Oleh: Purahman *)
Kali ini, sekolah menengah (SMP,MTs) sedang melangsungkan Unas khususnya Indonesia. Seperti biasanya, setiap tahun sekolah melaksanakan Unas berbasis konvensional, yakni menggunakan kertas sebagai sarana dalam melaksanakan Ujian. Namun, pada tahun ini ada sedikit perubahan dari segi pelaksanaannya, yaitu dilaksanakan dengan berbasis komputer (UNBK). Bila kita perhatikan kebijakan yang diambil pemerintah terkait ujian nasional kali ini, seakan penanda bahwa saat ini adalah pilihan yang tepat untuk beralih ke level yang lebih tinggi, dari konvensional to next berbasis komputer.
Di lain sisi, kebijakan ini sangatlah berat bila disuguhkan terhadap sekolah yang masih primitif, yang notabene siswa-siswinya masih belum tersentuh oleh teknologi. Sehingga, proplem ini bisa menjadi pemicu proses gagalnya UNBK ini. Tidak hanya itu, yang menjadi faktor kegagalnya UNBK, bisa juga disebabkan oleh koneksi jaringan dan padamnya listrik.
Ratusan siswa terpaksa menunggu empat jam sampai listrik menyala demi melanjutkan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) SMA hari kelima di SMA Negeri 1 Kota Sukabumi, Jawa Barat, Senin (11/4/2016) sekitar pukul 14.00 WIB. SUKABUMI, KOMPAS.com
Hal itu merupakan sekelumit contoh eksperimentasi dimaksud. Mau tidak mau siswa-siswinya harus bersabar, menunggu listrik normal kembali. Jika insiden ini terjadi “berjam-jam”, bagaimana nasib para siswa-siswi yang setatusnya masih melangsungkan Unas. Perlu dimatangkan kembali sebelum mengaplikasikan dan melangsungkan UNBK. Sehingga proses UNBK bisa berjalan secara kondusif dan efisien.
Metamorfosis
Di era modern, menuntut kita ikut serta dan larut dalam arus kemajuan. Yang menjanjikan kebahagian, kebebasan dan mengedepankan rasionalitas. Terbukti, pada pelaksanaan Ujian kali ini berbasis komputer. Dengan harapan kedepannya lebih baik, mampuh bersaing dengan negara lain.
Perubahan kali ini mengarah kepada “sindrom pertumbuhan”, artinya mengarah keperubahan kualitas yang lebih baik, dari sigi kualitas hidup dan pendidikan yang berkredibilitas tinggi. Walupun tidak dapat disangkal, dalam reformasi ini terdapat sisi-sisi positif dan negatif. Sehingga dibutuhkan eksperimentasi dalam menetapkan kebijakan ini, tidak bisah secara mentah-mentah dicangkok langsung dalam realita publik.
Menurut mentri pendidikan dan kebudayaan Anies Baswedan, yang disampaikan kepada wartawan BBC Indonesia, Jerome Wirawan, mengatakan UNBK sengaja dimulai demi berbagai alasan, termasuk menekan biaya. Yakni pengiriman akan lebih simple, biaya jauh lebih murah karena tidak perlu dicetak dan tidak perlu distribusi mahal.
UNBK ini bersifat tidak memaksa “sunah”. Setiap sekolah tidak diwajibkan untuk ikut UN berbasis komputer, hanya diperuntukkan bagi sekolah yang memiliki komputer yang mewadai. Anies Baswedan menegaskan, yang sudah siap pakai komputer, pakai komputer. Yang belum siap pakai kertas.
Pada tahun 2014, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mulai melaksanakan Ujian Nasional (UN) secara online atau yang disebut dengan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). Saat itu, UNBK hanya dilakukan secara terbatas di SMP Indonesia Singapura dan SMP Indonesia Kuala Lumpur (SIKL). Karena hasilnya cukup memuaskan, Kemendikbud pun memutuskan untuk kembali melaksanakan UNBK pada tahun 2015 di sekolah-sekolah terpilih.
Sistem tersebut kali ini diterapkan kembali pada UN 2016. Jumlah sekolah yang terdaftar untuk mengikuti UNBK pun lebih banyak meskipun masih ada sekolah yang menerapkan UN berbasis kertas. Tapi, tentu ada banyak pro dan kontra yang menyertai diterapkannya UNBK ini.
Keuntungan UNBK satu ini mungkin tidak dapat dirasakan oleh para peserta ujian, tetapi UNBK 2015 terbukti telah menghemat anggara negara hingga 30%. UNBK dinilai sangat irit karena tidak perlu mencetak dan mendistribusi naskah soal dan Lembar Jawaban Komputer (LJK). Negara menyimpan jumlah biaya pencetakan 35 juta eksemplar naskah soal sebanyak 560 miliar rupiah dan biaya pendistribusian soal yang mencapai 80 juta rupiah per wilayah.
Jika boleh memilih, maka UNBK adalah opsi yang paling tepat, untuk diaplikasikan pada era ini. Selain lebih menghemat biaya, juga sebagai langkah awal menuju ke arah lebih maju.
Editor Forma, Lembaga Perss Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Uin Sunan Ampel Surabaya