Era Kebebasan Berpendapat, Pakar Digital Usul Pemerintah Rumuskan Kebijakan Berdasarkan Big Data

  • Whatsapp

beritalima.com | Saat ini banyak kasus menyoroti tentang Pemerintah meminta kritik yang keras dan terbuka. Hal berpendapat di media sosial kembali mengemuka seiring dengan pernyataan pemerintah yang siap dikritik keras demi pembangunan terarah. Namun masyarakat saat ini enggan melakukan kritikan karena banyakanya kasus saat menyuarakan atau mengkritik pemerintah malah mendapatkan masalah hukum.

Pakar Digital, Anthony Leong mengatakan pemerintah bisa merumuskan kebijakan yang tepat dari big data media sosial.

“Kami mendorong bagaimana pemerintah bisa mengambil keputusan dan merancang kebijakan berdasarkan hasil dari big data, sentimen dan lainnya. Tapi harus difilter akun anonim tidak boleh diikutsertakan karena akan menjadi bias. Jika ini bisa diimplementasikan partisipasi publik untuk pembangunan bisa ikut andil dan turut berkontribusi. Jadi bukan langsung menghakimi seseorang yang memberikan aspirasi,” kata Anthony di Jakarta (15/2).

Di era digital, penggunaan media sosial saat ini tidak dapat dipungkiri lagi menjadi media masyarakat untuk mengakses informasi dan juga berkomunikasi. Situasi ini juga tidak bisa dipungkiri menjadi efek dari perkembangan zaman.

“Yaa kita sudah tidak bisa menolak dengan situasi era digital ini, memang pemerintah harus punya wadah untuk bisa menggandeng stakeholder yang bisa menilai kritikan masyarakat secara obyektif mungkin seperti lembaga dewan etik agar tidak semua kritikan masyarakat langsung dibawa ke ranah hukum,” kata Anthony yang juga CEO Menara Digital itu.

Alumni Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia itu menilai perlu keselarasan dan sinergitas antar Kementerian dan Lembaga pemerintah untuk menghadapi Covid-19. Ia juga menyarankan agar perlu sebuah sistem teknologi yang bisa dipakai pemerintah untuk mengetahui record dari kesehatan seseorang.

“Mengenai pandemi Covid-19 ini, kami harapkan adanya komunikasi dan sinergitas yang baik antar kementerian dan lembaga. Kami mendorong sistem teknologi yang terintegrasi, Satgas Covid-19 yang beberapa stakeholder pemerintah harus bisa merumuskan bagaimana sebuah sistem yang dimana bisa mengetahui record perjalanan, record kesehatan hingga sudah vaksin atau belum. Ini menjadi data objektif apakah perlu lockdown di daerah mikro tersebut apa kebijakan yang harus diambil itu berdasarkan fakta objektif karena sistem biometrik itu bisa merecord ID, face recognition dan lainnya,” ujar Anthony yang juga Ketua Hubungan Media Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI).

Terakhir Anthony juga menjelaskan jika terobosan integrasi digital ini bisa dilakukan Indonesia bisa menekan kasus covid-19 dan melakukan tracking yang lebih akurat. Hal ini juga bisa digunakan bukan hanya untuk kasus covid, big data ini bisa digunakan lebih efektif untuk pemerintah bisa mengetahui kasus-kasus yang ada di masyarakat untuk membentuk kebijakan yang tepat.

“Jika ada sistem identifikasi verifikasi ID yang pas maka tidak ada namanya surat swab yang palsu lagi. Jadi terintegrasi sistem kesehatan dan juga untuk sistem di perhubungan. Karena tantangan ke depan makin sulit perlu sebuah action yang komprehensif,” tutup Anthony.

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait