JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi III DPR RI, Erwin TPL Tobing mengapresiasi langkah pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak mau menerima keinginan Prof Dr Amien Rais untuk bertemu dengan pimpinan lembaga anti rusuah tersebut.
“Sudah selayaknya setiap orang yang mau bertemu dengan pimpinan KPK harus jelas lebih dahulu maksud dan tujuan yang bersangkutan bertemu,” kata mantan Kapolda Kalimantan Barat tersebut dalam keterangan Erwin Tobing yang diterima Beritalima.com, Rabu (31/10).
Ya, seperti diberitakan media massa, politikus senior sekaligus deklarator Partai Amanat Nasional (PAN) Prof Amien Rais ingin menemui pimpinan KPK, Senin (29/10) Oktober.
Namun, keinginan Amien tersebut tak membuahkan hasil karena tidak ada keterangan yang jelas dari pihak KPK kenapa Amien tidak gagal bertemu dengan pimpinan lembaga ad hoc tersebut.
Terkait dengan gagalnya Amien bertemu dengan pimpinan KPK, Erwin TPL Tobing mengapresiaisinya. “Bila kedatangan pejabat, tokoh masyarakat atau siapa saja ke KPK, tentu ada kaitannya dengan masalah hukum yang sedang di proses. Dengan begitu, ini bisa dinilai sebagai upaya intervensi terhadap proses hukum yang sudah dilakukan KPK.”
Menurut Erwin, ini tentu saja berkaitan dengan Pasal 3 UU No: 30/2002 tetang Komisi Pemberantasan Korupsi yang mengatur bahwa: ‘KPK dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan apapun’.
Selain itu, kata Erwin, pimpinan KPK juga menurut Pasal 36 UU No: 30/2002 dilarang ‘mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara yang sedang ditangani KPK dengan alasan apapun’.
“Ini tentunya untuk mencegah terjadinya konflik of interest. Dengan demikian pimpinan KPK memang tidak dimungkinkan untuk bertemu Amien Rais bila kedatangannya ke KPK berkaitan dengan suatu kasus,” kata dia.
Dijelaskan Erwin, bila kedatangan Amien bermaksud untuk melaporkan dugaan tindak pidana korupsi yang diketahuinya, beliau tidak perlu harus bertemu pimpinan KPK.
“Karena KPK sendiri telah mengatur mekanisme pengaduan yang dilakukan oleh semua lapisan masyarakat melalui Sub bidang Pengaduan Masyarakat yang berada di bawah Bidang Pengawasan Internal&Pengaduan Masyarakat,” beber Erwin.
Ya, seperti diberitakan awak media, KPK menetapkan Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan kasus sebagai tersangka tindak pidana korupsi terkait Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah.
Taufik diduga menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, hadiah atau janji itu diberikan untuk menggerakan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya.
“Karena melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya terkait dengan perolehan anggaran DAK fisik pada perubahan APBN Tahun Anggaran 2016,” kata Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan kepada awak media, Selasa (30/10).
Setelah pelantikan, Bupati Kebumen nonaktif Muhammad Yahya Fuad (MYF) diduga melakukan pendekatan pada sejumlah pihak termasuk anggota DPR RI, salah satunya Taufik Kurniawan selaku Wakil Ketua DPR RI 2014-2019 Bidang Ekonomi dan Keuangan dengan ruang lingkup tugas Komisi XI dan Badan Anggaran.
“Taufik diduga atau dianggap mewakili Dapil Jawa Tengah Vll (Kebumen, Banjarnegara, Purbalingga) dari Fraksi PAN. Saat itu terdapat rencana alokasi DAK sekitar Rp100 miliar,” ucap Basaria.
Diduga, kata Basaria, fee untuk pengurusan anggaran DAK ini lima persen dari total anggaran yang dialokasikan untuk Kabupaten Kebumen. “MYF diduga menyanggupi fee 5 persen dan kemudian meminta fee 7 persen pada rekanan di Kebumen,” ungkap Basaria.
Sebagian alokasi anggaran DAK proyek ini diduga dipegang PT TRADHA yang juga dijerat Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagai korporasi sebelumnya. PT TRADHA diduga perusahaan milik Muhammad Yahya Fuad yang meminjam bendera sejumlah perusahaan untuk mengerjakan proyek jalan di Kebumen.
“Pertemuan dan penyerahan uang tersebut dilakukan bertahap di sejumlah hotel di Semarang dan Yogyakarta. Teridentifikasi penggunaan kamar hotel dengan connecting door,” ujar Basaria.
Basaria menyatakan bahwa rencana penyerahan ketiga gagal dilakukan karena pihak terkait saat itu terkena OTT KPK. Dalam pengesahan APBN Perubahan 2015, Kabupaten Kebumen mendapat alokasi DAK tambahan Rp93,37 miliar yang direncanakan digunakan untuk pembangunan jalan dan jembatan di Kebumen.
“Sandi yang digunakan yang mengacu pada nilai uang Rp1 miliar adalah satu ton. Diduga TK menerima sekurang kurangnya Rp3,65 miliar,” ungkap Basaria.
Atas perbuatannya itu, Taufik disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No: 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No: 20/2001.
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga hadiah itu diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta. (akhir)