Enam Organisasi Profesi Kesehatan Tolak RUU Omnibuslaw

  • Whatsapp

Jakarta — Enam organisasi profesi Kesehatan tolak Rancangan Undang-undang Om Nibuslaw. Mereka menilai RUU ini akan merugikan rakyat dan membelenggu organisasi profesi kesehatan.

Keenam organisasi itu Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidang Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Perwakilan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Hadir juga anggota Badan Legislasi DPR RI Ledia Hanifa Amaliah.

Penolakan itu disampaikan oleh keenam organisasi profesi kesehatan di Media Center DPR, Senin (16/1), Jakarta. Bahkan IDI mengancam jika RUU itu tetap dilanjutkan, maka akan enam organisasi kesehatan akan melakukan aksi yang lebih masiv lagi.

”Kami akan melakukan aksi penolakan yang mungkin lebih masif dengan organisasi profesi kesehatan lain dan organisasi kemasyarakatan, demi memperjuangkan kepentingan masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan yang berkeadilan, non diskriminatif dan beretika,’kata Wakil Ketua Umum IDI dr Slamet Budiarto.

Menurut Slamet, di negara-negara di dunia yang namanya organisasi kesehatan itu di atur dalam UU. Tapi di Indonesia aneh malah dicabut dan dimasukan dalam Omnibuslaw.

”Dengan adanya Omnibuslaw itu praktis sudah tidak ada undang-undang keprofesian, ini yang kami menolak hal tersebut,’kata Slamet.

Bukan cuma itu, kenam orgabisasi profesi itu mencurigai lahirnya RUU ini ada indikasi dipecah belahnya profesi. organisasi profesi. Padahal di kedokteran hanya satu, ikatan dokter Indonesia, PPNI hanya satu, persatuan perawat nasional ,IAI juga sama, IPI juga sama. ”Ada klausul yang dimungkinkan *memecah belah kami,’tambah Slamet.

Ini terlihat dalam Omnibuslaw itu ada wadah baru yang namanya kolegium. ”Kami tidak tahu itu di bawah siapa, untuk apa, untuk apanya dijelaskan, tapi di bawah siapa, pengawasannya tidak ada,’tambah Slamet lagi.

Yang anehnya lagi ada penambahan juga izin praktek. Sehingga sekarang pencapaian kompetensi ditentukan oleh menteri kesehatan dan pemerintah daerah, padahal itu adalah ranah organisasi profesi.

”Karena pemerintah sudah mengeluarkan surat izin praktek dan kita ketahui teman-teman yang ada di birokrasi hampir sebagian besar tidak praktek, bagaimana bisa menentukan kompetensi kami dan itu ada di draft tersebut,”katanya.

Sementara itu anggota Badan Legislatif DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah mendukung sikap enam organisasi profesi kesehatan itu. Menurutnya dalam.membuat RUU ini perlu kehati-hatian dan masukan dari masyarakat khususnya organisasi profesi kesehatan.

”Kita memang tidak terburu-buru, karena ini adalah hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak dan masih terus kami suarakan mudah-mudahan, ke depan ada banyak perbaikan-perbaikan,’kata Ledia.

Menurutny meskipun sudah ada draf yang diterima teman-teman beberapa waktu lalu, itu tetap saja masih memungkinkan kita diskusikan, kita ubah dan perbaiki. (ar).

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait