KEDIRI, beritalima.com | Di Dusun Bioro, Desa Kandangan, Kecamatan Kandangan, Kabupaten Kediri, ada situs yang saat ini masih menyimpan misteri riwayatnya sendiri. Situs “Gentong Bioro”, itulah nama yang disematkan warga setempat. Babinsa Kandangan, Pelda Sunarto menelusuri jejak riwayat situs tersebut, namun terhambat lantaran minimnya literasi terkait keberadaan situs Gentong Bioro ini. kamis (4/7/2019)
Berdasarkan penjelasan sumber informasi yang dapat dipercaya, inskripsi pada tugu yang terletak berdampingan dengan gentong, diidentifikasikan menggunakan aksara “kuadrat”, dan aksara ini digunakan pada masa Kerajaan Kadiri maupun Singasari.
Menurutnya, sebenarnya aksara kuadrat merupakan perkembangan atau perubahan dari aksara “kawi”, sedangkan aksara kawi itu sendiri menginduk pada aksara “pallawa”.
Selain digunakan di wilayah kekuasaan Kerajaan Kadiri, dan Singasari, aksara kuadrat ternyata digunakan kerajaan-kerajaan diluar pulau Jawa. Hal ini bisa dibuktikan pada situs-situs kuno di Bali yang bertuliskan aksara kuadrat, sekaligus membuktikan adanya kedekatan antara kerajaan di Bali dengan kerajaan di Jawa.
Kedekatan tersebut dapat dibuktikan dari sejarah kekerabatan antara kerajaan di Bali dengan kerajaan di Jawa pada masa pemerintahan Kerajaan Kahuripan.
Garis keturunan Raja Airlangga yang berasal dari Wangsa Isyana, berstatus keturunan Raja Udayana dari Kerajaan Bedahulu, dan Ratu Mahendradatta dari Kerajaan Medang.
Kembali pada keberadaan situs gentong bioro, inskripsi yang tertulis di tugu tersebut merupakan sengkalan yang menunjukkan tahun 1171 saka atau 1250 Masehi. Merujuk sengkalan tahun 1171 saka, menunjukkan “timeline” sejarah masa pemerintahan Kerajaan Tumapel dibawah kekuasaan Raja Wisnu Wardhana.
Wisnu Wardhana atau Ranggawuni atau Seminingrat adalah putra dari Anusapati, dan Anusapati adalah putra dari Tunggul Ametung, dan Ken Dedes.
Ketika Anusapati menduduki singgasana Tumapel, ia digulingkan lewat kudeta berdarah oleh Tohjaya dengan menusukkan Keris Empu Gandring. Setelah kudeta tersebut, Tohjaya sukses menduduki singgasana Tumapel, namun masa pemerintahannya tidak berlangsung lama.
Koalisi Ranggawuni, dan Mahesa Campaka atau Narasingamurti berhasil menggulingkan pemerintahan Tohjaya. Merujuk pada garis keturunan, sebenarnya Ranggawuni maupun Mahesa Campaka masih berstatus keponakan dari Tohjaya.
Usai perang antara koalisi “keponakan” versus Tohjaya, Ranggawuni naik singgasana dengan gelar Wisnu Wardhana, sedangkan Mahesa Campaka naik singgasana dengan gelar Ratu Angabhaya bergelar Narasinghamurti.
Pada masa pemerintahan Wisnu Wardhana inilah, sejarah penting terjadi, yaitu pemindahan Kutaraja Tumapel ke Kutaraja Singasari. Dari Wisnu Wardhana juga, lahirlah Raja Kertanagara, yang perwujudannya bisa dilihat pada patung “Joko Dolog” yang terletak di jalan Taman Apsari, Kota Surabaya.
Menurut prasasti Mula Malurung, Raja Wisnu Wardhana mempersatukan kembali Tumapel dengan Kadiri, namun dalam kitab Pararaton maupun kitab Nagarakertagama, penyatuan dua wilayah ini tidak tertulis.
Prasasti Mula Malurung berwujud lempengan tembaga yang berasal dari masa pemerintahan Raja Kertanagara. Terdapat 10 lempengan tembaga, namun hingga hari ini hanya ada 7 (tujuh) yang berhasil diketemukan, 3 (tiga) lainnya belum dapat ditemukan.
Pada lempengan tembaga ketiga, menjelaskan bahwa pada masa itu Seminingrat atau Wisnu Wardhana berhasil menyatukan kembali Tumapel, usai pecah sepeninggal Ken Arok yang dikudeta Anusapati dengan menusukkan keris Empu Gandring.
Kembali pada keberadaan situs Gentong Bioro, dari wawancara antara Pelda Sunarto dengan juru kunci situs tersebut, tiap bulan “suro”, warga desa setempat selalu menjalan aktifitas tradisi rutin tahunan.
Tidak hanya itu saja, warga di Desa Kandangan ini, rutin setiap jumat legi melakukan aktifitas tradisi turun temurun. Dari wawancara tersebut, bisa ditarik benang merah antara situs Gentong Bioro dengan kebudayaan warga setempat. (dodik)
Ekspedisi Sejarah Situs Gentong Bioro Kediri
https://www.youtube.com/watch?v=VJ9CD9N1eS0
Menelusuri Riwayat Situs Gentong Bioro Kediri