JAKARTA, Beritalima.com– Sejumlah ulama dari Jawa Barat berkumpul di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Selasa (1/6) malam. Para pengayom umat tersebut berbicara politik di tanah air dan posisi umat Islam beberapa tahun belakangan ini.
Salah satu yang hangat dibicarakan terkait meminta Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Abdul Muhaimin Iskandar alias Gus Ami maju sebagai calon presiden (capres) pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Permintaan para ulama tersebut, jelas pengamat politik Universitas Esa Unggul Jakarta, Muhammad Jamiluddin Ritonga saat bincang-bincang dengan Beritalima.com di Jakarta, Rabu (2/6), wajar saja mengingat Gus Ami adalah ketua umum partai yang pada pemilu legislatif mampu meraih suara 9,69 persen dan menduduki posisi papan tengah di Parlemen.
Selain sukses masuk di papan tengah pileg 2019, Gus Ami juga memiliki segudang pengalaman baik di birokrasi maupun parlemen. Di birokrasi, Gus Ami pernah diberi kepercayaan sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) era Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Di parlemen malah Gus Ami tidak hanya sekadar menjadi wakil rakyat. Dia tercatat tiga kali menjadi pimpinan DPR RI. Bahkan sempat pula menjadi Wakil Ketua MPR RI.
Sebelumnya, pria kelahiran Jombang, Jawa Timur, 24 September 1966 tersebut pernah pula dipercaya menjadi Ketua Fraksi PKB DPR RI. Segudang jabatan dipegang Gus Ami dalam organisasi kemasyarakatan. Dengan segudang pengalaman itu, ulama Jawa Barat siap mendukung Gus Ami maju 2024.
Namun, ungkap Jamil, segudang pengalaman dan prestasi di birokrasi dan parlemen tersebut belumlah cukup buat Gus Ami untuk maju 2024. Yang bersangkutan terbentur dengan masalah elektabilitas.
“Elektabilitas Gus Ami terlalu rendah. Dia berada di papan bawah dan sulit didongkrak untuk bisa bersaing dengan Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, Sandiaga Uno, Ridwan Kamil maupun Agus Harimurti Yudhoyono (AHY),” jelas pengajar Isu dan Krisis Manajemen, Metode Penelitian Komunikasi dan Riset Kehumasan ini.
Selain elektabilitas diri dia yang rendah, PKB yang dikomandoi Gus Ami juga belakangan ini hanya dikisaran lima persen dan belum aman untuk tetap bertahan di parlemen.
“Dengan elektabilitas yang rendah, tentu sulit bagi partai lain untuk berkoalisi dengan PKB mengusung Gus Ami sebagai Capres. Resiko kalah akan sangat besar bila partai lain memaksakan diri mengusung Gus Ami,” kata Jamil.
Selain elektabilitas rendah, Gus Ami dan PKB juga tidak mencerminkan besarnya suara Nahdlatul Ulama (NU), organisasi keagamaan terbesar di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Padahal, terbesar pendukung PKB sebelumnya adalah NU.
“Jadi, saya nilai Gus Ami pada dasarnya tidak dikehendaki oleh seluruh warga NU. Bahkan pendukung Gusdur yang juga warga NU diperkirakan tidak akan mendukung Gus Ami untuk nyapres. Padahal pendukung Gusdur jumlahnya cukup besar,” kata Jamil.
Belum lagi suara NU yang ke Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan partai berbasiskan agama seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS) atau partai nasionalis lainnya juga cukup banyak. Hal ini tentu menyulitkan Cak Ami untuk menang pada kontestasi pilpres 2024.
Selain itu, Muhammadiyah, Persis dan ormas Islam lainnya di luar NU, tampaknya akan sulit mendukung pencapresan Gus Ami. Bagi mereka, Gus Ami bukanlah tokoh Islam yang layak diusung.
“Ormas Islam di luar NU tampaknya lebih condong mengusung Anies. Bagi mereka, Anies yang punya elektabilitas tinggi dan lebih diterima kalangan Islam, lebih berpeluang menang pada Pilpres 2024 dari pada Gus Ami,” demikian Muhammad Jamiluddin Ritonga. (akhir)