Eksepsi, Sekda Gresik Minta Kasusnya Tidak Dikaitkan Dengan M. Muchtar

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com, Sekretaris Daerah (Sekda) Gresik, sekaligus terdakwa kasus dugaan korupsi di Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BBPKAD) Gresik, Andhy Hendro Wijaya (AHW) kembali menjalani persidangan. Sidang kali ini beragendakan eksepsi AHW atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Pada sidang ini, AHW dalam eksepsinya menilai dakwaan jaksa sangat spekulatif. Bahkan Jaksa Penuntut Umum hanya mengkait-kaitkan AHW dalam pusaran kasus OTT di BBPKAD Gresik yang dilakukan oleh terpidana M. Muchtar semata pada 14 Januari 2019.

“Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP yang di dakwakan JPU ini tidak memenuhi syarat materii pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP, sebab saat terjadi OTT pada M. Mukhtar, terdakwa AHW sudah tidak lagi menjabat sebagai kepala BPPKAD, apalagi AHW baru ditetapkan sebagai tersangka pada 21 0ktober 2019,” kata kuasa hukum AHW. H. Hariyadi saat membacakan eksepsinya di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Surabaya. Jumat (3/1/2020).

AHW dalam eksepsinya yang dibacakan
penasehat hukumnya, juga menyebut surat dakwaan jaksa disusun secara tidak cermat. Hal tersebut dimaksudkan terkait kerugian negara sebagaimana dalam dakwaan Pasal 12 huruf e dan f yang didakwakan pada dakwaan kesatu.

“Bahwa oleh karena tidak ada unsur kerugian Negara, maka mempertanggung jawabkan keuangan Negara tidak menjadi unsur-unsur delik pidana yang harus dibuktikan, Hal ini membuktikan bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak cermat,” lanjut Hariyadi.

Bahkan menurut Hariyadi, tindakan pemotongan instensif tersebut, telah berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 69 Tahun 2010, yang pelaksanannya diatur dalam peraturan Bupati Gresik.

“Dengan demikian uang yang diterima oleh masing-masing pegawai adalah uang sah dan menjadi hak masing- masing pegawai, bukan lagi merupakan uang Negara. Oleh karena itu kalimat memaksa dalam dakwaan jaksa penuntut umum adalah tidak tepat,” terang Hariyadi.

“Sehingga penggunaan kalimat memotong insentif pemungutan pajak dan retribusi daerah dalam dakwaan jaksa penuntut umum adalah tidak tepat dan tidak cermat, karena penyebutan setiap kalimat mempunyai makna dan perbuatan yang berbeda,” sambung Hariyadi.

Diakhir eksepsinya, Hariyadi meminta agar majelis hakim pemeriksa perkara ini untuk menerima eksepsinya dan membatalkan surat dakwaan JPU.

“Kami memberikan waktu ke penuntut umum untuk melakukan tanggapan. Sidang dilanjutkan hari Jum’at tanggal 17 Januari,” pungkas ketua majelis hakim Wayan Sosiawan menutup persidangan.

Untuk diketahui, Terdakwa Andhy Hendro Wijaya didakwa dengan pasal berlapis. Pada dakwaan ke satu, Jaksa mendakwa dengan Pasal 12 huruf e, Jo Pasal 18 UU Tipikor, Jo Pasal 64 KUHP, Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sedangkan dalam dakwaan ke dua, Terdakwa Andhy Hendro Wijaya didakwa melanggar Pasal 12 f, Jo Pasal 12 huruf f, Jo Pasal 18 UU Tipikor, Jo Pasal 64 KUHP, Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Andhy Hendro Wijaya ditetapkan tersangka berdasarkan pengembangan dari pertimbangan putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya atas terdakwa M. Muchtar, Plt Kepala BPPKAD Gresik pada Kamis 12 September 2019 lalu. (Han)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *