Oleh : Haidar Alwi Institute (HAI)
Sempat dikaitkan dengan mega skandal korupsi PT Asuransi Jiwasraya yang merugikan negara Rp 13,7 Triliun, nama Menteri BUMN Erick Thohir kembali disebut-sebut dalam kasus yang melibatkan sejumlah perusahaan pelat merah.
Adalah politikus PDIP Arteria Dahlan yang membongkar dugaan keterlibatan Erick Thohir dan kakak kandungnya Garibaldi Thohir alias Boy Thohir, saat Rapat Kerja antara Komisi III DPR RI dengan Kapolri tentang Rencana Kerja Tahun 2020, Kamis (30/1/2020).
Arteria Dahlan meminta Kapolri Jenderal Idham Aziz dan jajarannya untuk memeriksa sengketa bisnis antara PT Rekayasa Industri dan PT Panca Amara Utama serta Direksi Bank Mandiri. Ia menduga terdapat potensi kerugian negara yang begitu besar terkait pembangunan Banggai Ammonia Plant di Sulawesi Tengah.
Banggai Ammonia Plant merupakan proyek pabrik Amonia PT Panca Amara Utama (anak usaha PT Surya Esa Perkasa) yang pemancangan tiang perdananya (groundbreaking) dihadiri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada tanggal 2 Agustus 2015 silam.
Dalam pembangunan proyek Banggai Ammonia Plant, PT Panca Amara Utama menggandeng PT Rekayasa Industri, salah satu BUMN konstruksi ternama, sebagai kontraktor utamanya dengan nilai investasi mencapai USD 507 Juta dengan rencana penyelesaian selama 28 bulan. Namun di kemudian hari terjadi sengketa bisnis di antara pihak terkait.
PT Rekayasa Industri yang merupakan salah satu BUMN berpotensi kehilangan uang sebesar Rp 5 Trilliun akibat bersengketa dengan PT Panca Amara Utama (anak perusahaan PT Surya Esa Perkasa) yang mana Direktur Utamanya dijabat oleh kakak kandung Menteri BUMN Erick Thohir, yakni Garibaldi Thohir alias Boy Thohir.
Boy Thohir mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Direktur Utama PT Surya Esa Perkasa pada tanggal 20 Januari 2020. Ia selanjutnya menduduki posisi Presiden Komisaris di perusahaan yang sama.
*PT PANCA AMARA UTAMA*
PT Panca Amara Utama adalah anak perusahaan PT Surya Esa Perkasa. Merujuk pada laporan keuangan Triwulan III 2019, Direktur Utamanya adalah Garibaldi Thohir alias Boy Thohir. Saham PT Panca Amara Utama dimiliki langsung oleh PT Surya Esa Perkasa sebesar 0,585 persen. Sedangkan sebesar 59,415 persen dimiliki secara tidak langsung oleh PT SECHEM yang 99,999 persen sahamnya dimiliki oleh PT Surya Esa Perkasa.
Perubahan Akta terakhir PT Panca Amara Utama tercatat pada tanggal 19 Februari 2019 dengan notaris Devia Buniarto di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Adapun modal dasar PT Panca Amara Utama yakni sebesar Rp 3 Triliun (3 juta lembar saham) berbentuk Penanaman Modal Asing.
Komposisi Pemegang Saham PT Panca Amara Utama adalah PT SEPCEM sebanyak 1.269.918 lembar saham senilai Rp 1,26 Trilliun; Genesis Corporation sebanyak 635.530 lembar saham senilai Rp 635,5 Milliar; Gulf Private Equity Partners Limited sebanyak 213.166 lembar saham senilai Rp 213,1 Milliar; PT Surya Esa Perkasa sebanyak 12.500 lembar saham senilai Rp 12,5 Milliar; dan PT Daya Amara Utama sebanyak 6.250 lembar saham senilai Rp 6,25 Milliar.
Sedangkan susunan Komisaris yakni Garibaldi Thohir alias Boy Thohir sebagai Presiden Komisaris, Rahul Puri, Lodewijk F Paulus, R Harry Zulnardy dan Andre Mirza Hartawan.
