SURABAYA – beritalima.com, Empat karyawan CV. Kencana Sar Jaya Abadi, Jalan Jemur Andyani 45 Surabaya menjalani sidang di Pengadilan Negeri Surabaya. Agendanya pembacaan putusan sela dari majelis hakim.
“Maaf, untuk putusan sela kita tundah satu minggu lagi, katanya di ruang sidang Tirta 2 PN. Surabaya. Kamis (8/8/2024).
Sebelumnya, terdakwa Edwin Febryanto kepala bengkel, bersama-sama dengan terdakwa Putri Magdalena, terdakwa Syafira Lestari Putri dan terdakwa Adinda Ruri Choirunnisa didakwa Jaksa Damang Anubowo dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya dalam Pasal 374 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penggelapan dalam jabatan.
Jaksa Damang dalam surat dakwaannya menyebut kasus ini berawal dari adanya adanya uang masuk di kasir dalam pembelian spare part sejak Januari 2024 sampai April 2024.
Mengetahui itu, terdakwa Putri Magdalena bersepakat untuk menguasai uang tersebut dengan maksud untuk dimiliki bersama dengan cara membuat nota fiktif dalam pembelian spare part yang pembeliannya dilakukan dari luar bengkel CV. Kencana Sari Jaya Abadi dengan menyertakan pula nomor polisi fiktif.
“Kemudian nota fiktif tersebut diserahkan kepada bagian Admin untuk dicatat dan diserahkan kepada bagian Kasir untuk mendapatkan penggantian uang pembelian spare part,” kata Jaksa Damang saat dikonfirmasi setelah sidang.
Lalu uang tersebut dibagi oleh para terdakwa untuk kepentingan pribadinya. Terdakwa Eddwin menerima 40 persen, terdakwa Putri Magdalena dan terdakwa Adinda Ruri Choirunnisa menerima 40 persen, sedangkan terdakwa Syafira Lestari Putri terima 20 persen.
“Uang tersebut digunakan oleh para terdakwa untuk kepentingan pribadinya tanpa sepengetahuan atau seijn dari Wibisono Tiojono selaku direktur dari bengkel Kencana Sar Jaya Abadi,” lanjut Jaksa Damang.
Selama kurun waktu Januari 2024 sampai April 2024, para terdakwa telah membuat nota fiktif dan mencairkan uang penggantian atas pembelian spare part sebanyak 208 nota fiktif dengan total senilai Rp.188.555.200.
“Misalnya bulan Januari 2024 sebanyak 54 nota fiktif senilai Rp.48.553.000, bulan Februari 2024 sebanyak 47 senilai Rp.42.236.500, bulan Maret 2024 sebanyak 67 senilai Rp.66.815.000 dan bulan April 2024 sebanyak 40 nota fiktif senilai Rp.30.950.700,” papar Jaksa Damang.
Menurut Jaksa Damang, dalam perkara ini para terdakwa mempunyai peran masing-masing. Terdakwa Edwin Febryanto membuat nota fiktif pembelian spare part yang pembeliannya dilakukan dari luar bengkel.
Terdakwa Syafira Lestari Putri membuat nota fiktif pembelian spare part yang pembeliannya dilakukan dari luar bengkel dan mengisi/menulis nomor polisi sepeda motor pada nota fiktif.
Terdakwa Putri Magdalena menginformasikan adanya uang masuk di kasir kepada Terdakwa lain, menerima nota fiktif lalu menyerahkan nota fiktif ke Kasir kemudian menerima uang dari Kasir atas penggantian nota fiktif dan membagi uang penggantian tersebut kepada Terdakwa lain, serta membuat laporan fiktif kas harian.
“Terdakwa Adinda Ruri Choirunnisa menerima nota fiktif dan menyerahkan uang penggantian atas pembayaran barang sesuai nota fiktif, mengetahui adanya nota fiktif namun tetap memberikan penggantian uang nota fiktif serta menerima uang hasil pembagian atas penggantian nota fiktif,” pungkas Jaksa Damang.
Berdasarkan Sistim Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Nomor 648/Pdt.G/2024/PN.Sby Pengadilan Negeri Surabaya. Terdakwa Putri Magdalena, terdakwa Edwin Febriyanto dan terdakwa Syafira Lestari Putri menggugat perdata Wibisono sebagai Tergugat I dan Kapolsek Wonocolo sebagai Tergugat II dan AHASS (Astra Honda Autorizhed Service Station) sebagai Turut Tergugat I, terdakwa Adinda Ruri Choirunnisa sebagai Turut Tergugat II dan Kapolrestabes Surabaya sebagai Turut Tergugat III.
Dikonfirmasi selesai sidang, Urip Mulyadi MB,. SH dari kantor hukum Merah Putih Justice mengatakan pidana yang dijeratkan terhadap kliennya tidak ada alasan lain haruslah dihentikan karena ada gugatan perdata.
Ia pun menyebut Peraturan Mahkamah Agung Nomer 1 Tahun 1956 tentang Prejudicieel Geschill memerintahkan majelis hakim untuk menghentikan perkara pidanaya karena ada sengketa keperdataan didalamnya.
“Kami telah melakukan gugatan perdata terlebih dahulu. Kami menolak perkara pidana ini dilanjutkan. Jika perkara ini tetap dilanjutkan, maka kami akan melakukan upaya hukum baik ke Komisi Yudisial maupun ke Mahkamah Agung,” sebutnya.
Sisi lain, Urip menduga ada permufakatan jahat dengan menggunakan undang-undang untuk menjadikan kliennya sebagai tersangka. Makanya Urip melayangkan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terhadap Wibisono, direktur CV. Kencana Sari Jaya Abadi.
“Kami sangat menyangkan pernyataan bahwa penangkapan dan penahanan terhadap klien kami itu sudah benar. Padahal Pasal 374 itu seharusnya melalui proses pemeriksaan, Klien kami tidak pernah diperiksa menjadi saksi. Klien kami ini bukan ditangkap oleh pihak kepolisian, melainkan dibawah ke kantor Polisi oleh Pelapor Wibisono atau Tergugat I dan disana klien kami tidak boleh pulang dan langsung ditahan, tanpa ada pemeriksaan,” pungkas Urip Mulyadi. (Han)