karena perkara ini tidak merugikan keuangan negara tapi masuk ranah korupsi. Ada tiga ahli yang akan kami ajukan. Dari Unair dua, dari Brawijaya satu,” pungkas Hariyadi. (Han)