Sementara susunan Direksi adalah Chander Vinod Laroya sebagai Presiden Direktur, Kanishk Laroya selaku Wakil Presiden Direktur, Hemant Deshmukh, Isenta dan Prakash Chand Bumb.
*PT REKAYASA INDUSTRI*
Merujuk pada Laporan Tahunan PT Pupuk Indonesia (Persero), PT Rekayasa Industri merupakan anak perusahaan Pupuk Indonesia dengan komposisi kepemilikan saham 90,06 persen oleh Pupuk Indonesia, 4,97 persen oleh Pemerintah RI dan 4,97 persen dimiliki PT Pupuk Kaltim.
Dengan demikian, laporan keuangan PT Rekayasa Industri akan dikonsolidasikan dengan laporan keuangan Pupuk Indonesia. PT Rekayasa Industri bergerak di bidang usaha jasa engineering, procurement and construction. Berdiri pada 198. Aset PT Rekayasa Industri per 2018 adalah sebesar Rp 7,71 Trilliun.
Menurut Laporan Tahunan PT Rekayasa Industri tahun 2017, pada 20 Februari PT Rekayasa Industri diganjar penghargaan atas pencapaian 8 juta jam kerja tanpa Lost Time Injury (LTI) oleh PT Panca Amara Utama selaku pemilik proyek Banggai Ammonia Plant.
Keterangan yang tercantum dalam Laporan Keuangan Konsolidasian Pupuk Indonesia per 31 Desember 2018, masa berlaku kontrak proyek Banggai Ammonia Plant adalah 22 Juni 2015 sampai 31 Mei 2018. Pemilik proyek adalah PT Panca Amara Utama dengan nilai kontrak > USD 500 juta.
*INTI MASALAH*
Ada 4 permasalahan utama yang berhasil diidentifikasi dalam kasus ini, yaitu :
1. PT Rekayasa Industri menuduh PT Panca Amara Utama telah mengambil performance bond PT Rekayasa Industri dari Bank Mandiri secara sepihak dengan nilai mencapai USD 56 Juta atau sekitar Rp 812 Miliar. PT Rekayasa Industri lalu membuat laporan ke Mabes Polri atas dugaan adanya tindak pidana yang dilakukan oleh PT Panca Amara Utama.
Sebagai informasi, Performance Bond (jaminan performa) adalah jaminan yang diterbitkan oleh perusahaan asuransi untuk menjamin terselesaikannya suatu proyek oleh kontraktor.
PT Panca Amara Utama mengatakan penarikan performance bond hingga tidak dibayarnya hak PT Rekayasa Industri, disebabkan karena PT Rekayasa Industri wanprestasi lantaran penyelesaian proyek pembangunan Banggai Ammonia Plant melebihi batas waktu yang sudah disepakati. PT Panca Amara Utama kemudian menggugat PT Rekayasa Industri ke Pengadilan Arbitrase Internasional (SIAC) di Singapura pada 17 Mei 2019.
2. PT Panca Amara Utama juga menahan Uang Retensi sebesar USD 50,78 Juta atau setara Rp 711 Milliar. Untuk diketahui, Uang Retensi, umumnya 5 persen dari nilai proyek, adalah uang kontraktor yang ditahan pengguna jasa kontraktor untuk memastikan konstruksi benar-benar bisa digunakan.
3. PT Rekayasa Industri merasa dirugikan karena hak pembayarannya tidak dicairkan oleh PT Panca Amara Utama. Di antaranya pembayaran piutang sekitar USD 11 Juta atau setara Rp 154 Milliar dan persetujuan Change Order (C/O) senilai USD 25 Juta atau setara Rp 350 Milliar. Jika ditotal, potensi hilangnya uang PT Rekayasa Industri mencapai Rp 2 Trilliun.
PT Rekayasa Industri telah melaporkan Presiden Direktur PT Panca Amara Utama, Vinod Laroya dan Wakil Presiden Direktur PT Panca Amara Utama, Kanishk Laroya, ke Polda Metro Jaya awal Mei 2019. Satu bulan kemudian, PT Rekayasa Industri juga menyampaikan surat permohonan penanganan kasus BAP ke Bareskrim Polri.
