SURABAYA – beritalima.com, Direktur PT Papan Utama Indonesia (PUI) Stephanus Setyabudi menjalani sidang dugaan kasus Perlindungan Konsumen di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Rabu (17/11/2021).
Agenda sidang hari ini yakni pemeriksaan tiga orang saksi memberatkan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Tanjung Perak. Mereka adalah, Suryandaru, seorang saksi pelapor di kasus ini, dan Anton Yoga serta Tommy Sugianto, dua orang saksi korban.
Dalam persidangan secara video confrence, saksi pelapor Suryandaru membenarkan bahwa luasan lahan kondotel The Eden Kuta type deluxe studio yang dia beli tidak sesuai dengan brosur yakni 30 meterpersegi. Namun saksi pelapor, Suryandaru juga tidak membantah fakta bahwa dalam surat pemesanan nomer 2375 yang pernah dia tanda tangani tercatat luasan 30 meterpersegi tersebut sifatnya kurang atau lebih.
“Kalau tidak salah ya,” katanya, saat JPU dan tim kuasa hukum Stephanus Setyabudi mendatangi meja majelis hakim PN Surabaya dan menunjukkan bukti surat pemesanan yang dimaksud.
Saksi Suryandaru juga tidak bisa membantah BAP nomer 12 tanggal 9 Pebruari 2018, bahwa dia pada bulan Mei 2017 masih menerima pasif income dari PT PUI sebesar Rp 23 juta, meski dia pada bulan Oktober dan Nopember 2017 menunggak angsuran pembelian kondotelnya.
“Ya, benar,” jawabnya.
Senada dengan kesaksian Suryandaru, saksi korban Anton Yoga berujar bahwa dirinya merasa dirugikan karena sudah membayar lunas 750 juta sejak tahun 2010 atas kondotel type standar The Eden Kuta seluas 30 meterpersegi. Namun hingga kini pihaknya tidak bisa maksimal menggunakan ruangan yang telah diserahterimakan itu karena di sertifikat PPJB luasnya hanya 25,08 meterpersegi.
“Saya merasa dirugikan ukurannya. Di iklan disebut 30 meterpersegi, tapi dalam sertifikat PPJB luasnya 25,08 meterpersegi. Memang sih di surat pemesanan ditulis semi gross,” ujarnya di persidangan.
Ditanya oleh ketua majelis hakim Suparno, apakah saksi sudah menerima pasif income selama ini,? Saksi Anton Yoga menjawab sudah.
“Saya dapat 22 juta pertahun, sejak tahun 2013 sampai tahun 2019. Tapi untuk tahun ini dan tahun kemarin tidak,” jawabnya.
Sementara saksi korban Tommy Sugianto menjelaskan, bahwa dia membeli satu unit kondotel The Eden Kuta seharga 600 jutaan sewaktu jalan-jalan di Galaxy Mall. Namun kata Tommy Sugianto, setelah unit diserahkan, timbul masalah karena luasannya sesuai sertifikat yang saya terima hanya 25,08 meterpersegi.
Masih kata saksi Tommy Sugianto, sewaktu membeli, dia juga dijanjikan mendapatkan pasif income antara 9 persen sampai 12 persen pertahun dari nilai kondotel yang dibeli.
“Janjinya, pasif income dihitung bukan dari prosentase keuntungan yang didapat manajemen pengelolah kondotel. Tapi janji prosentase dari nilai kondotel yang dibeli,” sambungnya.
Dalam sidang saksi Tommy Sugianto juga tidak bisa menjawab pertanyaan dari majelis hakim, apakah perbedaan luasan tersebut sudah pernah ia konfirmasikan kepada Stephanus Setyabudi dan apakah dia sudah pernah mengajukan pembatalan perjanjian jual belinya,?
“Belum-belum sempat konfurmasi kepada Stephanus dan tidak pernah dilakukan pembatalan perjanjian jual beli,” jawabnya.
Saksi Tommy Sugianto juga membenarkan BAP nomer 15 yang dibacakan oleh tim kuasa hukum Stephanus Setyabudi bahwa dirinya pada April tahun 2014 pertama kali mendapatkan pasif income dari PT PUI sebesar 12 juta, April 2015 Rp 23 juta, ketiga April 2016 Rp 23 juta dan Mei 2017 sebesar Rp 23 juta.
“Benar,” jawab saksi Tommy Sugianto.
Dalam sidang sempat terjadi perdebatan terkait perbedaan brosur luasan lahan 30 meterpersegi, kondotel The Eden Kuta yang dipegang Jaksa Penuntut dengan brosur yang dipunyai oleh tim penasehat hukum Stephanus Setyabudi.
Brosur yang dipegang Jaksa hanya tertulis luasnya 30 meterpersegi, sementara brosur yang dipunyai tim penasehat hukum Stephanus Setyabudi tertulis lebih/kurang 30 meterpersegi atau semi gross.
Dikonfirmasi selepas sidang, kuasa hukum Stephanus Setyabudi, Nurmawan Wahyudi menilai bahwa kasus ini terjadi akibat adanya perbedaan kesalahan pengukuran semata.
“Pihak user atau konsumen mengukur dari luasan luarnya tembok. Padahal dalam surat pemesanan, order, PPJB PT PUI semuanya jelas, kurang/lebih atau plus/minus semi gross. Yang dipesan oleh user atau konsumen luasnya kurang/lebih atau semi gross,” katanya di PN Surabaya.
Terkait perbedaan Brosur atau katalog, Nurmawan Wahyudi berjanji akan menelusurinya lebih lanjut. Sebab menurutnya, PT PUI sudah sangat lama sekali mengeluarkan brosur semacam itu.
“Akan kita telusuri, sebab Ask Kit kita bukan baru kemarin sore dibuat, melainkan sudah lama sekali dibuat, sekitar tahun 2012 an,” tandasnya. (Han)