Fachrul: Komite I DPD RI Libatkan Asosiasi Desa Dalam Evaluasi dan Revisi UU Desa

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– DPD RI melibatkan asosiasi desa menyusun sistem ketahanan desa dengan cara melakukan evaluasi dalam merevisi UU No: 6/2014 tentang Desa.

Itu dikatakan Ketua Komite I DPD RI, Fachrul Razi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi), Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) dan Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Papdesi) pekan ini.

Fachrul mengatakan pentingnya dimasukkan sistem ketahanan desa dan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs) Desa dalam UU Desa dimana UU desa telah memberikan kerangka regulatif terlaksananya pembangunan desa secara mandiri mulai tahap perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi dimana desa dijadikan subjek dalam keseluruhan prosesnya.

“Kewenangan Desa diatur meliputi bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Pembangunan, pembinaan dan pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan adat istiadat,” jelas Fachrul.

Senator dari Dapil Provinsi Aceh ini menjelaskan, dalam pelaksananan UU Desa terjadi penyeragaman sistem dan tatacara penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa. “Otonomi desa sesuai hak asal-usul dan hak tradisional kurang mendapat tempat,” kata dia.

UU Desa, kata Fachrul, tak memberikan kewenangan sepenuhnya kepada desa dalam pembangunan secara lokal-partisipatif. Ini telah menimbulkan tumpang tindih kewenangan antara desa dan kabupaten/kota sebagai badan hukum yang berbeda.

“Pembangunan desa sebagai wujud pelaksanaan kewenangan desa saat ini banyak diatur Pemerintah Pusat, sehingga tidak lagi tercermin adanya otonomi asal usul dan otonomi skala lokal desa,” tegas mantan aktifis ini.

Ditambahkan, pengelolaan keuangan desa masih rumit karena dipaksa untuk menggunakan pola dan sistem pengelolaan keuangan negara dan malah jauh dari asas rekognisi dan subsidiaritas.

Aparatur pemerintah desa disibukan dengan urusan teknis pelaporan keuangan desa sehingga mengurangi waktu untuk memberikan dan mengoptimalkan pelayanan publik kepada masyarakat desa.

Terkait formulasi Dana Desa juga masih menimbulkan ketimpangan. “Pada sisi lain, terjadi korupsi dana desa dan rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengawasan dana desa,” tambah senator muda ini.

Fachrul menekankan, kelembagaan desa, Kerjasama antara Badan Permusyawaran Desa (BPD), Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD) serta Lembaga Adat Desa belum optimal.

“Lembaga adat desa belum terbentuk sesuai tradisi masyarakat di desa itu. Pemilahan katagori desa dalam UU Desa, antara desa administratif dengan desa adat, di banyak daerah tidak sepenuhnya dapat berjalan beriringan,” demikian Fachrul Razi. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait