Eksepsi Tatang Istiawan Ditolak, Namun Pengajuannya Menjadi Tahanan Kota Diterima

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com, Majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya menolak eksepsi Bos Media di Surabaya, Istiawan Witjaksono alias Tatang Istiawan Bin Imam Muslimin yang didakwa kasus korupsi pengadaan mesin percetakan senilai Rp 7,3 milliar oleh Kejari Trenggalek.

“Menolak eksepsi tim penasehat hukum terdakwa, menyatakan surat dakwaan penuntut umum telah memenuhi syarat formil dan materiil,” ucap ketua majelis hakim I Wayan Sosiawan membacakan amar putusan selanya, Jum’at (15/11/209).

Dengan ditolaknya eksepsi tersebut, Majelis hakim memerintahkan jaksa penuntut umum untuk melanjutkan perkara korupsi ini ke pembuktian pokok perkara. Nantinya, hakim akan dapat menilai berdasarkan fakta persidangan. Apakah Tatang korupsi atau tidak.

“Untuk membuktikan apa yang dilakukan terdakwa agar hakim tidak segan menghukum terdakwa jika bersalah dan tidak ragu membebaskan jika tidak bersalah. Sidang dilanjutkan tanggal 29/11/2019 yang akan datang dengan agenda pemeriksaan saksi,” kata hakim Wayan.

Sementara terkait eksepsi terdakwa Tatang yang menganggap Pengadilan Tipikor tidak berhak mengadili perkaranya karena masuk ranah perdata dinyatakan tidak dapat diterima oleh mejelis hakim

“Pengadilan Tipikor tetap berwenang mengadili perkara ini karena adanya kerugian negara sehingga eksepsi tidak dapat diterima,” terang hakim anggota Lusfiana saat membacakan pertimbangan hukum dalam amar putusan selanya.

Diakhir persidangan, hakim Wayan Sosiawan juga mengekuarkan penetapan tahanan dari tahanan di rutan menjadi tahanan tahanan kota pada terdakwa Istiawan Witjaksono alias Tatang Istiawan Bin Imam Muslimin. Alasannya, terdakwa koorperatif dalam persidangan, mendapatkan jaminan dari Istri dan anak terdakwa,

“Serta ada surat kesehatan dari dokter Rumah Sakit Bhyangkara tanggal 31 Oktober 2019, yang menyatakan terdakwa menderita penyakit Diabetes Melitus, Jantung dan TBC, sehingga diperlukan perawatan kesehatan yang intensif, ” pangkas hakim Wayan didampingi hakim Lufsiana Abdullah dan Emma Eliani.

Diberitakan sebelumnya, Kasus ini bermula saat terdakwa Tatang Istiawan menjabat sebagai Direktur Utama (Dirut) PT Bangkit Grafika Sejahtera (BGS). Saat menjabat, Ia mengajukan kerjasama pengadaan mesin percetakan Heindelberg Speed Master 102 V tahun 1994 seharga Rp 7,3 miliar yang bersumber dari dana penyertaan modal PD Aneka Usaha sebesar Rp 10,8 miliar.

Namun, mesin percetakan yang dibeli oleh terdakwa Tatang dari UD Kencana Sari bukanlah mesin percetakan baru, melainkan rekondisi atau dalam keadaan rusak.

Dalam dakwaan jaksa juga disebutkan,
Terdakwa Tatang Istiawan tidak menyetorkan modal awal ke perusahaan sebesar Rp 1,7 miliar sebagaimana tertuang dalam perjanjian antara PT BGS dengan PD Aneka Usaha. (Han)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *