JAKARTA, Beritalima.com— Pernyataan Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 02, Sandiaga Salahuddin Uno saat debat ketiga pasangan capres-cawapres, Minggu (17/3) malam sangat tepat.
Pada saat debat dengan cawapres nomor urut 01 Ma’ruf Amin, Sandi mengatakan, untuk berbagai layanan dan program pemerintah cukup dengan satu kartu, yaitu Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP).
Sandi menyebut, e-KTP merupakan kartu super canggih karena memiliki chip dan teknologi di dalamnya sesuai dengan Revolusi Industri 4.0, semua layanan bisa terlayani hanya dengan e-KTP.
Menanggapi gagasan Sandi itu, Wakil Ketua DPR RI Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkesra), Fahri Hamzah kepada awak media Senin (18/3) mengatakan, jurus pamungkas Sandiaga Uno berupa kartu e-KTP itu adalah tepat. Itu lebih rasional dibanding hanya bagi-bagi kartu sebagaimana yang dilakukan petahana selama ini.
Petahana, beber Fahri, gagal menyeselesaikan konsep Single Identity Number (SIN) yang dimulai sejak UU No:23/2006 tentang Administrasi Kependudukan yang diperbaharui 2013.
“Cetak kartu hanya menambah anggaran yang tak perlu. Kartu Pra Kerja kan konsep dan implementasinya sudah ada semenjak zaman Pak SBY. Jadi, menurut saya solusi Sandi langsung ke jantung persoalan.”
Kenapa? Dengan ‘Kartu Pamungkas e-KTP’ seluruh hak dan keperluan rakyat tercakup dalam sebuah kartu yang telah dirancang secara elektronik, berlaku secara nasional dan menjadi jaminan bagi semua hak rakyat sejak hak pilih, kesehatan, subsidi, tenaga kerja dan lainnya.
“Ini cukup! Semoga saat menang nanti, Prabowo dan Sandiuno prioritaskan penyelesaian Kartu Pamungkas e-KTP sebagai dasar semua pelayanan kepada masyarakat Indonesia di seluruh dunia,” kata Fahri.
Terkait debat, inisiator Gerakan Arah Baru Indonesia (Garbi) itu menilai, inti dari yang disampaikan Ma’ruf meneruskan program Jokowi–JK, lalu secara normatif berkomitmen melakukan perbaikan. Sedangkan Sandi banyak menyampaikan terobosan kebijakan dan cukup detail.
“Jadi, jelas mana gagasan yang konservatif dan mana progresif. Ma’ruf masih pakai senjata lama, persis dengan apa yang dilakukan Jokowi dalam debat capres 5 tahun lalu. Sedangkan Sandi lebih menekankan kepada komitmen target 200 hari selesaikan masalah kesejahteraan.”
Contoh Kartu Tak Sakti masalah BPJS. BPJS lahir era SBY melalui UU N0.24/2011, diimplementasikan 1 Januari 2014 (akhir pemerintahan SBY). Namun dalam kampaye, oleh Jokowi kartu BPJS saat itu diganti dengan Kartu Indonesia Sehat (KIS), seolah program baru.
Jadilah seolah-olah KIS itu program hebatnya pak Jokowi. KIS jadi kartu sakti, dibagi-bagi waktu kampanye, jadi ladang elektabilitas. “Padahal konsep dan implementasinya dilakukan pada masa pak SBY, pemerintah baru hanya melanjutkan,” ungkap Anggota DPR dari Dapil NTB itu.
Dari awal pemerintahan program BPJS ini dijadikan alat popularitas kubu Jokowi. Pengelolaannya tidak terlalu diperhatikan. Bahkan, 4,5 tahun belakangan, pengelolaan BPJS amburadul, tiap tahun defisit, kualitas pelayanan terus menurun.
“Saya mendapat keluhan lapangan. Menerima audiensi dari berbagai pemangku kepentingan, mulai dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Dokter Indonesia Bersatu (DIB), Perhimpunan Rumas Sakit (Persi), Perhimpunan Perawat, Apoteker dan seterusnya. KIS benar-benar menjadi ‘Kartu Tak Sakti’ karena kampanye,” demikian Fahri Hamzah. [Akhir]