4. PT Rekayasa Industri meminta dana talangan dari PT Pupuk Indonesia sebagai Holding-nya (BUMN) melalui Bridging Loan senilai Rp 812 Milliar. Bridging Loan adalah pinjaman jangka pendek yang digunakan sampai seseorang atau perusahaan mendapatkan pembiayaan permanen atau menghapus kewajiban yang ada. Pinjaman jenis ini bersifat jangka pendek hingga satu tahun, memiliki suku bunga yang relatif tinggi dan biasanya didukung oleh beberapa bentuk jaminan, seperti real estate atau inventaris.
Dana talangan Rp 812 Milliar yang diberikan PT Pupuk Indonesia kepada PT Rekayasa Industri menyebabkan Holding berpotensi collapse. Sebagai jalan keluarnya, PT Pupuk Indonesia lantas berupaya meminjam dari Bank Mandiri. Akan tetapi rencana tersebut kemudian batal karena Komisaris Utama PT Pupuk Indonesia keberatan akan hal ini.
*KONGKALIKONG*
Skandal Banggai Ammonia Plant diduga kuat terjadi karena adanya kongkalikong antara oknum di PT Rekayasa Industri, PT Panca Amara Utama, PT Surya Esa Perkasa dan Bank Mandiri. Jika proyek yang dibangun oleh PT Rekayasa Industri sudah beroperasi, sesungguhnya Performance Bond tidak bisa ditarik oleh PT Panca Amara Utama di Bank Mandiri.
Kalaupun belum selesai 100 persen, asalkan PT Rekayasa Industri punya itikad baik untuk menyempurnakannya, PT Panca Amara Utama tidak bisa mengotak-atik Performance Bond di Bank Mandiri. Dugaan kesepakatan gelap oknum yang terlibat semakin kuat ketika pencairan dilakukan secara sepihak, padahal mereka sedang bersengketa terutama di Pengadilan Arbitrase Internasional Singapura (SIAC).
Jika nantinya PT Rekayasa Industri kalah di Pengadilan Arbitrase Internasional Singapura, maka mereka akan kehilangan Rp 2 Trilliun. Termasuk bila semua klaim dan gugatan PT Panca Amara Utama diterima, maka PT Rekayasa Industri harus membayar USD 218,4 Juta atau setara Rp 3 Trilliun. Jumlah tersebut hampir menyamai Aset Lancar (Current Assets) PT Rekayasa Industri sekitar Rp 4,7 Trilliun per Desember 2017. Apabila ditotal, PT Rekayasa Industri berpotensi kehilangan uang sebesar Rp 5 Triliun.
Dugaan keterlibatan Erick Thohir maupun Boy Thohir dalam mega skandal Banggai Ammonia Plant patut ditelusuri lebih jauh lagi oleh aparat kepolisian maupun Kejaksaan Agung. Bukan rahasia lagi, keluarga Thohir memiliki kedekatan yang tidak biasa dengan para petinggi Bank Mandiri sehingga tidak mengherankan bila kemudian Kementerian BUMN Kabinet Indonesia Maju dikuasai oleh “Klan Bank Mandiri”.
Mulai dari dua Wakil Menteri BUMN Kartiko Wirjoatmodjo dan Budi Gunadi Sadikin, Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini, Direktur Utama BTN Pahala N Mansury, Direktur Utama BRI Sunarso, Direktur Utama INALUM Ogi Prastomiyono, Direktur Keuangan PT Aneka Tambang Anton Herdianto hingga Direktur Keuangan Krakatau Steel Tardi.
Nama-nama tersebut hanyalah beberapa di antara “Alumni Bank Mandiri” yang menguasai Kementerian BUMN maupun perusahaan BUMN di era kepemimpinan Erick Thohir.
Sebelumnya, nama Erick Thohir mencuat dalam mega skandal korupsi PT Asuransi Jiwasraya yang merugikan negara Rp 13,7 Trilliun melalui investasi “Saham Gorengan”. (HAI)