JAKARTA, Beritalima.com– Mahalnya biaya politik yang harus ditanggung dalam pemilihan presiden, legislatif maupun pilkada menjadi bumerang keberlangsungan sistem demokrasi dan keberadaan partai politik (parpol) di Indonesia.
Akibatnya lahirlah praktik-praktik korup yang dilakukan para politisi atau pejabat yang terpilih. Sebab, keterpilihan mereka tak ditentukan kualitas dan kapabilitas, tapi ‘isi tas’ atau besaran dana politik yang bersumber dari kantong pribadi atau dari penyandang dana (bohir).
Hal itu dikatakan Wakil Ketua Umum partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Fahri Hamzah saat menjadi narasumber dalam acara ‘RUMPI’ dengan ‘tema Cost Politik Mahal, Bisakah Disiasati? yang disiarkan live streaming YouTube Gelora TV, akhir pekan ini.
Karena itu, kata politisi senior ini, tidak mengherankan bila saat mereka terpilih dalam jabatan tertentu, yang terpikir pertama bagaimana cara mengembalikan biaya politik yang dikeluarkan agar balik modal.
“Hampir tak ada klaster politik yang tidak ditangkap KPK, nggak ada lagi politisi yang tidak ditangkap. Dan, baru-baru ini yang ramai ada seorang Anggota DPR dengan bupati, yang merupakan istrinya ditangkap KPK,” kata Fahri.
Ia berpandangan, rusaknya negara demokrasi, bisa dilihat setidaknya dari tingkah laku parpol, apalagi yang masuk lingkaran kekuasaan. Untuk itu, Fahri mendesak segera dilakukan pembenahan agar parpol dan sistem demokrasinya sehat.
“Partai politik itu sebenarnya lembaga pemikiran untuk mengintroduksi cara berpikir dalam penyelenggaraan negara. Tetapi sekarang justru menjelma menjadi mesin kekuasaan,” kata dia.
Wakil Ketua DPR 2014-2019 Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat ini menegaskan, Gelora akan berusaha untuk memutus lingkaran setan itu. Pertarungan politik adalah pertarungan rakyat, bukan pertarungan pribadi atau partai politik.
Negara yang beres sistem politiknya, ya harus bebas korupsi.
“Sistem harus ditata dan dikelola dengan baik, termasuk pembiayaan politiknya. Saya juga tidak mau, kalau caleg dibiayai partai, karena kalau dia bersalah, partai politik akan mengambil kepemilikannya,” ujar Fahri
Dirambahkan, pembiayaan politik yang mahal sebenarnya bisa disiasati ditekan seminimal mungkin dengan berbagai cara seperti menggelar pertemuan secara virtual.
“Dengan modal pulsa kan sebenarnya orang sudah bisa mendengarkan ceramah kita. Gelora ingin menemukan akarnya, sehingga kita mencanangkan dari perbaikan negara melalui perbaikan partai politiknya,” tandas Fahri.
Ketua bidang Perempuan Gelora Indonesia, Ratih Sanggarwati mengatakan, Gelora mendorong kaum perempuan untuk maju konstestasi Pemilu 2024 dalam rangka memenuhi keterwakilan 30 persen perempuan di parlemen.
“Saya berharap semua perempuan yang memiliki kapasitas hebat untuk maju sebagai kandidat di Pemilu. Tak lagi berpikir terganjal biaya politik yang mahal, tapi harus kita dorong untuk mampu dan mau berkontestasi pada pemilu terutama untuk memenuhi kuota keterwakilan 30 persen perempuan,” kata Ratih.
(akhir)